"Terlalu sibuk?" potong Rani. Emosinya mulai meluap. "Reza, kamu bahkan nggak ingat ulang tahun pernikahan kita minggu lalu!"
Reza tersentak. Dia benar-benar lupa.
"Ran, aku... aku minta maaf. Aku bakal perbaiki semuanya. Aku janji."
Rani menggeleng. Air matanya mengalir deras. "Udah terlambat, Za. Kamu udah janji berkali-kali. Tapi tetap aja..."
Pikiran Rani melayang ke bulan-bulan terakhir. Reza yang selalu pulang larut malam. Makan malam yang dia siapkan dengan penuh cinta, berakhir dingin di meja. Ranjang yang terasa begitu luas dan dingin karena Reza lebih sering tidur di kantor.
"Kamu inget nggak, Za? Dulu kita sering banget ke pantai ini," Rani berkata pelan. "Kita bikin istana pasir, terus kamu bilang suatu hari nanti kamu bakal bikin istana beneran buat aku."
Reza mengangguk. Matanya mulai berkaca-kaca. "Aku inget, Ran."
"Dan sekarang?" Rani tertawa pahit. "Kamu udah punya istana beneran. Apartemen mewah, mobil sport... tapi aku? Aku cuma sendirian di istana itu."
Reza mencoba meraih tangan Rani, tapi Rani menepisnya.
"Ran, please... kita bisa perbaiki ini," Reza memohon. "Aku sayang sama kamu."
Rani menatap Reza. Ada kerinduan di matanya, tapi juga ada luka yang begitu dalam.