Silahkan disahkan dengan prasyarat minimal 75% aspirasi publik dapat terpenuhi. Dari 626 pasal RUU KUHP tahun 2019 menjadi 632 pasal RUU KUHP tahun 2022?. Ini tolak ukurnya apakah masukan dari publik selama ini sudah ada perubahan?. Pasal-pasal kontroversial apakah sudah dirubah?.Â
Jika alasan adanya UU KUHP baru mengakomodir dan linear dengan kehidupan yang heterogen dari masyarakat Indonesia, maka sudah sewajarnya juga mengerti serta mendengarkan aspirasi publik. Bukan menutup kran aspirasi publik. Jika dipaksakan untuk disahkan tanpa mendengarkan publik. Bisa jadi akan ada gelombang aksi dan penolakan yang lebih besar daripada tahun 2019.
Pasca diterimanya draft RUU KUHP oleh DPR, harapannya adalah ruang publik harus dan wajib masih dibuka. Jangan terlalu cepat untuk disahkan. Biasanya setelah RUU hasil kajian dari pemerintah diserahkan pada DPR akan secepat kilat untuk disahkan. Penyerahan pada DPR hanya formalitas belaka.Â
Dianggap hasil dari kajian pemerintah sudah benar dan baik tanpa diperlukan lagi kritikan dan masukan dari publik. Fakta kecil adalah adanya UU KPK, UU Cipta Kerja dan UU IKN begitu cepat proses pengesahannya. Proses DPR dianggap formalitas belaka. Pasca draft dianggap selesai dari pemerintah.
Mari kita bersama kawal dan analisa semua norma hukum dalam RUU KUHP baru tersebut. Selagi masih dibuka ruang publik. Jangan sampai terlalu cepat untuk dibawa pada pembahasan tingkat 2 (Rapat Paripurna DPR) untuk langsung disahkan. Tanpa adanya proses pembahasan tingkat 1 sebagai ruang serap aspirasi publik.
Tampaknya target tahun ini RUU KUHP akan dipaksakan untuk disahkan. Boleh silahkan, asalkan terima suara dari aspirasi publik. Jangan anti kritik.
      Â
Penulis: Saifudin atau Mas say
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H