Beda tahapan dan beda substansi yang dilakukan pada masing-masing pemerintahan. Sampai sekarang masih mendapatkan perhatian dan kritikan publik. Sejak awal perintis KUHP baru dari sekitar 17 orang pakar hukum telah meninggal dunia sampai tahun 2016.
 Bahkan satu-satunya orang yang terlibat langsung sejak awal perumusan KUHP sekaligus Ketua Tim Perumus Prof Muladi juga telah meninggal tahun 2020. Pro dan kontra terus mewarnai upaya penyusunan KUHP baru.
Â
Proses legislasi
Pasca adanya Surat Presiden (Surpres) bersamaan penyerahan draft RUU KUHP resmi diberikan dari pemerintah kepada DPR (melalui Komisi III DPR) tertanggal 6 Juli 2022 tentunya harapan publik mengawal masih ada. Siklus Prolegnas berdasarkan UU tentang PPP (UU No.12 Tahun 2011 jo UU No.15 Tahun 2019 jo UU No.13 Tahun 2022) jangan diabaikan.Â
Apakah masuk dalam Prolegnas menengah atau prioritas setiap tahun ada pembahasan (Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2019)?. Proses penyusunan RUU KUHP ini bukan seperti dengan metode Ominibus Law yang telah diakomodir dalam Pasal 64 ayat (1b) UU No.13 Tahun 2022.Â
Bukan hanya sekedar menambahkan norma baru, revisi atau bahkan mencabutnya. Mengingat putusan MK dapat digunakan sebagai pijakan. Menjadi keharusan publik mendapatkan akses yang luas serta masyarakat luas mendapatkan kesempatan untuk mengkritisi bersama (Pasal 96 UU N0. Tahun 2022).
Sejak 24 September 2019 publik berhasil menggagalkan upaya paksa akan adanya pengesahan RUU KUHP ini. Aksi demonstrasi besar dari semua pihak khususnya dari mahasiswa. Korban jiwa dan nyawa pun dipertaruhkan. Selama itu juga penggodokan norma hukum dari pemerintah terus diperbaiki seiring suara keras dari publik.
Lalu apakah pemerintah sudah mendengarkan aspirasi publik?. Apakah cuma formalitas menunggu jeda waktu tersebut tanpa ada perubahan norma hukum sesuai harapan publik?. Ini adalah PR bersama selama public hearing masih ada.
Ketetapan atas adanya pembahasan tingkat 1 pada periode sebelumnya dapat dicabut. Kemudian dibuka lagi dari awal masuk pembahasan tingkat 1 tidak serta merta langsung pada pembahasan tingkat 2. Kenapa?. Jelas bahwa draft baru ada dan tidak boleh mengggunakan kesepakatan sebelumnya.Â
Tidak dapat menggunakan siklus legislasi dari tahun 2019. Pada celah ini DPR khususnya melalui Komisi III DPR dapat membuka lagi pembahasan tingkat 1 agar publik dapat memberikan masukan dan kritikan.