Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rompi Kuning Sang Bidadari, Menyusur Masa Silam Koridor SMP Santa Angela

17 Juli 2016   15:42 Diperbarui: 17 Juli 2016   15:50 3024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sudut pandang yang sama.Lapangan olahraga tahun 2016. Sudah tidak ada lagi Rumah Supir dan Rumah Hitam.

Terkenang saat duduk di kelas, ulangan yang menegangkan , kena marah guru Fisika jika kami salah menjawab. Atau yang sepatunya bukan vantofel hitam, kena hukum ‘nyeker’ sampai pulang sekolah. Gara-gara sepatu tidak sesuai dengan standar aturan. Sepatunya kebanyakan hitam mirip sepatu Bruce Lee .

Seragam kami rok bawahan  rimple  warna coklat harus selutut panjangnya. Kaos kaki juga harus panjang . Rompinya kuning dan ada standarnya juga. Harus rapi. Tapi yang paling keren kalau kami sudah  ikut lomba baris berbaris. Pakai topi baret. Diperlombakan antar kelas dari SMP (rompi kuning), SMA (rompi merah), SKKP (rompi oranye) , SPG (rompi hijau). Tapi saat kami sudah SMP SKKP ditiadakan.

Kenangan lama bikin merinding, haru, dan bahagia. Gema langkah kami menyusuri   koridor depan kelas 7A, 7B, 7C. Itu dulu kelas  kami 1a b dan c. Kamar mandi yang dulu  berjajar panjang serasa angker dan suram , kini jadi bagus dan cerah.

Aha, dulu kelas-kelas ini sorenya dipakai kuliah oleh mahasiswa LPS Santa Angela. Yang setahuku diva Ruth Sahanaya juga jebolan LPS Santa Angela. Lalu ruang-ruang SDnya dulu kalau sore dipakai SMA Conforti.

Dulu di dekat kapel bagian seberangnya , dimana ada taman mungil, di sana sebuah ruang perpustakaan. Perpustakaan dulu jadi favoritku, karena banyak sekali  buku-buku  bagus. Aku suka dengan ensiklopedia dengan gambar lukisan-lukisan  karya pelukis klasik dan taman-taman di negeri orang.

Di perpustakaan aku sering jumpa  Ida  , siswi rajin dan cerdas putri seorang dokter dan ayahnya dosen ITB. Sekarang sudah menjadi dokter juga. Rupanya Ida menemukan buku-buku bagus yang  hanya bisa dibaca di sana pada jam istirahat atau usai pulang sekolah.

Foto SMP StAngela tahun 1970an, bersama Ibu Rini
Foto SMP StAngela tahun 1970an, bersama Ibu Rini
Karena kami sedang  menginjak masa-masa pubertas dan mengenal  asmara,  buku novel romantis karya Barbara Cartland  jadi rebutan setiap akhir pekan. Pulang ke rumah buku novel romantis itu bisa tamat dalam beberapa jam saja. Padahal ceritanya senada semua, tentang kehidupan pria bangsawan atau pangeran, dan seorang gadis. Latar kisahnya  itu yang bikin  hanyut. Kereta kuda, kastel dengan dekorasi indahnya, ruang istana dan  kastel alias rumah bangsawan yang mewah dalam keremangan lilin dan obor. Suasana Eropa yang sangat jadul abad pertengahan hingga abad 19. Memang saat usia remaja kami yang temannya perempuan semua  suka berimajinasi menemukan  tambatan hati yang seromantis dalam novel.

Hiburan utama kami memang banyaknya dengan membaca, atau sesekali nonton bioskop. Dan mendengarkan siaran radio. Pada masa itu televisi siarannya hanya TVRI saja, itupun jamnya terbatas. Pesawat televisinyapun umumnya hitam putih pula. Sangat jarang yang memiliki  TV warna apalagi video player. Jangan tanya soal internet, komputerpun pribadi belum ada . Jangan  tanya soal HP alias ponsel,  telepon rumah saja  hanya milik orang berada. Itupun sulit memperolehnya. HP sederhana baru mulai marak  tahun 1997an.  Telepon mobil baru ada juga tahun 1988an, itupun langka sekali.

Vokal Group SMP Santa Angela,dan Kesenian

SMP Santa Angela  tidak hanya piawai dalam soal pelajaran . Tapi di bidang karya seni juga .SMP Santa Angela pernah menjuarai festival vokal grup di Bandung tahun 1970an. Aku terpana kala kelompok vokal tampil di Malam Gembira. Kumandang lagu Tanah Gersang  seakan kekal di benakku. Sampai aku berharap suatu hari  ingin menyanyikan lagu ini, yang aku sendiri sampi kini tak pernah tahu siapa penciptanya.

Tanah gersang berbatu kerikil, Tiada air mengalir. Rumpun bambu tumbuh merana, tetapi kau hidup selalu. Secercah senyum tersimpul, tiada angin berlalu, Wahai kawan jangan berduka hidup  ini cerita”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun