Reuni Rompi Kuning, setelah 36 tahun silam.
Rompi warna warni memang ciri kental kostum siswi Santa Angela tempo dulu. Sekolah yang di masa silam muridnya semua perempuan, kecuali SPG dan TK nya. Di kompleks bangunan bersejarah ini kenangan itu tersimpan dan membuahkan rindu. Tulisan ini sekaligus untuk menambahkan tulisan sebelumnya . Mengapa judulnya ada kata Rompi Kuning Sang Bidadari. Ini sehubungan dengan sebuah komentar di tulisan ku sebelumnya.
Tulisan tersebut tentang Bandung Tempo Dulu di Ciumbuleuit .
Ini dia komentarnya
KOMENTAR : 7
zainal ilyas05 Januari 2014 18:23:24
Asyik banget, jadi nostalgia yang indah tentang Bandoeng 1960an. Ceritanya doeloe, setamat SMA dan lulus ujian masuk ITB tahun 1960 akhir, saya sampai di Bandoeng untuk pertama kali. Turun di stasiun Bandoeng sekitar jam 1 siang (dari Djakarta) dan naik betja menuju rumah paman di Jl Riau (rumah dinas tentara). Walau saya belum pernah ke Bandoeng, tukang betjanya tidak membodohi saya.
Saya ingat waktu lewat perempatan Jalan Merdeka pas di lokasi Sekolah, saya melihat banyak sekali bidadari baru keluar sekolah, berseragam. Saya terpukau, kok di Bandoeng ini ada sekolah bidadari, pikir saya. Sangat sangat cantik dengan seragamnya, kemudian saya tahu itu adalah sekolah St Angela.
.............
Seragam Santa Angela dengan rompi warna warninya memang secantik yang memakainya.
Nah , pasukan rompi kuning pada suatu hari ingin melepas rindu. Dalam acara spontan dadakan setelah berhasil menghimpun nomor WA mereka yang sudha bertebaran lintas kota dan benua. Memanfaatkan jeda libur lebaran. Karena reuni kerinduan ini tidak afdol tanpa menyusuri tegapnya bangunan tua yang menjadi saksi sejuta tawa dan perjuangan kami. Bahkan juga warna warni dunia kami sejak kanak-kanak hingga usia remaja. Yang hari ini kami sudah berusia Lolita,alias Lolos Lima Puluh Tahun.....
Di depan gerbang masuk jalan merdeka kami yang hadir segera berpose. Aduhai, setelah puluhan tahun silam kami melewati anak tangga ini demi menuntut ilmu dan berkawan dengan sahabat-sahabat kami, yang perempuan semua.
Masuk SMP tahun 1977 pada bulan Januari. Namun karena ada perubahan, tahun belajar di SMP bukan 3 tahun, melainkan 3 ½ tahun. Dulu awal tahun belajar bulan Januari, kenaikan kelas Desember. Selanjutnya berubah tahun pelajaran baru jadi Juli dan berakhir Juni.
Kami menamatkan SMP tahun 1980. Berarti 36 tahun silam .
Siang yang hangat, satu per satu kami memasuki pintu jalan Merdeka. Gedung dengan kategori Heritage, kompleks sekolah Santa Angela. Gerbangnya masih sama, tampak depan masih sama, kelas-kelas bangunan aslinya masih sama. Hanya lebih keren dan ciamik. Kursi mejanya bukan lagi kursi meja jati berwarna coklat. Lebih modern . Dulu meja kursinya dari kayu jati warna coklat dan kokoh.
Dulu kami suka pura-pura berlama-lama mencuci kuas bekas tinta dan cat air. Kalau sedang pelajaran seni rupa , dengan gurunya ibu Thress. Sambil menghirup hawa segar,dan jeda waktu dari suasana pelajaran yang rada mencekam .Mungkin gurunya terlalu disiplin dan streng . Sedikit refreshing. Pasti yang mengalami TST, tahu sama tahu.
Teringat juga pada ibu Hanaf , guru geografi yang kalau mengajar suka bercerita tentang petualangannya ke kawasan gunung berapi dan menempuh lokasi bahaya gas beracun sehingga harus berjalan sambil tiarap. Atau petualangan ke Afganistan. Kalau mengajar selalu plus wawasan lebih dengan pengalamannya keliling dunia sebagai geolog.
Ibu Sri guru bahasa Indonesia yang kalau mengajar sangat disiplin, angka ulangan sangat ketat, tapi kalau sudah ketemu diluar pelajaran sangat bersahabat. Ibu Rini, guru termuda yang smart dan cantik. Ibu Agnes guru Biologi favoritku.
Khusus tentang Ibu Rini, kami berhasil 'menculik'nya dari tempat beliau mengajar bimbel setelah pensiun. Ya ampuuuun, usianya sudah 64 tapiseperti seumuran dengan kami, awet muda dan masih cantik. Rasanya tidak lengkap reuni sekolah tanpa guru yang menjadi bagian masa perjuangan kami dulu.
Lorong senyap ini juga mengingatkan kami pada Pak Toyo. Yang kalau mengajar agak kurang jelas. Beliau guru biologi yang kalau praktikum tempatnya di lab bekas SKKP , pakai mikroskop dan bedah katak dan lainnya. Rasanya ribet sekali harus menggambar laporan pandangan mata dari mikroskop itu. Ternyata laboratoriumnya masih ada, malah jauh lebih canggih dan keren sekarang ini.
Adalagi guru yang suka menghukum kalau kami gagal menjawab Fisika dengan benar, Pak Argon. Namun intinya setiap guru menginginkan siswinya jadi lebih baik. Lalu Pak Isnendro, guru kesenian yang satu ini familiar juga. Hanya aku suka bingung dengan pelajaran musiknya.
Guru bahasa Inggris kami ibu Daim saat kelas 1 (sekarang kelas 7) dengan ciri khas gelungnya. Namun guru Bahasa Inggris yang mengajarnya sangat sistematis dan bikin paham seluruh tenses adalah Ibu Evi. Beliau rumahnya dekat rumah Inge Wibisono, di jalan Brantas Bandung.
Kalau Ibu Evi mengajar sambil bawa kaset lagu Inggris, duduk di bawah pohon Kiara Payung depan Rumah Supir dn sebelahan Rumah Hitam, lokasinya di lapangan olahraga . Lagu yang diputarkan dari ABBA. Hasta Manana. “Where is the spring and the summer......,” Aduh semakin kangen sekali suasana masa silam. Ibu Evi yang baik hati selalu menyediakan waktu di rumahnya buat kami belajar tambahan, asli gratis tis tis, tanpa imbalan apapun. Duuuuh, masih ada tidak ya guru yang begitu sekarang ini?
Lapangan Olahraga , Bangsal dan Rumah Hitam
Rumah Hitam? Betul di lapangan dulu ada bangunan berjajar. Rumah supir. Rumah Hitam yang biasa digunakan untuk kegiatan pramuka. Dulu kalau pramuka saat SD suka menginap dan bikin api unggun. Walau seram tapi hebat mereka berani ya. Dindingnya dari papan-papan bercat hitam, seperti rumah-rumah mandor Belanda di perkebunan teh atau rumah jadul Belanda yang mirip di Jalan Kiputih Ciumbuleuit. Dan dulu pernah ada ada di tikungan Jln Diponegoro – Jalan Dago/Ir H Juanda Kota Bandung. Yang sekarang jadi Ducomcell. Dulu bangunan rumah tinggal arsitektur heritage yang pernah digunakan untuk Butik Saphira dan Radio Lintas FM, lalu berubah menjadi factory outlet dan akhirnya Ducomcell.
Kalau menyaksikan hamparan lapangan ini, jadi ingat waktu SD kelas 2, pernah ada pesta kebun. Lapangannya dihias pakai tutup bekas kemasan susu dan kulit permen yang diikatkan di benang-benang kasur terbentang melintasi lapangan , diikatkan ke tiang-tiang . aduhai cemerlang dan indahnya. Aku ikut tampil dalam Pencak Silat yang dibina oleh Pak Endi. Lalu secara massal dengan teman sekelas tampil menyanyi sambil berbaris. Lagunya ,”Ngabaris beres niron tentara terus maju jalan tu dua tu dua. Ngelap-ngelap sang dwi warna,.....”
Di sebelah utara ada gerbang keluar lewat jalan Kenari. Dulu di sana ada baso enak, pakai ceker. Sama enaknya dengan baso di gerbang keluar jalan Sumatera. Yang letaknya di atas selokan (heran, dulu kok tidak jijik ya???) berupa gerobak tenda. Tepatnya di atas selokan yang menempel di pagar Taman Lalu Lintas Bandung. Es sekoteng dan bakso dimana kami suka makan sepulang sekolah.
Aduhai kenangan. Masa kecil dan remaja seakan hidup tanpa beban. Mengalir lewat hitungan zaman. Sekolah yang penuh kedisiplinan . Ilmu dan nilai yang mengantar kami sejak SD membentuk karakter dan etos kerja keras kami. Tumbuh dalam tahun-tahun yang panjang membuat kami merasa kedekatan yang sulit dilukiskan. Apalagi sebagian besar di antara kami besar bersama dari SD yang sama juga, Santa Angela.
Napak Tilas dan Rindu yang Terpecahkan
Rasanya reuni tak lengkap tanpa napak tilas ke tempat dimana sebagian besar hari-hari di masa kecil dan remaja kami mengalir. Kami ingin menuangkan rindu lewat kebersamaan seraya menyusuri kenangan. Seperti tumbuhnya kembali semangat muda kami. Seperti baterai yang dicharge kembali. Jika bersama dengan mereka yang pernah mengisi masa silam, ibarat waktu yang surut ke belakang. Tak ada salahnya.
Dress code, sesuai warna rompi kami, kuning. Boleh putih, boleh kuning. Yang sudah datang duduk di serambi koridor kelas VII.
Satu per satu bidadari rompi kuning hadir. Tebak wajah, ada yang puluhan tahun tak pernah ketemu lagi. Cipika cipiki dan derai kerinduan. Rasanya kangen sekali saat-saat kebersamaan dan hari-hari yang mengalir indah. Kesibukan kami masing-masing, dari wanita karier hingga ibu rumah tangga biasa membuat kami sulit saling jumpa. Namun bendungan rindu kali ini dan karena anak-anak sudah lumayan remaja, akhirnya banyak dari kami hadir di sini.
Grup WA yang dirintis oleh Pricilla Linda , master ilmu hukum (Belanda) dan Amanda (Inggris) serta Gregoria Rina (Cirebon) ini bahkan berjalan 24 jam. Karena kelompok Eropa , kelompok Aussie , justru aktif saat kami di Indonesia terlelap tidur. Ada Rini Widyantini , ada Monica Desideria. Lalu sejumlah nama yang maaf kalau saya tidak sebut semua,saking banyaknya, Irma, Yudi, Riri, Milly , Dilla, Meik, Nani, Neni, Nunuk, Pinpin, Ciska, Cika , Alda, Agatha, Dinnie, Yani, Inge, Detti, Siane, Banowati, Christine, Dixie, dan lain-lain banyak .
Terkenang saat duduk di kelas, ulangan yang menegangkan , kena marah guru Fisika jika kami salah menjawab. Atau yang sepatunya bukan vantofel hitam, kena hukum ‘nyeker’ sampai pulang sekolah. Gara-gara sepatu tidak sesuai dengan standar aturan. Sepatunya kebanyakan hitam mirip sepatu Bruce Lee .
Seragam kami rok bawahan rimple warna coklat harus selutut panjangnya. Kaos kaki juga harus panjang . Rompinya kuning dan ada standarnya juga. Harus rapi. Tapi yang paling keren kalau kami sudah ikut lomba baris berbaris. Pakai topi baret. Diperlombakan antar kelas dari SMP (rompi kuning), SMA (rompi merah), SKKP (rompi oranye) , SPG (rompi hijau). Tapi saat kami sudah SMP SKKP ditiadakan.
Kenangan lama bikin merinding, haru, dan bahagia. Gema langkah kami menyusuri koridor depan kelas 7A, 7B, 7C. Itu dulu kelas kami 1a b dan c. Kamar mandi yang dulu berjajar panjang serasa angker dan suram , kini jadi bagus dan cerah.
Aha, dulu kelas-kelas ini sorenya dipakai kuliah oleh mahasiswa LPS Santa Angela. Yang setahuku diva Ruth Sahanaya juga jebolan LPS Santa Angela. Lalu ruang-ruang SDnya dulu kalau sore dipakai SMA Conforti.
Dulu di dekat kapel bagian seberangnya , dimana ada taman mungil, di sana sebuah ruang perpustakaan. Perpustakaan dulu jadi favoritku, karena banyak sekali buku-buku bagus. Aku suka dengan ensiklopedia dengan gambar lukisan-lukisan karya pelukis klasik dan taman-taman di negeri orang.
Di perpustakaan aku sering jumpa Ida , siswi rajin dan cerdas putri seorang dokter dan ayahnya dosen ITB. Sekarang sudah menjadi dokter juga. Rupanya Ida menemukan buku-buku bagus yang hanya bisa dibaca di sana pada jam istirahat atau usai pulang sekolah.
Hiburan utama kami memang banyaknya dengan membaca, atau sesekali nonton bioskop. Dan mendengarkan siaran radio. Pada masa itu televisi siarannya hanya TVRI saja, itupun jamnya terbatas. Pesawat televisinyapun umumnya hitam putih pula. Sangat jarang yang memiliki TV warna apalagi video player. Jangan tanya soal internet, komputerpun pribadi belum ada . Jangan tanya soal HP alias ponsel, telepon rumah saja hanya milik orang berada. Itupun sulit memperolehnya. HP sederhana baru mulai marak tahun 1997an. Telepon mobil baru ada juga tahun 1988an, itupun langka sekali.
Vokal Group SMP Santa Angela,dan Kesenian
SMP Santa Angela tidak hanya piawai dalam soal pelajaran . Tapi di bidang karya seni juga .SMP Santa Angela pernah menjuarai festival vokal grup di Bandung tahun 1970an. Aku terpana kala kelompok vokal tampil di Malam Gembira. Kumandang lagu Tanah Gersang seakan kekal di benakku. Sampai aku berharap suatu hari ingin menyanyikan lagu ini, yang aku sendiri sampi kini tak pernah tahu siapa penciptanya.
“Tanah gersang berbatu kerikil, Tiada air mengalir. Rumpun bambu tumbuh merana, tetapi kau hidup selalu. Secercah senyum tersimpul, tiada angin berlalu, Wahai kawan jangan berduka hidup ini cerita”
Di lingkungan SMP ada lomba antar kelas. Kalau tidak salah kelasku pelatih vokalnya bernama Uki. Latihan rutinnya di rumah Oni di jalan Riau (sekarang jln Laswi). Karena di rumah Oni ada piano. Yang main piano Sally, pemain gitarnya Amanda dan Mince. Vokalisnya, Siska Andanti, Cindy, Irma, Riri, Rini Widyantini, Pinpin, Widyawati , Dewi Anggraeni, Agnes , Fifi, Shanty, Alda, Sita , Hetty, Maria Catarina . Lagunya “Anak Jalanan” salah satunya.
Pernah juga Harry Roesli di sekolah kami sebagai pelatih team untuk kompetisi se Bandung. Sementara Nicko, Nicky Ukur dan Nike menjadi dewan juri lomba VG antar kelas di lingkungan sekolah saja.
Christine, yang sekarang terjun ke seni desain dan batik, tahun 1980an pernah dikenal sebagai vokalis KSP (Kelompok Suara Parahyangan). Ia sangat kreatif dengan tampilan teater dan gerak lagu dan tarinya. Segala gagasan seninya selalu tertuang dalam pentasan yang memukau. Soal deklamasi dan membaca puisi, jagonya Monica Desideria, alumni Unpad, yang kelak menjadi presenter ANTV. Pembaca puisi lainnya adalah Siska Andanti yang kini menjadi dosen di Paramadina.
Detti Kesuma alumni Fikom Unpad, dulu adalah penari Bali dan penari Jawa serta jago musik sejak kecil. Selain sebagai MC. Rini Widyantini berkarier di Kementerian PAN . Pricillia Linda master ilmu hukum yang berkarier di Belanda. Amanda Gunawan berkarier di Inggris. Carolina yang berkarier cemerlang di Unpar dan juga Cindy. Lisa Andrian sebagai arsitek handal.
Angkatan kami banyak membangun karya dan karier gemilang. Kalau diceritakan semua takut halamannya habis nih. Sebetulnya di angkatan lain juga banyak yang populer seperti misalkan Ferina (vokalis dan aktris), Veronika Mulyono (pendaki terkenal), Stani Darmawan (pernah di GIA dan SBM ITB, atlet Tak Won Do), Dokter Farmanina (dokter kuli tkosmetika terkenal). Kalau di SMA pernah populer Elisabeth Hans Intermodel, lalu dari SPG ada Maria Anusawati sebagai Puteri Remaja Indonesia versi Majalah Gadis. Sayangnya aku kurang ingat dan paham kalau cerita lain angkatan.
Aduh maaf kalau saya lupa menulis semuanya.
Pulang Sekolah dan Keramaian Jalan Sumatera
Dulu pada jam pulang sekolah, jalan Sumatera ini sering macet. Antrean mobil dan HONDA (sebutan untuk angkot jadul) sering bikin macet. Kantor militer di jalan Sumatera dulunya ada warung tegal tenda tempat abang becak makan dan minum kopi. Jujur saja kalau perut sedang lapar sepulang sekolah suka kabita lihat makanannya.
Kenapa bisa kabita? Dulu sepulang sekolah banyak yang menunggu jemputan dan menumpang duduk di pekarangan kantor militer ini. Di bawah rindang pohon besar. Atau duduk di tembok pinggir selokan.
Ya , dulu itu yang tulisannya bagus dan catatannya sistematis jadi bahan rebutan. Sebagai contoh buku catatan milik Siswi Pintar seperti antara lain Sally, Anastasia Carolina , Inna Angka dan banyak lagi. Juga catatan dengan tulisan kerennya Irma ikut diburu orang. Mereka yang pintar dan bertulisan keren ini sering kebagian tugas menulis di papan tulis. Murid lainnya menyalin di buku.
Kalau masa kini, anak-anak kami semua serba buku cetak, sampai PR pun dicetak dalam LKS. Pdahal saat mencatat sebenarnya pelajaran lebih melekat erat di otak dan ingatan. Dulu mengitung asli pakai tangan dan otak, kalkulator semi dilarang. Paling pakai daftar logaritma kalau mau menghitung yang njelimet.
Kalau kerumunan siswi SMP dan SD Santa Angela sudah ada di jam pulang sekolah, banyak siswa SMPN 5 dan SMPN 2 yang kalau lewat matanya suka menatap tanpa kedip. Ya tentu saja, karena memang sekolah kami perempuan semua. Jadi ya cantik semua, masak ganteng sih?
Gita Cinta dari SMA dan Budaya Pop
Bicara soal budaya pop, saat itu lagi trendnya main soft ball di luar jam sekolah. Ada kelompok Rusa Hitam dan Cardinal. Pernah juga trend nya kelompok skate board dan sepatu roda. Di luar jam sekolah. Ada lomba kereta peti sabun, Christine termasuk yang pernah jadi pemenang. Kelak selepas SMP baik Christine, Fifi Sunaryo, Anne Hernilidya menjadi finalis hingga pemenang dalam lomba model seperti Gadis Logo. Karena mereka asli cantik-cantik bingit. Bahkan sampai sekarang sekalipun, di usia Lolita.
Penyanyi favorit kami saat itu adalah Chrisye. Pendatang baru dengan kejutan warna dan gaya beda. Yang beranjak pesat kariernya , buah bibir siswi-siswi saat itu, karena suara khasnya dan lagu-lagunya berkelas. Lilin-lilin kecil (James F Sundah) dan lagu-lagu sondtrack film Badai pasti Berlalu yang diangkat dari Novel karya Marga T.
Film Gita Cinta dari SMA, Puspa Indah Taman Hati, ikut mewarnai benak kami yang tengah ranum dan beranjak mengenal makna cinta dan asmara. Majalah Gadis menjadi favorit kami. Di Bandung pernah ada sebuah majalan mode bernama majalah Q yang sempat menjadi buah bibir. Pasalnya sosialita remaja Bandung terpilih menjadi model. Sebut saja Lila , Dewi dan Ucil.
Dulu ada istilah JJS LD , alias jalan-jalan sore lintas Dago. Seingatku banyak teman yang suka abring-abringan naik motor di senja kala. Waktu itu Bandung belum se panas terik sekarang. Masih teduh dan adem. Jalannya juga lengang dan tidak krouditseperti sekarang. Tempat nangkring sangat langka, paling hanya yoghurt Cisangkuy saja.
Tidak ada yang namanya cafe-cafe seperti sekarang. Kalau mau belanja juga hanya ke Alun-alun. Karena jalan Dago dan Cihampelas atau jalan Riau , Progo dan kawasan ‘Kota Tua’ Bandung murni asli masih perumahan. Tidak ada outlet apapun. Supermarketpun baru satu satunya , dan pertama di Bandung, tahun 1977, yakni Gelael Supermarket jalan Merdeka Bandung.
Waktu itu juga mode busananya, celana jeans Rock’n Roll, dan t shirt. Model rambutnya, yang poni nya dibikin seperti talang. Saat wisata ke Jakarta, Pulau Bidadari, Ancol, Planetarium, Museum, kami menginap di Jakarta. Waktu itu ada yang bikin rencana main dulu ke diskotik. Sesuai lagunya Guruh Soekarno, Keranjingan Disko. Memang saat itu sedang jadi trend. Bahkan kalau ada pesta ulang tahun, rumahpun menjadi disko dengan kerlip lampu warna kedap kedip, terang gelap.
Gerak Jalan yang Fenomenal
Dulu saat duduk di SMP kelasku (2A) pernah menjadi juara terbaik gerak jalan. Latihannya rutin di tengah lapangan. Biasanya sepulang sekolah. Komandannya Monika Raharti.
Baris berbaris ini menurutku sangat fenomenal. Karena selain rapih dan perempuan semua, otomatis cantik semua, seragam St Angela ini sangat kuat karakternya. Rok coklat di bawah lutut. Kemaja putih dan warna-warna rompinya. Warna rompi kuning SMP, rompi merah SMA dan rompi hijau SPG. Apalagi ketika SKKP masih ada, rompi oranye. Kami menyebutnya vest. Dengan kaos kaki panjang putih dan sepatu hitam, pakai sarung tangan putih, pakai topi baret ala tentara, makin cantik saja.
Perjalanan keluar lorong gerbang jalan Sumatera benar-benar mengesankan. Seperti pawai saja. Dari SMPsaja ada 9 kelas. Semarak warna dan kerapihan barisan, semangat yang penuh kedisiplinan dan kekompakan. Menyusuri jalan Belitung, jalan Banda , jalan Progo, jalan Diponegoro , sampai kembali ke kampus sekolah kami. Matahari waktu itu sinarnya masih lembut, Bandung masih sejuk , tidak padat dan macet seperti sekarang.
Kampus Santa Angela memang terlengkap, mulai dari TK, SD, SMP, SMA,SPG, dan pernah SKKP. Lalu ada LPS (Lembaga Pendidikan Sekretaris) Santa Angela. Ada juga Kursus Bahasa Inggris yang lengkap dengan laboratoriumnya.
Bunga-bunga Angsana dan Sejuta Nostalgia tak Terucap
Saat angsana kuning benderang, bertabur senada gemulai angin. Musim hujan menjadikan sejuk di bawah pohon angsana. Seperti itulah selalu Desember menutup tahun pelajaran. Jelang libur panjang sehabis dibagi raport kwartal 3.
Pohon angsana itu tegap di hadapan serambi SD St Angela kelas IB,kelas 2 A , dan kelas 2B. Atau tepatnya di depan aula tempat acara Malam Gembira ala Santa Angela rutin berlangsung. Tempat ini, tahun 1971 saat bulan Mei aku menjadi murid baru pindahan dari Malaysia , sungguh sarat kenangan.
Di bawah rindang dedaunannya hari demi hari setengah dari masa kecil kami tercatat. Tempat yang menjadi sebagian dari hari-hari kami tumbuh besafr berkembang.. Bahwa masa kecil selalu menjadi dasar pembentukan karakter dan habit kebanyakan insan. Untukku teman-teman yang tumbuh dalam 6 tahun serasa menjadi bagian belahan jiwa yang sulit terlupakan. Seperti saudara dan keluarga. Tumbuh dalam kebersamaan yang cukup signifikan.
Duduk di bawah rindang dan wanginya angsana sambil makan Cistik bersiram sambal. Atau makan mie bersiram saus pedas (cuko empek-empek). Kalau aku doyan juga donat bertabur gula halus dan pisang penyet atau tahu tepung bersiram sambal...
Dulu itu ada keripik singkong pedas yang warnanya merah menyala. Merah cabai . Atau makan es mambo kacang ijo dan ada juga es mambo rujak. Jajan comro yang dicetak, juga nikmat sekali.
“Bersikap... ! bersikap.... ! bersikap!” suara nyaring seorang siswi berambut panjang dengan pita di kepang 2 nya. Namanya Lanny, anak terpintar lho. Lanny berdiri di depan 3 barisan siswi. Tangan kami lurus dan kami tepukkan ke badan . Yang barisan paling rapih masuk duluan. Habis berdoa baru kami mulai belajar.
Hadeeuh. Aku ketinggalan pelajaran. Untung Ibu Berta menyediakan waktu tambahan sepulang sekolah. Sambil menunggu kakakku yang pulangnya jam 12.30. Aku jam 11 sudah pulang. Kelas 1 SD soalnya.
Saat main menunggu kakakku pulang, di bawah rindang angsana ada Keiko . Yakni teman SD yang memang sudah cantik dari kecil. Jemari lentiknya memunguti buah bunga angsana saat kemarau. Aku bertanya untuk apa. Keiko bilang, simpan dalam sepatu selama semalam. Besok paginya bisa berubah menjadi hadiah kue. Ahaaa, aku diam-diam memunguti buah yang sama, membawanya ulang, untuk mencobanya. Dan esok paginya buah angsana tak pernah berubah menjadi kue. Tapi berimajinasi itu indah. Tak masalah.
Di bawah rindang semerbak wangi itu juga kami main Sondah. Atau main sepintrong, dan lompat tinggi. Kalau sedang musim spintrong dan lompat tinggi kami kebanyakan membuat talinya sendiri dari rangkaian karet gelang . Jangan ditanya, di depan SD yang bangunan Belanda itu serambinya penuh dengan yang sepintrong. Termasuk juga di lapangan. Eits, waktu tahun 1971 lahan depan SD itu berdebu alias belum dibeton. Di seberang SD ada biara dengan taman yang membentang indah. Ada pohon Kemiri yang di bawahnya ada gua St Maria.
Jika musim main beklen tiba, maka seluruh teras depan kelas juga penuh dengan yang main beklen. Kalau musim main sondah begitu juga. Tapi yang paling ramai main galah asin dan kucing-kucingan, seru sekali.
Rumah Teman, Rumah Kenangan
Dari sekolah ini kami juga punya jalan kenangan. Saat harus membuat tugas bareng teman. Atau hanya sekedar minta minum dan menumpang berteduh. Rumah Irma di Jalan Belitung tepat depan Taman lalu Lintas, itu yang sering aku singgahi. Karena dekat dengan sekolah.
Pernah juga aku menemani Yani jalan kaki ke rumahnya Jalan Sawunggaling karena ada buku yang tertinggal. Mengantar Linda Simon, siswi cantik berwajah indo Belanda ke jalan Haji Akbar dengan naik becak juga pernah. Atau hadir di ulang tahun Inge di jalan Brantas Bandung. Latihan Vokal Grup dirumah Oni jalan Riau dan di rumah Mona Sulaiman di jalan Veteran. Rumah Claudia di Viaduct juga sering jadi tempat singgah menunggu angkot dan menumpang minta minum.
Dulu rasanya semua rumah dekat dan di kota . Yang jauh paling-paling di kawasan Hegarmanah dan Panorama. Atau di Cibeureum Cimahi. Makanya yang pulang pergi sering jalan kaki seperti aku ini banyak juga.
Begitu banyak kenangan yang tersimpan . Waktunya terlalu singkat memang . Namun reuni dan napak tilas ini sangat berarti, menderaikan tawa kami, menyegarkan semangat kami, dan mengobati rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H