Mohon tunggu...
Petrik Matanasi
Petrik Matanasi Mohon Tunggu... -

Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY Jogja. Kini tinggal Palembang. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Klowor Sang Kopral

15 September 2010   09:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:14 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rumahmu menyenangkan Maria” kataku. “Oh ya, aku kira rumahku cukup buruk” balas Maria merendah. Bagiku rumah maria enyenangkan. Dia tinggal di daerah yang jauh dari rumah kumuh pribumi. Pohon mangga besar didepan rumahnya membuat rumahnya teduh.

“Ini rumah, pinjaman dari keluarga van Rossen yang dinas di Banjarmasin.” katanya. “Entah kapan mereka akan kembali tempati rumah mungil ini.”

Selesai mengupas mangga. Kami pun makan. Maria berdoa ala Katolik. Aku tidak berdoa. Aku tidak punya agama, jadi tidak perlu berdoa dan hanya menunggunya selesai berdoa.

Kami makan pelan-pelan. Aku tidak makan tergesa-gesa seperti di tangsi. Aku makan sambil menatap mata Maria yang indah tiada. Sengaja aku tidak cepat-cepat habiskan makananku, agar bisa lebih lama melihat matanya. Matanya membuatku jatuh cinta.

“Bagaimana?” tanya Maria.

“Enak, jauh lebih enak daripada di tangsi. Disana semua makanan rasanya sama saja, hambar” jawabku dan Maria tersenyum mendengarnya.

Kami meneruskan makan. Tentu saja aku aku curi-curi untuk melihat matanya. Melihat tingkahku, Maria hanya tertawa.

“Ada yang aneh?” tanya Maria.

“Matamu indah Maria. Tuhan Yang Agung menciptakannya untukmu. Kau beruntung.” balasku. Sekali lagi Maria tersenyum padaku dan berkata, “kau berlebihan kopral.”

Makan-makan berakhir. Makanan Maria jelas enak. Misi makan enak yang terngiang sejak di tangsi sukses. Misi lain adalah menatap mata Maria, masih berlangsung. Aku dapatkan dua hal hari ini. Aku laki-laki beruntung hari ini.

Hanya sepiring mangga potongan Maria masih tersisa. Kami habiskan pelan-pelan. Aku tidak banyak bicara. Aku hanya menatap matanya lagi. Tidak pernah bosan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun