Saat pulang sekolah belum juga masuk rumah, kerudung yang ia kenakan ia lempar ke kursi. "Gerah...", katanya.
Bulan ramadhan telah tiba, anak-anak perempuan lain memakai mukena  untuk menjalankan sholat tarawih, tapi putri saya meminta baju Koko dan celana panjang plus peci. Dan berdiri di depan jamaah bersama saya untuk menjadi imam.
Anak laki-laki di perumahan kami biasanya minta dikhitan pada umur 9-10 tahun. Mengetahui teman-temannya sudah dikhitan, Â setiap hari ia bertanya pada ibunya,
"Aku kapan bu?" duh .. bagaimana coba, mosok anak perempuan minta disunat?
Menjelang lebaran kedua kakaknya minta baju baru yang kami belikan di sebuah supermarket di Semarang. Mereka meminta rok panjang warna pink. Saat putri kecil saya disodorkan rok cantik warna pink, ia marah. Satu kotak pakaian digulingkan ke lantai sampai mbak SPG nya geleng geleng kepala.
Suatu hari, sehabis main bola dengan teman-temannya, wajahnya penuh lebam.
"Gelut", jawab anak saya santai. Rupanya saat main bola ada yang usil dan putri saya tersinggung. Ia langsung memukul dan dapat balasan. Tapi tidak menangis.
Saat itu ia sudah kelas VI SD, di celana dalamnya ada bercak merah, lalu ia secara sembunyi-sembunyi bertanya pada ibunya.
Dan sejak itu ia mau main keluar lagi bersama teman-teman laki-lakinya.
Putri saya baru benar-benar tersadar kalau ia memang perempuan tulen.
Saat ini putri saya sudah tidak tomboy lagi. Ia sudah berusia 15 tahun. Dan tahun ini akan masuk sekolah jenjang SMU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H