"Pernah pesan taksi go-jek pakai hp ini"
"Am .. pun .. pernah ... Paduka. Ampun Karimi pernah Paduka."
"Baik, terima kasih. HPnya kupinjam dulu. Kirim rekening pembayaran kreditnya ke bendahara kerajaan."
"Ampun. Paduka. Ampun. Karimi siap Paduka."
Ki Difangir pun blusukanlah dengan taksi gojek dari hp Karimi. Dilihatnya kesibukan masyarakat di Ibukota memang luar biasa. Hampir di semua lini, arus mobil sangat besar, dan macet di beberapa titik. Tiba-tiba pandangan Ki Difangir terpaut pada sosok seorang Putri di sebuah Halte. Masya Allah, ada rakyat kerajaan Matraman Raya yang seperti itu.
"Pak Sopir, bisa menepi sebentar."
Begitu sampai di tepi, Ki Difangir memperhatikan putri tadi, sepertinya Ki Difangir pernah melihat putri itu, tapi Ki Difangir agak pusing karenanya. Di mana pernah melihat putri itu ya ?
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan putri itu. Dari dalam mobil terdengar suara:
"Putri Raisani, ayolah cepat masuk."
Ki Difangir hanya mendengar sepintas, dan Ki Difangir terkejut ketika kaca pintu mobi bagian belakangnya sedikit terbuka, nampak wajah Permasisuri Mingset muncul. Namun hanya sepintas. Mobil itu kemudian berjalan begitu cepat. Sebetulnya Ki Difangir bisa saja mengeluarkan ajian angin sepoi-sepoi untuk membuat pengendara mobil tadi merasa mengantuk. Supaya pengendara mobil tadi menghentikan mobilnya sejenak. Tetapi itu akan sangat berbahaya bagi pengendara mobil plat D 2103 PM itu, Â dan mobil mobil di kawasan itu. Karena ajian angin sepoi-sepoi kalau diterapkan pada posisi dari kejauhan harus dalam satu kawasan. Berbeda halnya kalau hanya berhadap-hadapan, kekuatannya tidak perlu full pun sudah dapat menidurkan orang, paling tidak membuat orang yang terkena ajian angin sepoi-sepoi mengantuk, sampai tidak sadarkan diri.
Akhirnya Ki Difangir memutuskan untuk pulang ke Istana. Â Â