Tibalah di suatu lapangan besar. Angsa-angsa berteriak, angsa kwek-kwek, mantap. Namun kemudian terdengar lenguhan gajah, dengan bangganya menggerakkan belalainya ke atas, kemudian meneguk air kolam banyak-banyak. Gajah-gajah tidak tahan haus. Kalau ngamuk berbahaya nih, si gajah. Di tempat lain banteng sudah menunggu, kaki-kakinya seolah mencengkeram bumi, matanya melotot seakan mau melabrak apa pun yang menghalangi. Kumisnya dipilin-pilin seolah mengejek, mana kalian bisa menang melawan banteng. Semut-semut tidak ketinggalan bernyanyi rapi. Badannya kompak bergoyang ke kanan ke kiri, seolah pengin bileng jangan remehkan kami. Waktu makan siang pun membuat kami saling bertegur sapa, sambil menanti apa yang akan terjadi.Â
Rupanya masih ada tantangan lain, kayaknya lebih berat karena memerlukan tenaga yang kuat serta kecerdikan menempatkan diri. Gajah-gajah, banteng, semut dan angsa-angsa harus mengikuti lomba terompah. Ada kayu panjang yang di beberapa tempat diberi potongan ban yang diikatkan ke kayu sehingga seperti terompah panjang, yang dapat dipakai berempat. setelah berdiskusi sebentar teman-teman angsa memutuskan bahwa angsa yang tubuhnya tinggi, tapi gemuk akan berada paling depan, yang di belakangnya angsa yang agak kecilan. Angsa paling depan diharapkan menarik terompah dengan langkah panjang dan cepat, sedang angsa di belakangnya mengikuti. Gajah-gajah kesulitan berlari, banteng-bangten sudah tidak sabar kapan dimulai, pada bagian ini, siapa yang mampu menandingi, semut-semut jejer bernyanyi, sadar kalau hanya merupakan penghibur diri. Di luar dugaan. Angsa mampu memenangkan lomba terompah ini. Barangkali karena strategi jitu angsa dalam menghadapi masalah. Malam itu, baik gajah, banteng, semut, maupun angsa-angsa istirahat kecapain, setelah melalui hari yang cukup melelahkan.
Paginya di halaman semua berkumpul ada beberapa permainan yang harus diikuti. Bagi anggota yang sudah masuk dalam satu permainan tidak diperkenankan mengikutinya lagi. Untuk permainan fisik begini, kelihatannya lebih baik pasrah deh, biarkan kawan-kawan angsa lain yang unjuk gigi. Tapi kulihat ada kawan lama, seekor angsa betina berdarah biru, yang gundah. Ketika kutanya ada masalah apa ? Rupanya si angsa berdarah biru ingin ikut lomba lari karung, wkwkwk. Sudahlah wajahnya biasa saja, badannya agak gemukan, mau ikut lomba lari karung, bagaimana kawan. tapi dia angsa berdarah biru, kebetulan sudah kenal lama pula. Oklah, sesekali booleh nih mencoba menjadi Karna:
Akhirnya kucari si muka boros untuk ikut ambil bagian dalam lomba lari karung ini. Kami bertiga, masing-masing angsa masuk ke dalam karungnya sendiri, lalu kuminta si angsa darah biru berada di posisi tengah, sedang si muka boros dan aku sendiri di samping kiri kanan si angsa darah biru. Kami latihan sejenak, sebelum lomba. Kuberikan sedikit instruksi, masing-masing harus berpegangan di sebelahnya. Karena si angsa darah biru, badannya agak gemukan, kuminta loncat belakangan, biar kami, aku dan si muka boros loncat duluan, sehingga si angsa darah biru, tinggal numpang loncat dan kami bisa maju dengan cepat. Satu putaran menang. Dua putaran menang. Angsa memenangkan lomba lari karung ini. kulihat si angsa darah biru begitu gembira, disambut tepuk tangan dan salam dari gajah-gajah dengan sentuhan belalainya, si banteng senyum sambil memelintir kumisnya, semut-semut seperti biasa mereka berbaris rapi, dan menyanyi, menggoyangkan tubuhnya ke samping ke kiri, sesekali mereka bergerak naik-turun membentuk gerakan seperti gelombang. Kulihat si muka boros, kelihatannya dia puas. Kalau ingat si muka boros ini, jadi ingat Sukrasana. Si muka boros ikhlas mengambil inisiatif ketika para angsa lainnya diam membisu. Si Muka boros tidak ingin berkuasa, walaupun mengangkat dirinya menjadi ketua. Si muka boros hanya ingin, para angsa ini punya ketua, tempat berunding dan memutuskan segala sesuatu, tanpa harus memaksakan pendapat. Salut untu si muka boros, Sukasrana adik Sumantri mungkin cocok mawujud pada diri si muka boros:
Tibalah malam api unggun, untuk mengakhiri hari-hari silaturrahmi yang sungguh melelahkan, membutuhkan fisik prima, namun dipenuhi dengan sisi positi motivasi, care, kerjasama, share n connecting dan banyak lagi. Sengaja agak terlambat datang ke arah areal api unggun, khawatir jangan-jangan diminta memimpin doa. Namun ketika sudah agak dekat ke tempat api unggun yang menyala-nyala, menerangi halaman yang gelap, nampak berlari banteng dengan gesit melewati gajah yang sedang duduk santai. Terdengar bisikan lirih, tapi geram. Siapa juaranya, tanya si gajah. Banteng yang ditanya, menjawab agak geram, payah deh, lalu dengan suara cepat berbisik ke telinga gajah yang cukup besar itu, lirih terdengar s-w-a-n. Sambil senyum sendiri, seolah tak percaya kudatangi areal api unggun itu dengan penuh tanda tanya, mungkinkah ?
Dan ketika semua basa basi sudah dimulai, tiba-tiba panita materi dan teri terasi, memberikan informasi tentang pemenang lomba sillaturrahmi selama 3 hari ini. Saudara-saudara sekalian pemenangnya adalah Angsa. Sorak sorai angsa-angsa kontan membahana. Siapa yang mengira ? Sedangkan menerima nasib sebagai angsa saja, sudah tak rela. Memilih ketua seperti tak butuh saudara, lu-lu gue-gue, terserah saja. Malam itu angsa-angsa menemukan kebahagiaan yang tak terhingga. Begitu juga aku. Sungguh suatu perjuangan harus dimulai, diusahakan, didorong, dibawa ke arah yang sasarannya jelas. Hasil suatu usaha kadang tak seperti yang diharapkan, tentu saja karena rahmad dan berkah illahi Rabbi juga, malam itu kebahagiaan yang muncul seperti:
http://www.kompasiana.com/masjokomu/merasakan-kenikmatan-sabdo-pandito-ratu_562d587a66afbd070920bc35
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan: Angsa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H