Seperti halnya Karna, maka Sumantri merupakan salah satu tokoh dalam Tri Pama, yang dipopulerkan kepada masyarakat sebagai salah satu tokoh yang dapat dipakai sebagai panutan dalam meniti buih kehidupan, tentu saja tidak dengan melihat secara hitam putih. Sumantri sebagai manusia yang lahir dari belahan bumi yang tidak mengalami dinamika perselisihan, perebutan pengaruh, intrik dan berbagai bunga kehidupan lainnya, memilih kompetensi sebagai dasar penentuan pengambilan keputusan.
Kebetulan pula Sumantri muncul sebagai tokoh yang sangat tampan, kalau kemudian sakti pula, tentu akan menjadi daya tarik lebih dari Sumantri. Namun Sumantri memang bukan tokoh sembarangan. Sebagai pemuda dari desa yang merantau ke kota pusat kerajaan Maespati, Sumantri berhasil membuktikan bahwa dengan kompetensi yang dimiliki, Sumantri berhasil menjadi Perdana Mentri! So, bukankah itu suatu prestasi yang luar biasa hebat. Siapakah di dunia ini, yang tidak ingin sukses seperti Sumantri. Bisa jadi Obama, menjalani beberapa episode Sumantri. Obama pada awalnya muncul menjadi icon hidupnya kembali semangat Amirika. Bahwa Amirika adalah negara besar yang memberikan harapan, kepada siapa saja untuk dapat mencapai sukses, asal melalui jalur kompetisi, yang lebih mengunggulkan kompetensi. Yes we can, cetar membahana. Sumantri dapat dianggap peletak dasar, yes we can, yang bergaung di Amerika?
Berbeda dengan Sumantri adalah Sukasrana, adik Sumantri. Sukasrana di samping buruk rupa, tidak setampan abangnya Sumantri, jadi akan sulit menjumpai nama Sukasrana, namun Sukasrana, lebih mampu menyerap kemampuan yang tersimpan di alam jagad raya, dan mewujudkannya dalam bentuk yang dia inginkan. Kekuatan Sukasrana yang begitu besar jarang dipergunakan, karena dalam kehidupan Sukasrana, keinginanannya sangat sederhana, yaitu sangat sayang dan setia serta ingin mengikuti kakaknya Sumantri.
Namun seperti halnnya manusia-manusia lainya di muka bumi, maka Sumantri sebagai gambaran dari manusia unggul, mempunyai kelemahan, mempunyai sisi buruk, mengalami disorientasi dalam menghadapi tantangan pada berbagai episode hidup dan kehidupan ini. Keberhasilan Sumantri mencapai puncak tertinggi dalam kehidupan seseorang dari orang biasa, yang sangat fenomenal, rupaya bukan tanpa cela. Elaborasi terhadap sisi gelap usaha keras Sumantri dalam meniti karier sehingga mencapai tataran tertinggi dalam kehidupan manusia, tercoreng dengan cara dan sikap kurang terpuji. Secara ekstrim Sumantri dapat diasumsikan sebagai orang yang suka sikut kiri sikut kanan, yang penting usahanya berhasil. Menghalalkan segala cara itu mungkin terlalu kasar jika disemantkan kepada Sumantri, namun boleh sebagai peringatan dini, bahwa hal tersebut banyak dilakukan dan bahkan dianggap sebagai suatu tantangan dan peluang yang harus digali, bahkan bisa jadi masih berkembang dan banyak terjadi di masa kini.
Namun terlepas dari itu semua, bahwa Sumantri merupakan idola bagi yang menjujung tinggi kompetensi, masih lebih banyak digandrungi. Adalah wajar dalam kehidupan ini, kompetisi terjadi di berbagai bidang dan menyita hampir seluruh waktu dan sisi kehidupan. Gambaran sederhana di kampung Kompasiana kita saja, kompetisi berlangsung sangat ketat, walaupun pada saat yang sama keterbukaan dielaborasi dengan sangat luas dan bebas. Adanya highlight-headline, nt, gt dan fresh merupakan gambaran bagaimana kompetisi dapat berlangsung di banyak sisi. Sumantri yang memegang teguh kompetensi, menjadikan Sumantri lupa diri, sebagian secara satire menganggap Sumantri Melik nGendong Lali. Â
Hal itu terutama ketika Sumantri mengambil keputusan untuk menyatakan kepada atasannya Prabu Arjuna Sasrabahu, yang konon memberikan tugas kepada Sumantri sebagai syarat permintaan Sumantri akan diterima untuk menjadi punggawa kerajaan Maespati, secara lugas, untuk dapat mengalahkan Sumantri terlebih dahulu, kalau ingin Dewi Citrawati menjadi permasuri Prabu Arjuna Sasrabahu, karena untuk mendapatkan Dewi Citrawati, bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Sumantri sudah bersusah payah dalam usahanya memboyong Dewi Citrawati ke kerajaan Maespati. Hanya dengan kompetensi yang dimilikilah, Sumantri berhasil memilikinya. Kemampuan Sumantri mengalahkan raja-raja yang ingin melamar Dewi Citrawati dan mengembalikan semua raja pelamar itu kembali pulang ke kerajaan masing-masing, merupakan bukti bahwa Sumantri memang oke. Kompetensi yang dimililki Sumantri tiada bandingnya di muka bumi.Â
Kesuksesan Sumantri memboyong Dewi Citrawati, membuat Sumantri mabuk kepayang, suatu penyakit yang sering muncul pada setiap diri manusia yang sedang berada di puncak kehidupan. Lupa daratan. Tantangannya kepada Prabu Arjuna Sasrabahu yang nota bene merupakan atasannya, hanya karena Sumantri mendasarkan keputusan, kebijakan yang diambil berdasarkan kompetensi tinggi semata, berdampak negatif di dunia persilatan di muka bumi. Orang suruhan kok jadi pengin memiliki, berani pula menantang atasan, bukan hanya mengancam, atau protes keras, tapi bahkan sampai mengajak duel. Adu kompetensi! Namun kesaktian Sumantri ternyata yang memang sebanding dengan Prabu Arjuna Sasrabahu memang sempat mengguncang jagad berita Ina masa kini. Walaupun akhirnya Prabu Arjuna Sasrabahu bertiwikrama. Berubah! Duarrrr. Prabu Arjuna Sasrabahu menggetarkan jagad raya, dengan mengubah dirinya menjadi Raksasa yang sangat besar. Berubahnya Prabu Arjuna Sasrabahu menjadi Raksasa Besar, memberikan gambaran bahwa kesabaran manusia ada batasnya. Ngono yo ono ning ojo ngono. Kalau menghadapi seseorang yang sudah keladuk wani kurang dugo, diberitahu secara baik-baik tidak mempan, apalagi sudah dikasih hati, masih ngrogoh rempela, bikin jantung berdebar keras, muka merah, tangan gemetar menahan amarah, darah mendidih sampai ke ubun ubun, emosi meledak tanpa terkendali. Amuk! Sontak Prabu Arjuna Sasrabahu menjelma menjadi Raksasa besra. Kompetensi Sumantri yang sudah sangat tinggi, terhempas seketika, menghadapi kesaktian Prabu Arjuna Sasrabahu. Senjata andalan Sumantri panah Cakabagaskara dengan mudah ditangkap Prabu Arjuna Sasrabahu yang sudah menjelma menjadi raksasa. Sumantri dibikin tak berdaya.
Kekalahan Sumantri dalam kompetisi adu kompetensi yang selalu dijunjung tinggi, menjadi pelajaran berharga bahwa di atas langit masih ada langit. Bahwa menyelesaikan tugas berat yang diberikan atasan, bukan berarti sudah lebih mampu, lebih hebat dari atasan. Berjasa besar terhadap suatu hal yang ditugaskan kepada atasan jangan lalu dianggap investasi yang harus dipublikasikan dan perlu mendapat respon, timbal balik, sebagai kebebasan menuntut, mengancam, apalagi menantang atasan. Periode gelap Sumantri atas lupa dirinya tidak berakhir begitu saja. Manusia diberi waktu untuk toba, setelah terkena penyakit lupa diri. Namun manusia juga dituntut untuk dapat bertanggung jawab atas resiko dari keputusan nekat karena lupa diri, untuk bekerja lebih cerdas, berusaha lebih keras, bukan sekedar nrimo in pandum, mohon ampun serta sabar menjalani. Sumantri harus mampu memindahkan taman Sriwedari ke kerajaan Maespati. Mak. Hukuman yang luar biasa berat, yang bukan saja di luar kompetensi yang dimiliki Sumantri. Tetapi juga memang di luar akal sehat, bagaimana mungkin memindahkan suatu tempat yang begitu indah di muka bumi ini, ke tempat lain di muka bumi yang lain. Sumantri lari ke dalam hutan, menyendiri, repositioning, sungguh amat berat untuk dapat melakukan tugas sebagai hukuman yang diberikan kepada Sumantri. Kalau saja Sumantri hidup di jaman kini dan sudah punya modal besar dan punya banyak akun, mungkin Sumantri tinggal kontak seorang perantara, maka tugas atau keinginan Sumantri yang lain pun seperti ilmu menembus dinding, bahkan ruang dan waktu pun bisa terjadi. Namun Sumantri harus menerima kenyataan pahit, seperti halnya banyak orang yang sedang terpuruk di berbagai belahan bumi. Bahwa pada periode tertentu orang akan mengalami situasi berada di titik Nadir.
Ketika Sumantri berada di bawah titik nadir inilah datang Sukrasana, adiknya yang sangat sayang dan setia, yang dalam hidup kehidupannya hanya ingin mengikuti Sumantri. Sukasrana dengan penuh iba, mendengar keluh kesah Sumantri yang sedang gundah gulana, tak mampu lagi berdaya upaya, menghadapi bencana seperti halnya banyak orang yang sakit sesak nafas, bahkan sampai memakan korban jiwa yang tidak sedikit, karena mendapat bala. Hanya dapat meratap dan menceritakan kesulitan besar yang dihadapinya, harus memindahkan Taman Sriwedari ke kerajaan Maespati.
Â
Sukasrana, yang selama ini njajah deso milang kori, sambil menyerap kekuatan langit dan bumi, serta tidak melewatkan untuk tetap memetakan persoalan yang dihadapi masyarakat banyak dalam blusukannya dalam rangka mencari kakaknya, yang sangat disayangi, dengan penuh setia tiada tara, hanya ingin mengikuti ke mana arah Sumantri pergi akan diikuti, dengan serta merta menyanggupi untuk membantu tugas berat yang harus dilaksanakan Sumantri. Kemampuan Sukasrana yang sangat fenomenal dan hanya ditunjukkan pada saat-saat terdesak karena dilandasi rasa sayang, setia serta keinginan untuk mengikuti itu, membuahkan mewujudnya kekuatan langit dan bumi serta daya dorong situasi kondisi masyarakat yang nyata, menyatu, sehinga mampu memindahkan Taman Sriwedari ke kerajaan Maespati. Sumantri pun bebas dari hukuman dan dilantik menjadi Perdana Menteri.Â