Secara eksplisit, dia terlihat hendak memposisikan cadar sebagai sesuatu yang mesti distigma lebih rendah dari pakaian tradisional.
Di sini nampaknya Permadi lupa tak paham bahwa cadar adalah masalah yang di dalamnya terjadi perbedaan pendapat bahkan di antara para ulama Syafi'iyah sekalipun*. Adapun salah satu golongan yang menyandarkan diri pada mazhab fiqih yang diprakarsai oleh Imam Muhammad Idris al-Syafi'i itu adalah Nahdlatul Ulama (NU).
Dan kita tahu bahwa Permadi ini gemar mengidentifikasi dirinya sebagai nahdliyyin atau setidaknya akrab dengan orang-orang NU.Â
Jadi mengatakan hal buruk mengenai cadar apalagi mengafiliasikannya hanya kepada sikap ekstrim sebagian orang Islam, eksklusif apalagi hanya sekedar poligami, ibarat seorang yang menumpang jualan di pekarangan orang tapi nyinyir terhadap salah seorang anak si tuan rumah.
Sentilan pun datang dari Dr. Nadirsyah Hosen. Dalam twit yang me-mention Permadi, Rais Syuriah PCI NU Australia dan New Zealand itu menilai bahwa memperbandingan kebaya dan cadar adalah sebuah pemikiran sempit.Â
Mas @permadiaktivis pendapat saya wajah perempuan gak termasuk aurat, sehingga gak wajib ditutupi. Tapi kalau ada yg mau bercadar, saya hormati. Toh gak ganggu saya apapun pilihan cara berpakaian dan alasan mereka. Buat saya terlalu sempit menilai perempuan semata dr pakaian
Demikian bunyi twit Gus Nadir.Â
Offside lagi...
Oleh sebagian orang, cadar kerap dijadikan sebagai alat untuk mengidentifikasi ekstrimisme. Jelas hal itu adalah sebuah penilaian yang keliru. Gebyah uyah kata orang Jawa.
Jika para ekstrimis berlatar agama itu mengenakan cadar, bukan berarti cadar hanya identik dengan pemahaman ekstrim terhadap agama. Akibat pemikiran salah itu, muncullah diskriminasi dan antipati orang terhadap pengguna cadar. Meski tak ekspresif, paling tidak ada saja yang berpikir, "Beragama kok gini-gini amat ya terlalunya".Â
Dan twit Permadi bisa saja menimbulkan kesan lebih buruk lagi. Apalagi saat disentil Gus Nadir, dia berkilah bahwa cadar tak punya sandaran kuat dari Quran maupun hadits.Â
Lha kalau pernyataannya itu dipegang oleh para follower-nya, lalu diletakkan dimana hasil ijtihad para ulama fiqih yang jelas mu'tabar (otoritatif) dalam keilmuannya?, dimana sebagian dari mereka berpendapat bahwa cadar adalah sunnah.