"Kami Korlabi mendampingi Ibu Ratih atas nama pribadi/muslimah dengan melaporkan Sukmawati atas dugaan penghinaan kepada Nabi Muhammad dengan apa yang dikatakan oleh Sukmawati, yaitu membandingkan Sukarno dengan Nabi Muhammad," jelas Sekjen Korlabi Novel Bamukmin dalam keterangannya, Sabtu (16/11/2019) sebagaimana dilaporkan detikcom.
Menanggapi hal itu, Sukmawati justru mempertanyakan tentang "perbandingan" yang dimaksudkan dalam laporan itu. Dia pun mengutarakan bahwa Soekarno tentu memiliki derajat yang berbeda dengan Nabi Muhammad.
Meski seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan, Soekarno tetaplah seorang manusia biasa. Dia pun menyatakan bahwa dirinya mencintai para nabi sehingga tak masuk akal jika dikatakan melecehkan nabi.
Sementara itu pengasuh pengajian Jamaah Wisata Hati, Ustadz Yusuf Mansur pun memberikan komentarnya. Dia berpendapat bahwa Sukmawati telah melakukan off side karena terlalu jauh membandingkan Soekarno dengan seorang nabi.
Meski tak lantas mengatakan bahwa pertanyaan itu sebagai sebuah penghinaan, dia menekankan bahwa masalah terkait seorang pemimpin agama yang mulia hendaknya disampaikan dengan hati-hati sehingga tak menimbulkan persepsi negatip.
Salahkah Sukmawati?
Secara harfiah, Sukmawati bisa jadi tak salah. Tapi secara etika, tentu bermasalah.
Pertanyaan itu seharusnya ditanggapi sebagai sebuah pertanyaan yang diarahkan pada wilayah waktu dan tempat tertentu. Logikanya, bagaimana mungkin Nabi Muhammad berjuang untuk membebaskan Indonesia, wong beliau hidup di wilayah yang ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia.
Pun bagaimana mungkin Nabi Muhammad berjuang untuk membebaskan Indonesia, wong Belanda menjajah Indonesia itu 10 abad setelah beliau wafat. Sehingga pertanyaan itu sebenarnya adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab karena di dalamnya sudah mengandung jawabannya.Â
Meski begitu, etika tetaplah etika. Dia diletakkan di posisi yang tinggi, di atas sebuah kebenaran sekalipun. Sebagaimana adab yang diletakkan di atas ilmu.Â
Dalam kasus ini, jika ingin mengajak generasi muda untuk meneladani tokoh yang hidup di masa kekinian terutama terkait nasionalisme, hendaknya mengambil perbandingan yang menyajikan tokoh di dalam rentang waktu yang sama.Â
Jika dilihat dari gelagat dan kalimat-kalimat lainnya, nampaknya Sukmawati hendak mengajak audiens untuk melihat juga tokoh-tokoh kekinian yang memiliki andil besar dalam peri kehidupan sehingga dia sengaja membandingkan 2 tokoh dari masa yang jauh berbeda.Â