Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menyoal Singgungan Sukmawati terhadap Nabi Muhammad

17 November 2019   07:41 Diperbarui: 17 November 2019   11:15 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukmawati Soekarnoputri | Foto CNN Indonesia

Putri presiden pertama Republik Indonesia, Sukmawati Soekarnoputri kembali menuai kecaman. Kali ini bermula dari ungkapannya dalam sebuah acara bertajuk "Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme". 

Kepada audiens, dia melayangkan sebuah pertanyaan retoris mengenai pejuang kemerdekaan Indonesia. "Yang berjuang di abad ke-20, itu nabi yang mulia Muhammad atau Ir. Soekarno, untuk kemerdekaan?". Sukmawati melontarkan pertanyaan itu hingga 2 kali. 

Salah seorang peserta bernama Muhammad Takim Maulana, seorang mahasiswa Universitas Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta) menjawab bahwa pejuang kemerdekaan pada abad ke-20 adalah Soekarno.

Meski terlihat belum selesai memberikan jawabannya, Sukmawati menyetop perkataan Maulana sembari mengatakan bahwa hanya jawaban itu yang ingin dia dengar.

Nabi Disinggung, Hebohlah Masyarakat 
Nabi Muhammad adalah sosok yang sangat dimuliakan. 

Adalah Michael Hart, seorang guru besar astronomi dan fisika perguruan tinggi di Maryland, Amerika Serikat yang notabene adalah seorang Yahudi, menulis sebuah buku yang diberinya judul "The 100, A Ranking of the Most Influential Persons in History". Buku yang diterbitkan oleh Carol Publishing Group/Citadel Press itu sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk Bahasa Indonesia. 

Buku itu berisi ulasan atas 100 tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Dan tokoh pertama yang dinobatkannya sebagai tokoh paling berpengaruh adalah Nabi Muhammad SAW.

Terlepas dari kontroversi sang penulis, buku itu menjadi salah satu bukti bahwa Nabi Muhammad mendapatkan posisi yang terhormat bukan hanya di mata kaum muslimin. 

Dan kali ini ada seorang muslimah yang memperbandingkan Nabi Muhammad dengan Ir. Soekarno meski dalam batasan tertentu yakni batasan waktu.

Dalam pertanyaannya, Sukmawati mengawali dengan kalimat "Yang berjuang di abad ke-20", sehingga jawaban lugasnya sudah jelas adalah tokoh yang hidup pada abad itu. Dan Nabi Muhammad adalah tokoh di abad ke 6-7 Masehi.

Koordinator Bela Islam (Korlabi) menuding adik Megawati Soekarnoputri itu telah menistakan agama dan melaporkannya ke kepolisian. Laporan itu tertuang dalam nomor LP/7363/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum, tanggal 15 November 2019. 

"Kami Korlabi mendampingi Ibu Ratih atas nama pribadi/muslimah dengan melaporkan Sukmawati atas dugaan penghinaan kepada Nabi Muhammad dengan apa yang dikatakan oleh Sukmawati, yaitu membandingkan Sukarno dengan Nabi Muhammad," jelas Sekjen Korlabi Novel Bamukmin dalam keterangannya, Sabtu (16/11/2019) sebagaimana dilaporkan detikcom.

Menanggapi hal itu, Sukmawati justru mempertanyakan tentang "perbandingan" yang dimaksudkan dalam laporan itu. Dia pun mengutarakan bahwa Soekarno tentu memiliki derajat yang berbeda dengan Nabi Muhammad.

Meski seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan, Soekarno tetaplah seorang manusia biasa. Dia pun menyatakan bahwa dirinya mencintai para nabi sehingga tak masuk akal jika dikatakan melecehkan nabi.

Sementara itu pengasuh pengajian Jamaah Wisata Hati, Ustadz Yusuf Mansur pun memberikan komentarnya. Dia berpendapat bahwa Sukmawati telah melakukan off side karena terlalu jauh membandingkan Soekarno dengan seorang nabi.

Meski tak lantas mengatakan bahwa pertanyaan itu sebagai sebuah penghinaan, dia menekankan bahwa masalah terkait seorang pemimpin agama yang mulia hendaknya disampaikan dengan hati-hati sehingga tak menimbulkan persepsi negatip.

Salahkah Sukmawati?
Secara harfiah, Sukmawati bisa jadi tak salah. Tapi secara etika, tentu bermasalah.

Pertanyaan itu seharusnya ditanggapi sebagai sebuah pertanyaan yang diarahkan pada wilayah waktu dan tempat tertentu. Logikanya, bagaimana mungkin Nabi Muhammad berjuang untuk membebaskan Indonesia, wong beliau hidup di wilayah yang ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia.

Pun bagaimana mungkin Nabi Muhammad berjuang untuk membebaskan Indonesia, wong Belanda menjajah Indonesia itu 10 abad setelah beliau wafat. Sehingga pertanyaan itu sebenarnya adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab karena di dalamnya sudah mengandung jawabannya. 

Meski begitu, etika tetaplah etika. Dia diletakkan di posisi yang tinggi, di atas sebuah kebenaran sekalipun. Sebagaimana adab yang diletakkan di atas ilmu. 

Dalam kasus ini, jika ingin mengajak generasi muda untuk meneladani tokoh yang hidup di masa kekinian terutama terkait nasionalisme, hendaknya mengambil perbandingan yang menyajikan tokoh di dalam rentang waktu yang sama. 

Jika dilihat dari gelagat dan kalimat-kalimat lainnya, nampaknya Sukmawati hendak mengajak audiens untuk melihat juga tokoh-tokoh kekinian yang memiliki andil besar dalam peri kehidupan sehingga dia sengaja membandingkan 2 tokoh dari masa yang jauh berbeda. 

Bu Sukma, Bicara Nasionalisme, Nabi adalah Tokoh Utamanya
Akhir-akhir ini berbagai pihak berdebat mengenai radikalisme dan terorisme. Ada pihak yang tersinggung --bahkan banyak-- karena seolah-olah ada penggiringan opini bahwa radikalisme dekat dengan orang-orang Islam yang yang saleh, yang menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Jenggot, cadar atau cingkrang sebagai representasinya, meski hal itu tak mutlak sebagai ciri radikalis pun ciri orang saleh. 

Atau paling tidak ada tuduhan bahwa radikal itu hanya diarahkan kepada umat Islam karena yang ada hanya istilah Islam radikal, bukan yang lain. 

Dan terkait radikalisme itu, muncullah kampanye mengenai nasionalisme dan cinta tanah air oleh sebab salah satu 'korban'-nya adalah negara. Ya, gerakan-gerakan teror itu memang mengancam negara di antaranya karena diarahkan kepada aparat negara atau digunakan untuk mengacaukan stabilitas keamanan. 

Terlepas dari silang sengketa mengenai radikalisme dan nasionalisme, apakah sejatinya nabi sebagai pembawa risalah pernah mengajarkan bagaimana bersikap kepada negeri? 

Sebagian orang mengatakan mencintai negara tak ada dalilnya. Betul, jika yang dimaksudkannya adalah dalil baik dari al-Quran dan al-Hadits untuk mencintai negara Republik Indonesia. Sebab negara ini baru lahir 14 abad setelah diturunkannya nabi akhir zaman, Rasulillah Muhammad SAW. Terang saja kan? Hehe.. 

Lalu bagaimana bisa orang-orang Indonesia bersikukuh tentang adanya dalil cinta tanah air?

Berikut ini sedikit di antara dalil cinta tanah air yang dapat ditemukan dalam al-Quran maupun al-Hadits. 

Dalam QS. An-Nisa : 66, Allah berfirman : "Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): 'Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!' niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..." 

Ayat ini oleh Syekh Wahbah Zuhaili (allahuyarham) ditafsirkan sebagai isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air. Demikian tulis beliau dalam kitabnya, al-Munir fil Aqidah wal Syari'ah wal Manhaj. 

Dalil lainnya kita ambilkan dari riwayat Nabi. 

"Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah." (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi). 

Ulama mazhab Syafi'i abad pertangahan, Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (w. 852 H) dalam kitabnya yang terkenal, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah dan yang ke dua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

Dengan menyandarkan pada dalil-dalil naql di atas, wajarlah jika kemudian muncul jargon "Hubbul Wathan Minal Iman" (cinta tanah air adalah sebagian dari iman) itu. Sehingga dari dalil tadi bisa kita simpulkan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang tokoh utama dalam kecintaan terhadap sebuah negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun