Bu Sukma, Bicara Nasionalisme, Nabi adalah Tokoh Utamanya
Akhir-akhir ini berbagai pihak berdebat mengenai radikalisme dan terorisme. Ada pihak yang tersinggung --bahkan banyak-- karena seolah-olah ada penggiringan opini bahwa radikalisme dekat dengan orang-orang Islam yang yang saleh, yang menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Jenggot, cadar atau cingkrang sebagai representasinya, meski hal itu tak mutlak sebagai ciri radikalis pun ciri orang saleh.Â
Atau paling tidak ada tuduhan bahwa radikal itu hanya diarahkan kepada umat Islam karena yang ada hanya istilah Islam radikal, bukan yang lain.Â
Dan terkait radikalisme itu, muncullah kampanye mengenai nasionalisme dan cinta tanah air oleh sebab salah satu 'korban'-nya adalah negara. Ya, gerakan-gerakan teror itu memang mengancam negara di antaranya karena diarahkan kepada aparat negara atau digunakan untuk mengacaukan stabilitas keamanan.Â
Terlepas dari silang sengketa mengenai radikalisme dan nasionalisme, apakah sejatinya nabi sebagai pembawa risalah pernah mengajarkan bagaimana bersikap kepada negeri?Â
Sebagian orang mengatakan mencintai negara tak ada dalilnya. Betul, jika yang dimaksudkannya adalah dalil baik dari al-Quran dan al-Hadits untuk mencintai negara Republik Indonesia. Sebab negara ini baru lahir 14 abad setelah diturunkannya nabi akhir zaman, Rasulillah Muhammad SAW. Terang saja kan? Hehe..Â
Lalu bagaimana bisa orang-orang Indonesia bersikukuh tentang adanya dalil cinta tanah air?
Berikut ini sedikit di antara dalil cinta tanah air yang dapat ditemukan dalam al-Quran maupun al-Hadits.Â
Dalam QS. An-Nisa : 66, Allah berfirman : "Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): 'Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!' niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..."Â
Ayat ini oleh Syekh Wahbah Zuhaili (allahuyarham) ditafsirkan sebagai isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air. Demikian tulis beliau dalam kitabnya, al-Munir fil Aqidah wal Syari'ah wal Manhaj.Â
Dalil lainnya kita ambilkan dari riwayat Nabi.Â
"Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah." (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).Â
Ulama mazhab Syafi'i abad pertangahan, Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (w. 852 H) dalam kitabnya yang terkenal, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah dan yang ke dua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.