BENTURAN PAMUNGKAS
Blaaaar!!!
Keduanya terpental keras akibat beradunya dua pukulan pamungkas yang keluar dari tangan mereka.
Aku bersalto satu kali lalu memanfaatkan putarannya untuk menyeimbangkan tubuh. Kedua kakiku menyentuh tanah terlebih dahulu dengan tubuh masih terdorong ke belakang. Kedua telapak kakiku membentuk jalur panjang kurang lebih empat lima meteran pada pasir pantai.
Sementara didepanku terlihat pemuda paruh baya yang usianya aku perkirakan berada jauh diatasku juga terdorong jauh. Aku tidak tahu apakah ia sempat bersalto atau tidak. Namun jejak kakinya juga terdorong membentuk jalur yang sama jauhnya dengan yang terjadi padaku.
Pemuda paruh baya itu terdiam.
Dari jauh kulihat keningnya berkerut. Nampaknya ia sangat terkejut ketika tahu pukulan pamungkasnya dimentahkan oleh laki-laki yang lebih muda umurnya.
"Bagaimana kamu bisa mengatasi Bayu Seto yang kulepaskan dengan sepenuh tenaga?", ucap pemuda paruh baya itu lantang. Pandangannya tampak menyelidik.
Suara deburan ombak dipantai seolah mendadak hening sehingga ucapannya dapat jelas kudengar.
"Tenagamu mirip dengan tenaga Bayu Seto milikku. Hmm... Tidak !! Ini sangat berbeda. Ilmu apa yang kau gunakan?", lanjut pemuda itu.
Ia perlahan melangkah maju. Berjalan dengan sangat waspada.
Aku masih berdiri terdiam. Meski demikian, kutingkatkan juga kewaspadaanku.
"Paman, aku akan jujur padamu. Ilmu ini diciptakan mendiang guruku khusus untuk menandingi Bayu Seto.", ucapku dengan mantap.
Pemuda paruh baya itu nampak sangat terkejut.
"Tidak mungkin!!!", jawabnya keras.
"Belum ada yang bisa menandingi Bayu Seto saat dilepaskan dengan tenaga penuh!", lanjut pemuda paruh baya itu.
"Tapi nyatanya bisa kutahan, bukan?", timpalku berusaha menurunkan semangatnya.
"Benar! Tenagamu mirip dengan yang kulatih. Tapi berbeda rasanya. Kamu tidak bohong.
Apa nama ilmu yang kamu gunakan untuk menahan Bayu Seto milikku!", tanya pemuda itu. Jaraknya kini hanya dua atau tiga meter didepanku.
"Namanya... Buka Ombak!", jawabku dengan tegas.
Begitu mendengar jawabanku, pemuda paruh baya itu bertingkah aneh. Ia tiba-tiba tertawa.
"Hahahaha...!!!", namun sesaat langsung terhenti dan wajahnya terlihat marah. Ia hadap kiri dan menatap ke laut.
"Kakek tua!!! Rupanya ucapanmu dulu bukan main-main! Didepanku sekarang ada penerusmu yang lain! Dengan ilmu yang kau ciptakan sendiri!!!", teriak pemuda itu lantang.
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakannya.
Tiba-tiba ia menatapku tajam.
"Apalagi yang kau warisi dari kakek tua itu!
Katakan!
Kalau kulepaskan pukulan Pasir Besi dengan tenaga penuh... Apa kau bisa menahannya?", tanya pemuda paruh baya itu. Nampaknya ia mulai penasaran.
"Bisa!!! Aku mewarisi penangkalnya.", jawabku tenang.
"Tidak mungkin!", ucap pemuda paruh baya itu tidak Percaya.
"Pukulan Pasir Besi tidak bisa ditangkal!!!", jawabnya keras.
Aku menarik kaki kananku kebelakang. Sementara kedua telapak tanganku terbuka dan kusiapkan disamping pinggang. Perlahan aku geser kaki kiriku hingga membentuk posisi kuda-kuda sejajar. Seluruh urat-urat di tubuhku mengendur namun getaran tubuhku siaga penuh.
"Coba saja!", jawabku mantap.
Perlahan hawa dibawah pusarku kembali menghangat. Lalu naik pada posisi diantara pusar dan ulu hati.
"Cukup!!! Lain kali kita akan bertemu lagi anak muda!!!", teriak pemuda paruh baya itu.
Mendadak ia melompat jauh ke belakang dan berlari kencang. Tidak berapa lama punggungnya terlihat jauh dan mengecil. Tingkahnya sangat aneh.
Perlahan aku menenangkan diri, dan hawa hangat dibawah pusar aku simpan kembali.
Aku terduduk di pinggir pantai. Beberapa deburan ombak mengenai tubuhku. Rasanya agak lunglai.
"Aih, ternyata makin banyak sekali orang-orang yang mempelajari ilmu-ilmu pamungkas ini tanpa mempelajari filosofinya. Sudah beberapa kali aku berbenturan dengan pemuda-pemuda paruh baya yang menguasai Pasir Wutah, Guntur Geni, Pasir Besi, dan kini Bayu Seto. Entah nanti apalagi yang kutemukan didepan...", gumamku dalam hati.
Aku jadi teringat ucapan ayahku, bahwa ilmu-ilmu seperti ini bagaikan pisau bermata dua. Ia bisa melindungimu, namun juga bisa mencederaimu. Apabila ia hanya sekedar mencederaimu maka kerugian ada pada dirimu sendiri, namun seringkali ia dapat mencederai orang-orang disekitarmu, orang-orang yang kau sayangi. Jika itu sampai terjadi, dan tidak ada rasa menyesal di hatimu, maka sesungguhnya hatimu telah membatu.
Ayah dulu menjelaskan, bahwa khasanah keilmuan tanah Jawa terbagi menjadi dua bagian besar yakni ilmu kanuragan dan ilmu kasepuhan. Tujuan akhirnya adalah memahami asal mula darimana kita dan kemana kita akan kembali. Dalam perjalanannya seseorang akan dilatih sedemikian rupa dengan suatu latihan-latihan yang khas. Latihan-latihan yang akan meningkatkan kemampuan diri lahir dan batin. Namun seringkali, banyak yang terjebak pada hanya sekedar ragawi saja. Hal ini dikarenakan jenis kemampuan yang dikenal dengan kemampuan kanuragan sangatlah melenakan. Seseorang akan sering dipuji karena kehebatannya. Kehebatan mudah terlihat, bisa didemonstrasikan. Tidak demikian dengan kesalehan pribadi. Manakala seseorang berhenti pada tataran olah kanuragan, maka sesungguhnya disana terdapat potensi untuk kerasnya hati. Oleh karena itu para sesepuh dan guru tanah Jawa yang memahami filosofi akan menasehati untuk terus meningkatkan diri hingga pada ilmu kasepuhan. Setiap pelajaran mengenai ilmu kanuragan selalu dibarengi dengan nilai-nilai dan filosofi yang kuat. Dikawal ketat dengan itu.
Aku memejamkan mata. Ingatanku terbayang ketika berlatih ilmu-ilmu seperti itu.
"Nak, kamu harus tahu, setiap kali melatih ilmu kanuragan maka pada tubuhmu akan terjadi lonjakan-lonjakan energi yang besar dan luar biasa dahsyat.
Bahkan hanya dengan melatih tahap dasar dari sebuah ilmu pernapasan saja akan membuat dirimu menjadi ksatria pilih tanding. Memiliki tenaga yang sangat besar dan kemampuan merusak yang dahsyat.
Hal ini dikarenakan pada setiap latihannya sungguh akan menghasilkan lonjakan-lonjakan energi tinggi.", ucap ayah.
"Apabila lonjakan energi tinggi ini tidak kamu kawal ketat dengan nilai-nilai dan filosofi, maka ia akan menjadi liar dan semakin liar. Sehingga sering kau jumpai mereka yang digdaya namun lemah moralnya. Sering kau jumpai mereka yang perkasa namun tiada perasa.
Manakala ada orang yang belajar ilmu-ilmu kanuragan dan memiliki keluarga yang harmonis, ayah yang bijaksana, ibu yang baik dan beradab, lingkungan masyarakatnya yang baik, maka sungguh ilmu itu nantinya dapat bermanfaat. Namun manakala ia belajar ilmu-ilmu kanuragan tanpa bimbingan filosofi yang baik, maka sungguh kelak ilmunya akan melahap dirinya dan keluarganya seperti halnya api membakar kayu kering.", lanjut ayah.
Aku merinding mengingat kembali ucapan ayah.
"Maka menjadi tugas dari siapapun yang melatih ilmu-ilmu ini atau yang mengajarkannya untuk memahami nilai-nilai dan filosofi yang terkandung di dalam setiap ajaran. Akan lebih baik apabila mereka menjalani semua nilai dan filosofi ini dalam kehidupannya sehari-hari secara nyata. Sebab sungguh Allah akan sangat melaknat mereka-mereka yang mengatakan sesuatu yang mereka tidak menjalaninya. Ajarkan sesuatu yang kamu sudah lakukan dan jalani dengan baik.
Sebab darisanalah nanti akan lahir keberkahan pada ilmu...", tutup ayah.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H