"Mohon maaf mas mas sekalian, jika ingin ribut silahkan diluar kedai saya. Saya tidak ingin meja-meja ini hancur karenanya. Biarlah meja yang satu itu saya relakan tidak usah di...", belum sempat pemilik kedai menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba ia terlempar dengan keras.
"Aaakh!!!", teriak pemilik kedai.
"Halah... berisik kamu!", teriak pemuda paruh baya itu sambil mendorong keras sekali dada pemilik kedai hingga terlempar keras dan menabrak salah satu meja lain didekatku hingga terbalik. Pemilik kedai itu terlontar cukup keras. Dari sudut bibirnya terlihat ada darah segar. Ia diam terbaring dengan napas tersengal-sengal.
Aku langsung berdiri siaga dan melompat menuju pemilik kedai yang terluka. Aku berjongkok memperhatikan tubuh pemilik kedai. Bagian dada pemilik kedai nampak sedikit melesak dengan kain bajunya yang seperti terkena semburan pasir. Gigiku bergemeletakan dengan perasaan marah.
"Pasir Wutah...!", gumamku perlahan.
Aku mendadak menjadi sangat marah karena tiba-tiba laki-laki paruh baya itu menghantam dada pemilik kedai dengan ilmu Pasir Wutah. Pemuda paruh baya itu jahat sekali. Aku geram dibuatnya.
Aku berdiri dengan geram. Kusiagakan diriku dengan Krei Wojo dan Kidang Telangkat. Aku segera membalikkan tubuh dan menatap tajam pada pemuda paruh baya didepanku.
"Semestinya paman tidak boleh kasar terhadap orang tua... apalagi melukainya", ucapku dengan nada perlahan namun dengan penuh kemarahan.
"Apa urusanmu! Kamu juga ingin merasakan sama seperti kakek tua itu? Baiklah! Terima ini... heaaaahh!", teriak pemuda paruh baya itu dengan sengit. Ia kemudian melepaskan kembali Pasir Wutah miliknya kepadaku. Namun kali ini aku sudah bersiap-siap. Aku langsung melompat cepat bagai kijang menghindari lontaran tenaga Pasir Wutah milik pemuda paruh baya tersebut sekaligus kutepis dan kutangkis bagian luar lengannya. Bahkan aku serang bagian kanan tubuhnya dengan pukulan lurus.
PLAK!!!
Pemuda itu terkejut bukan kepalang. Nampaknya ia tidak menyangka serangan Pasir Wutah miliknya berhasil dihindari dan bahkan ditangkis. Bahkan pukulanku bisa bersarang telak di bagian kanan tubuhnya. Nampaknya ia mulai serius setelah sebelumnya tampak meremehkanku.