Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Politik Tanpa Mahar: Belajar dari Muktamar Muhammadiyah

24 November 2022   09:29 Diperbarui: 25 November 2022   12:40 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 yang akan datang.

Absurditas Syahwat Kekuasaan

Salah satu buah penting dari reformasi menurut Azra adalah tersedianya ruang kebebasan yang kian terasa cenderung tak bertepi. Setiap suara, keinginan dan kepentingan memiliki hak yang sama untuk diaktualisasikan berbagai kalangan.

Namun suara itu akan menjadi riuh, keinginan akan menjadi gaduh, bahkan kepentingan akan berbuah rusuh, ketika upaya mewujudkannya dilakukan tanpa aturan.

Inilah yang kita saksikan belakangan ini terkait dengan aktualisasi kepentingan elite politik dan menguatnya aspirasi masyarakat yang cenderung tak terkendali. Politik menjadi pintu masuk pemuas hasrat meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

Akibatnya, demokrasi mengalami deviasi karena tindakan dan aksi atas nama demokrasi tak jarang berujung anarki. Ini semua merupakan muara dari perilaku politik yang mengalir melampaui mekanisme dan sistem yang tertoreh dalam konstitusi dan tata tertib hukum (law and order).

Kekuasaan seringkali diterjemahkan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, melupakan tujuan sejatinya untuk mensejahterakan rakyat. Sehingga banyak 'penguasa' yang berujung dipenjara karena diawali oleh hasrat berkuasa dengan menghalalkan segala cara; penguasa yang hanya berorientasi pada kemegahan serta opportunity untuk menambah kekayaan semata dengan cara apapun ditambah mekanisme pemilihan 'penguasa' yang cenderung terlalu mahal dalam pemilu langsung. Yang suka tidak suka merupakan langkah awal bagi 'penguasa' untuk melakukan tindak korupsi dengan melihat realitas-normatif gaji seorang 'penguasa' yang sangat terbatas.

Referensi untuk mengabdi kepada umat, mensejahterkan rakyat dan menjadi pemimpin yang melayani---to servant---sudah dicontohkan oleh Muhammadiyah pada perhelatan Muktamar ke-48 lalu di Solo.

Belajar dari Muktamar Muhammadiyah; Tawaran Solusi

Muktamar Muhammadiyah di Solo yang ke-48 telah usai. Organisasi kemasyarakatan Islam modern ini telah memberikan teladan---prototype---dalam kegiatan berdemokrasi. Dalam konteks ini partai politik dan pemerintah bisa mengadopsi bagaimana seharusnya mengabdi untuk umat dan bangsa.

Tidak seperti Partai Politik, pemerintah, penegak hukum, KPU, Bawaslu, dan instrumen negara lainnya---bahkan ormas keagaamaan lainnya---Muhammadiyah benar-benar telah menunjukkan politik yang berkeadaban, bermoral dan berkemajuan. Politik tanpa mahar, tanpa uang, serta politik tanpa kegaduhan dan pertikaian. Politik pengabdian kepada umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun