Sex Education; Pentingkah?
Diskursus tentang sex education menjadi perdebatan panjang. Tidak semua sepakat, pada sebuah diskusi bahkan ada tokoh agama yang sampai pada tingkat kekhawatiran begitu tinggi dan dianggap tabu dengan asumsi bahwa secara psikologis pada diri anak (remaja) rasa ingin mencoba setelah ia tahu.Â
Hasil survey misalnya membuktikan dari 35 anak dewasa muda di Makamhaji, ada 10 orang mengetahui tentang arti penting sex education bagi yang sudah menikah atau belum. 25 orang lainnya menganggap tabu untuk memperbincangkannya serta mementingkan karir dan pendidikan terlebih dahulu (Ibnu Mega Tirta, 2014).
Tetapi ada yang berpandangan bahwa sex education memiliki urgensitas yang dapat membentengi anak dan menjauhkannya dari tindakan pornografi, seks bebas dan pelecehan seksual yang sangat merugikan dan berdampak buruk dari sisi psikologis anak.Â
Maka sangat perlu untuk diajarkan, anak harus tahu apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan---untuk sementara---supaya anak tidak terpedaya dan mudah tertipu, misalnya menjadi korban pelecehan seksual yang dapat berdampak besar bagi masa depannya.
Dalam konteks Islam misalnya, sejatinya dalam fiqh sudah sangat panjang lebar dibahas seperti pada bab 'Thaharoh' bagi anak perempuan ketika mengalami haid atau menstruasi; apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.Â
Jika remaja puteri sudah mengetahui, maka ketika ia mengalami haid atau menstruasi pertama tidak akan stres tetapi sebaliknya dengan tenang akan melakukan tindakan yang diperbolehkan---bahkan memiliki rasa nyaman dalam melakukan tindakan dalam koridor agama---rasa nyaman berdampak positif bagi anak dari sisi psikologis.
Penulis berpandangan, secara spesifik sex education memiliki makna penting. Bagi anak bertujuan untuk mengetahui dan memahami identitas dirinya dan terlindung dari masalah seksual yang dapat berakibat buruk bagi anak. Pendidikan seks untuk anak pra sekolah lebih bersifat pemberian informasi berdasarkan komunikasi yang benar antara anak dan orang tua.
Sedangkan bagi remaja memiliki tujuan melindungi dari berbagai akibat buruk karena persepsi dan perilaku seksual yang keliru. Sementara untuk orang dewasa bertujuan agar dapat membina harmonisasi kehidupan seksualitas pasangan suami istri.
Dalam perspektif Islam, sejatinya sex education menjadi sesuatu yang sangat perlu dan tidak tabu untuk diperbincangkan. Apalagi materi-materi tentang sex education juga secara hati-hati diedukasi baik melalui lembaga formal sekolah maupun pesantren, misalnya bersuci setelah bersetubuh, keluar sperma, haid, nifas, melahirkan. Bahkan adab dalam bersenggama (jima'), menyusui, masturbasi, anal seks dan lainnya.
Dengan elegant dalam "Kisah-Kisah Romantis Rasulullah", Ahmad Rofi' Usmani menguraikan tentang kisah-kisah seputar hubungan dan etika seksual Nabi, kisah-kisah seputar upaya merawat cinta kasih Nabi dan beberapa hal lain yang mengisahkan dengan indah momen-momen mesra Nabi bersama keluarga.