Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajar

26 Februari 2015   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak ingin mencontoh guru-guru saya dulu. Mereka memberi tugas kepada murid yang tidak mungkin bisa melakukan. Selalunya begitu. Tugas difungsikan oleh guru-guru dulu, sebagai bentuk hukuman, karena melakukan kesalahan, seperti tidak memperhatikan ketika diterangkan, berbuat bising dan atau lainnya.

Kenyataannya, murid tidak menjadi lebih baik karena dihukum, apapun bentuknya hukuman itu. Bahkan hukuman selalu menjadi penyebab murid tidak mencintai guru. Akibatnya apapun yang disampaikan guru, dianggap angin lalu oleh murid yang sakit hati terhadap guru yang pernah menghukumnya. Proses belajar mengajar menjadi tidak efektif. Dan saya menghindari, tidak ingin mengulangi.

Saya juga tidak ingin mencontoh kebanyakan guru-guru yang lebih senang menceramahi murid. Saya masih ingat, ketika menjadi murid. Sangat muak diceramahi guru. Kenyataannya, juga tidak ada materi pelajaran diingat dan melekat hanya dengan cara mendengar.

Kembali ke kata bijak orang Cina: saya mendengar saya lupa. Agar yang disampaikan tidak dilupakan, cara terbaik adalah dengan tidak banyak bicara. Tidak mengajar dengan banyak berceramah. Lebih baik guru memotivasi dan memfasilitasi murid-murid, agar mereka berupaya menjadi lebih baik.

==============

Kemudian, semua murid saya ajak kembali masuk ke kelas. Di kelas, saya lanjutkan dengan melemparkan pertanyaan. "Tahu cara berwudlu'?" Semua menjawab serentak dan kompak: tahu! Tentulah masih ingat. Karena baru.

"Coba sebutkan secara berurutan, mulai dari niat sampai membasuh kedua kaki," permintaan saya dengan memberi keterangan yang jelas, sehingga mudah. Seperti biasa, murid yang paling pandai didahulukan.

Itulah cara saya, tetap mendahulukan murid yang pandai, dalam persoalan yang mudah, maupun susah. Saya niatkan dalam hati, mencontoh Nabi saw., dalam bentuk yang berbeda. Seperti kata Nabi saw.: orang berilmu yang tidur, lebih ditakuti oleh syaitan dari orang ahli ibadah yang sedang beribadah.

Begitu berartinya kepemilikan pengetahuan menurut Islam yang dikatakan Nabi. Sebagai pengikut Nabi saw., tentulah berdosa, jika orang berilmu tidak diperhatikan, tidak dimuliakan. Cara termudah menghargai dan menghormati adalah, dengan cara mendahulukan, sebelum yang lain.

Tanpa ragu murid yang pandai itu menyebutkan dengan suara lantang. Membaca niat (langsung dibaca niatnya), mencuci muka, dst.

"Betul," kata murid-murid yang lain memberi penilaian, sekaligus penghargaan juga. Saya teruskan secara berurut, seperti biasa saya lakukan, sampai yang terakhir. Tuntas. Semua dapat menyebutkan, karena telah melakukan. Benar, kata bijak dari Cina: "Saya berbuat, saya dapat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun