Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajar

26 Februari 2015   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada juga musim karet, berarti waktu anak-anak bermain karet. Musim gambar, adalah saat untuk bermain gambar. Begitu seterusnya.

Musim ada banyak, sebanyak jenis permainan anak-anak. Selain musim guli, gambar dan karet: ada musim layang, musim samber elang, musim seletup, musim kasti, musim patuk lele, musim cino buto, musim kelas, musim cup benteng, musim gasing, musim lamprit, dst. Memang sangat banyak jenis permainan di kampung kami.

Dan setiap jenis permainan memiliki model dan cara bermain yang beragam, seperti juga permainan kelereng yang memiliki banyak model.

Musim bermain waktunya suka-suka. Tetapi tidak juga suka-suka. Karena semua sepakat, walaupun tidak pernah berkumpul untuk menyepakati. Hanya saja, tidak pernah ada, dua jenis permainan dalam satu musim. Umpamanya, saat musim layang-layang, tidak ada warga yang main patuk lele, atau lainnya. Begitu juga sebaliknya.

===============

Guru bidang studi seperti saya, di sini, selalu dijadwal setelah keluar main. Saya baru masuk mengajar, setelah murid-murid penat bermain. Ya. Mereka saya beri kebebasan bermain sampai sepuas-puasnya. Saya tidak pernah melarang mereka bermain. Tidak juga meminta mereka mengakhiri permainan, meskipun jadwal bermain sudah habis. Saya tidak pernah meminta mereka masuk ke kelas, belajar. Karena dari pengalaman, anak yang belum puas bermain, jika disuruh belajar, tetap ingat main.

Sudah lelah. Mereka langsung masuk ke kelas. Saya juga tidak langsung masuk kelas. Melainkan saya beri waktu untuk mereka menghilangkan lelah dan mengeringkan keringat. Bahkan saya tidak masuk, sebelum salah seorang murid memberitahu. Dengan cara itu, kehadiran saya di kelas memang diharapkan. Anak-anak di kelas juga tenang dan siap menerima materi pelajaran.

Saya masuk ke kelas. Katakanlah saya mengajar materi bersuci dari hadats kecil dengan berwudlu. Maka saya akan membawa murid-murid di kelas itu ke mushalla, yang berada tidak jauh dari sekolah, lebih kurang tujuh puluh meter jaraknya. Karena di sekolah tidak ada mushalla.

Di mushalla, saya berdiri di samping kran air, di hadapan murid-murid. Kemudian saya bertanya: "apa gunanya air kran ini? "Untuk bersuci", "untuk berwudlu" jawab murid-murid dengan senang, tanpa beban. Semua ingin bersuara, semua ingin didengar, karena saya tidak pernah menyalahkan, apapun jawaban murid. Dan saya juga tidak terpancing untuk memberi jawaban yang benar.

Pertanyaan ini terus berkembang, sesuai dengan tujuan pengajaran yang sudah disusun. Umpamanya, "mengapa tidak menggunakan debu?" Muridpun menjawab: "karena masih ada air", "debu untuk tayamum" dst.

Begitulah cara saya menyampaikan materi pelajaran dengan bertanya, agar murid mengingatnya. Adapun jawaban yang benar, biar nanti saja di kelas, murid diminta mencari jawaban yang benar dengan membaca buku pelajaran yang disediakan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun