Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajar

26 Februari 2015   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya melakukan demikian, karena saya sadar: jika hanya mendengar pasti lupa. Agar ingat dan dapat, maka harus membaca dan berbuat. Seperti kata pepatah Cina: saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, dan saya berbuat, saya dapat.

Seterusnya saya membaca niat berwudlu' dengan kuat dan lambat, agar jelas didengar dan diikuti. Kali pertama saya sendiri membacanya. Yang kedua, saya membaca dan diikuti murid secara serentak. Kali ketiga, murid membaca bersama-sama secara serentak sampai lima atau enam kali ulang. Saya hanya mendengar dan melihat bacaan dan kelakuan mereka.

Setelah itu, murid yang paling pandai saya minta mengucapkan niat yang baru dibaca bersama, secara sendirian. Biasanya masih belum lancar dan keliru. Jika hal itu terjadi, maka murid yang ingat akan memberi bantuan mengatasi kekurangan sehingga menjadi benar dan sempurna.

Terus saya lanjutkan dengan murid yang juga pintar, di bawah yang pertama. Biasanya masih juga ada kekurangan, maka yang lain spontan memberi bantuan mengingatkan kesalahan atau kekurangan, sampai benar dan sempurna.

Pada murid ketiga, yang kepandaiannya juga nomor ketiga, biasanya sudah mulai lancar. Sampailah kepada murid yang paling bodoh di kelas, bisa dipastikan sudah lancar. Dan saya tepuk bahu murid yang bodoh dengan mengatakan: "pandai kamu, tidak ada salah sedikitpun."

Begitulah. Saya memberi tugas pertama, kepada anak yang paling pandai. Terus dan terus secara berjenjang mengikuti urutan kepandaiannya. Dan yang terakhir adalah murid yang paling bodoh. Apa hasilnya?

Ya. Pastilah, anak yang paling pandai melakukan kesalahan atau kekeliruan, karena baru membaca delapan atau sembilan kali. Sedangkan murid yang paling bodoh sudah mendengarkan dan membaca bacaan itu sebanyak tiga puluh kali ulang atau lebih.

Dan adatnya, ketika murid-murid mengetahui bahwa, gilirannya akan sampai, maka mereka mempersiapkan diri dan berupaya menguasai materi pelajaran dengan baik. Pastinya, setelah yang pertama dan yang kedua, semua berusaha menghafal dengan sungguh-sungguh sebelum giliran sampai kepadanya. Begitu, dan begitu seterusnya.

Saya ingin menanamkan kebersamaan. Semua pandai, semua bisa dan semua hebat. Yang pandai tidak boleh sombong, karena ketika gilirannya, juga melakukan kesalahan. Sedangkan yang bodoh tidak harus direndahkan, bahkan merasa dirinya juga pandai, karena pada gilirannya tidak sedikitpun melakukan kesalahan. Yang pasti, semua murud hafal dengan baik, di akhirnya.

Setelah semua hafal lafaz niat, saya lanjutkan dengan melakukan wudlu' dan semua murid memperhatikan secara baik dan sempurna. Saya katakan: niat yang kalian sudah hafal itu adalah yang pertama dilakukan. Kedua mencuci muka dengan sempurna, begini caranya (saya melakukan dengan sempurna di hadapan murid-murid). Begitu seterusnya sampai yang terakhir, mencuci kaki sampai batas mata kaki.

Setelah saya mempraktekkan, kemudian saya minta satu persatu melakukan. Tetap dimulai dari murid yang paling pandai. Terus dan terus secara berurutan, sama seperti ketika menghafal niat. Begitu tiba giliran kepada murid yang terakhir, yang bodoh di kelas, ia dapat melakukan dengan baik. Dan, semua telah pula dapat melaksanakan wudhu' dengan sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun