Oleh: Marzuki Umar, M. Pd.Â
Nilai merupakan bahagian penting dalam sebuah pembelajaran mulai tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Dengan adanya nilai, setiap anak akan dapat memahami diri terhadap tiga kompetensi, yaitu kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Â
Jika ketiga kompetensi tersebut berada dalam diri mereka dengan tangguh, maka akan dapat membawa diri ke arah yang lebih baik dan berguna, baik bagi dirinya masing-masing maupun bagi orang tuanya, agama, nusa, dan bangsa.Â
Adapun nilai yang dimaksudkan di sini adalah nilai-nilai yang diperoleh melalui pembelajaran dalam suatu lembaga pendidikan. Pastinya, nilai-nilai tersebut tidak bisa didapatkan secara gampang begitu saja. Akan tetapi, prestasi ini ditemukan melalui berbagai proses.Â
Dalam hal ini, pembimbing utamanya adalah guru bidang studi masing-masing. Aktor utama inilah yang memberikan penilaian terhadap keberadaan peserta didik atau siswa sesuai dengan jenjang dan tahapannya masing-masing.Â
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Muhibbin Syah (2002::109) dalam bukunya Psikologi Pendidikan, bahwa "Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya"Â
Konsep yang diutarakan oleh pakar pendidikan tersebut termasuk dambaan kita semua. Artinya, untuk terciptanya perubahan pada diri siswa harus melalui proses belajar. Mereka harus meyakini dan merelakan diri untuk senantiasa berada dalam bingkai belajar saban waktu dalam situasi dan kondisi apa pun jua. Tanpa adanya proses dimaksud jangan diharapkan perubahan akan lahir dengan tiba-tiba.Â
Mengapa demikian? Bukankah di dalam kehidupan pernah kita jumpai seseorang yang tidak pernah belajar, seperti nyetir mobil, dirinya sudah dapat menyetir secara otodidak?Â
Perlu diketahui bahwa segala sesuatu yang menyangkut dengan ilmu, tak ada jalan lain yang mesti dijalankan kecuali dengan belajar. Sekecil dan seringan apa pun masalah itu harus kita pelajari dengan sungguh-sungguh apabila kita ingin  memperoleh tiga bekal sebagaimana dinyatakan pada bagian sebelumnya.Â
Apalagi, yang namanya ilmu itu sifatnya dinamis bukan statis, termasuk dalam hal belajar menyetir mobil. Kalaupun seseorang itu bisa secara otodidak tapi ingatlah ada hal tertentu secara teknis harus kita pelajari juga, toh mobil itu pun setiap waktu berubah disainernya walaupun merknya tetap sama tapi tipenya berbeda.Â
Tentunya, belajar ilmu pengetahuan di dalam lingkup pendidikan tidak sama dengan belajar nyetir. Prosesnya lebih rumit. Konon, berkat kemajuan peradaban  dunia, maka ilmu pengetahuan pun berkembang dengan cukup pesat. Lebih-lebih bila kita bicarakan masalah nilai yang wajib diberikan dan diperoleh oleh peserta didik yang sedang menempuh pendidikan di berbagai tingkat dan jenjangnya.Â
Nah..., dalam kenyataannya, nilai yang sering mengemuka dan jarang dilupakan dalam suatu pembelajaran, selain kehadiran adalah nilai tengah semester dan nilai akhir semester.Â
Perpaduan kedua nilai inilah yang dijadikan acuan untuk menentukan dan menetapkan kemampuan setiap siswa dengan status perangkingannya masing-masing. Sementara nilai harian sebagai tindak lanjut daripada unit pembelajaran ada yang melakukan dan ada yang sama sekali tidak. Sikap ini menandakan bahwa kehadiran "Nilai Harian" tidak menjadi perhitungan, seakan-akan nilai dimaksud tidak berfungsi sama sekali, baik bagi anak didik maupun sang pendidik.Â
Maaf..., kalaupun disela-sela pembelajaran itu diberikan tugas atau latihan (bukan pelatihan), itu hanya sebatas jeda bagi sebagian pengajar yang dapat membuat arang habis besi binasa. Kenapa begitu? Hal itu dikarenakan hasil dari latihan, baik latihan di sekolah maupun pekerjaan rumah (PR), ini jarang diabadikan sebagai nilai harian sebagai tumpuan yang autentik di dalam menentukan nilai si anak.Â
Bahkan, yang anehnya hasil kerja mereka itu jarang ditelusuri dengan akurat, sehingga anak yang sudah berupaya dengan sungguh-sungguh sama bobotnya dengan anak yang hanya menyontek punya teman menjelang latihan tersebut dikumpulkan. Hal ini biasanya terungkap pada hasilnya yaitu berupa PARAF belaka dari sang pengasuh bidang studi, sementara coretan atau catatan kecil yang menjadi pedoman sang anak didik sulit dilahirkan oleh sebagian pendidik. Â
Dengan kata lain, yang namanya latihan itu dijalani sendiri oleh siapa saja yang ingin melatih diri tanpa ada pembimbingnya. Sedangkan pelatihan, ada dua figur yang bergumul di dalamnya, yaitu guru dan siswa. Sebagai pelatih tentu akan melakukan berbagai upaya guna menjadikan anak asuhannya itu memiliki sejumlah skil. Begitu juga dengan yang dilatih, dia hendaknya mengikuti alur latihan yang diharapkan.Â
Oleh karena itu, setiap pelatihan yang diberikan sebaiknya adanya umpan balik (feedback) dari sang pelatih terhadap kekurangan dan kelebihan pelatihan tersebut. Dengan demikian, peserta pelatihan dapat memahami kemampuan dirinya.Â
Begitu urgensinya nilai dalam sebuah pembelajaran, sehingga apapun yang berwujud nilai itu harus dihargai dan diposisikan dengan benar. Begitu juga dengan nilai harian, semestinya akan tetap menjadi nilai yang amat berguna yang tidak boleh diabaikan. Lalu..., kepentingan apa saja yang bakal dapat dimunculkan oleh nilai tersebut bagi sebuah pembelajaran? Hal ini dapat kita perhatikan dalam pembahasan berikut.Â
Pembelajaran Terorganisir dengan Baik
Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki profesi sebagai guru atau pendidik. Pelaksanaan proses ini sangat tergantung pada mata pelajaran atau bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing. Idealnya satu semester atau dua semester dalam satu tahun ajaran.Â
Seperti biasa, sebelum pembelajaran dijalankan, setiap guru bidang studi wajib menyusun program pembelajaran atau RPP, yang dalam kurikulum merdeka dinamakan dengan modul ajar.Â
Hal ini sebagaimana diungkapkan Eja Nur'aini dalam World Press, bahwa "Program Pembelajaran adalah rancangan atau perencanaan satu unit atau kesatuan kegiatan yang berkesinambungan dalam proses pembelajaran, yang memiliki tujuan dan melibatkan sekelompok orang (guru dan siswa) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang dimaksud adalah pencapaian hasil belajar yang berasal dari standar kompetensi. https://amaeka.files.worldpress.com. Diakses 25 Januari 2024, pukul 20.00 WIB.Â
Jelaslah bahwa pembelajaran itu harus tertata atau terorganisir sedemikian rupa sehingga dengannya akan memudahkan pelaksanaannya serta dapat mencapai hasil yang optimal. Karenanya, penilaian dan penentuan nilai tidak hanya berkutat pada nilai mitem dan UAS saja tetapi juga perlu diikutsertakan nilai hariannya.Â
Penilaian Tepat Sasaran
Kurikulum yang berkembang boleh dinamakan apa saja, tapi yang perlu kita camkan bahwa inti akhir dari sebuah pembelajaran adalah hasil yang dicapai harus sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan.Â
Nah..., dengan adanya "Nilai Harian" yang setiap pembelajaran dikukuhkan dengan baik, maka akan memudahkan guru di dalam menentukan nilai anak dengan tepat. Bahkan, tanpa diadakan mitem dan UAS pun, nilai tersebut kian menjadi saksi bisu yang mantap bagi setiap performa. Hal itu disebabkan nilai harian lebih autentik dibandingkan dengan nilai lainnya karena kita sudah mengadakan setiap gerakan atau sepak terjang sang siswa dalam setiap kali pertemuan.Â
Suatu pengalaman unik yang dapat penulis gambarkan ketika masih menjadi pengasuh mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Lhokseumawe, sejak berlakunya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan terus berlanjut dengan kurikulum 2013, nilai harian menjadi tumpuan utama di dalam menentukan nilai akhir sang siswa. Mengapa? Itu dikarenakan nilai tersebut bobotnya asli dan valid. Program yang penulis jalankan itu tidak pernah sia-sia dan apa yang menjadi penetapan itu selalu tepat sasaran dan tidak terdapat komplen sama sekali. Nilai mereka mampu dipertanggungjawabkan dengan lugas.Â
Jika kita hanya berpedoman pada nilai yang penulis sebutkan sebelumnya, itu belum tentu sebagaimana yang kita inginkan sesuai dengan kenyataannya. Apalagi soal yang diberikan ketika mitem dan UAS tersebut dalam bentuk multiple choice. Mereka bisa saja nyontek melalui kedipan mata sebagai kode jawaban atau teknik lainnya yang kita tidak tau. Dengannya pula yang sangat memilukan bagi anak yang dalam keseharian bagus akan bisa drop, mungkin dikarenakan pengaruh internal seperti kurang sehat saat ujian atau ada tekanan jiwa lainnya sebagai faktor eksternalnya.Â
Remedial dan Pengayaan Terealisasi dengan Baik
Diyakini atau tidak, pengalaman mengungkapkan bahwa nilai riable itu, bukan namanya saja autentik, akan tetapi dengan jelasnya nilai tersebut, program remedial bagi anak yang kemampuannya masih di bawah rata-rata dalam setiap pokok bahasan akan dapat dijalankan dengan semestinya. Demikian pula dengan program pengayaan, ini akan terus dapat diwujudkan dengan baik karena hasil penilaian harian sudah dialirkan dengan cermat di setiap kali pembelajaran dilakukan.Â
Memotivasi Belajar Siswa
Rasanya tak dapat disangkal lagi bahwa nilai murni itu akan mampu memotivasi siswa untuk meningkatkan minat belajarnya. Ini dikarenakan mereka sudah melihat secara nyata hasil yang telah diperolehnya dalam setiap kali pembelajaran sebelumnya. Apalagi bila nilai mereka itu bisa disampaikan secara privasi dengan lugas yang disela dengan siraman rohani, mereka akan terpicu untuk mengejar ketinggalan bagi yang masih kurang dan akan meningkatkannya bagi yang sudah memenuhi norum pada materi sebelumnya.Â
Sebaliknya, manakala keunggulan dan kelemahan mereka tidak diketahui dengan pasti, sekalipun belajar tetap diikuti dan dijalankan, namun itu hanya sebatas syarat untuk sekadar mendapatkan nilai rapor seberapa yang diberikan. Guna menumbuhkan motivasi yang tangguh sulit digerakkannya.Â
Kesimpulan
Pembelajaran merupakan suatu keniscayaan. Pembelajaran juga suatu perwujudan daripada program yang telah dirancang. Guna dapat membawa hasil yang maksimal, maka implementasi program juga harus dioptimalkan. Dalam hal ini, strategi penilaian yang dibangun pun sangat menentukan berhasil tidaknya pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, nilai harian yang memang nilai nyata tidak boleh dinafikan. Subjektivitas memang mustahil untuk dikesampingkan tetapi nilai subjektif harus berpedoman pada nilai objektif, sehingga nilai akhir yang diberikan akan lebih efektif dan efisien.Â
Wallahu 'aklam, semoga...!Â
Penulis adalah: Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H