Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kulit, Kaki, dan Kepala Hewan Kurban, Untuk Apa?

30 Juli 2020   14:56 Diperbarui: 30 Juli 2020   15:12 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://bisnisjakarta.co.id/

Para ulama berbeda pendapat tenang status hadits ini. Al-Hakim mengatakan shahih dan keduanya tidak meriwayatkannya (Al-Mustadrak juz 2 hal 422). Al-Albani mengatakan hasan (Shahihul Jami' Ash-Shaghir wa Ziyadatuh no 6118).

Al-Mubarokfuri mengatakan: dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Ayyasy, Abu Dawud dan An-Nasa'imendha'ifkannya, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats-Tsiqat. (Al-Mubarokfuri, Mir'atul Mafatih Juz 5 hal121)

Pendapat Ulama Hanafiyyah

Ulama Hanafiyah menyatakan tidak boleh menjual. As-Sarakhsi dalam Al-Mabsuth juz 12 hal 14 mengatakan makruh -- menjual kulitnya, lemaknya, dagingnya, bagian ujung-ujungnya, kepalanya, bulu wolnya, rambutnya, rambut pada unta, susunya yang diperah setelah disembelih, baik dengan mendapatkan uang atau barter barang  dari hasil penjualan tersebut, yang tidak mungkin (dirinya. Pent) memanfaatkannya kecuali dengan menghabiskan barang hasil penjualan tersebut. (Al-Kasani, Badai', juz 5 hal 81)

Maksudnya adalah apabila dijual kemudian hasil penjualan kulit atau yang lainnya digunakan untuk membeli -- untuk dirinya -- barang-barang yang tidak habis dipakai maka yang seperti itu menurut Hanafiyyah diperbolehkan.

As-Sarakhsi menegaskan hal itu dengan mengatakan:  tidak mengapa menjual kulit kurban kemudian dibelikan peralatan rumah tangga. Kerena menyamak dan memanfaatkan kulit kurban di rumah itu boleh maka demikian pula  menjualnya kemudian dibelikan barang-barang yang dapat dimanfaatkan di rumah.

Karena hukum pengganti seperti hukum yang diganti. Ini merupakan istihsan. Dalam Nawadir Hisyam disebutkan, dia mengatakan: dapat untuk membeli ayakan dan kantong atau semisalnya, dan tidak untuk membeli cuka, acar dan garam atau semisalnya. (As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, juz 12 hal 14)

Pendapat Hanafiyah ini juga merupakan pendapat Al-Hasan, An-Nakha'i dan Al-Auza'i yang memberikan rukhshah untuk menjual kulit kurban kemudian dibelikan ayakan dan peralatan rumah. Karena bisa dimanfaatkan baik kulit maupun yang lainnya, karena hal ini seperti pembagian daging. (Al-Mughni no 7881)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun