Oleh : Ma'ruf Amari, Lc., M.Si.
Besok pagi adalah Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Umat Islam akan mulai melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Masih akan dilaksanakan penyembelihan hewan kurban pada empat hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, 13 dan 14 Dzulhijah.
Persoalan yang sering muncul adalah terkait status kulit, kaki dan kepala hewan kurban. Bagaimana cara memperlakukan?
- Boleh disedekahkan
Berdasarkan riwayat Ali ra, bahwa "Rasulullah saw memerintahkanku untuk melakukan penyembelihan unta dan untuk menyedekahkan daging, kulit dan penutupnya, dan supaya saya tidak memberi tukang jagal dari  hewan kurban (sebagai upah)".
Ali berkata, "Kami memberi tukang jagal dari kami sendiri". HR.Muslim no 1317
- Tidak boleh sebagai upah, baik upah tukang jagal atau upah panitia
Berdasarkan riwayat Ali ra di atas, "Dan supaya saya tidak memberi tukang jagal dari  hewan kurban (sebagai upah)".
- Tidak boleh dijual
Jumhur ulama selain Hanafiyyah tidak membolehkan menjual kulit hewan kurban dan boleh memanfaatkannya untuk beralatan rumah tangga. (Al-Mughni juz 9 hal 450 Al-Mudawwanah juz 1 hal 548 dan Hasyiyatu Qalyubi juz 4 hal 255)
Pendapat Imam Malik
Imam Malik ditanya tentang seseorang yang mengganti kulit kurban dengan dengan kulit yang lain (bukan kulit kurban) yang lebih bagus. Beliau menjawab: "Tidak ada kebaikan di dalamnya".
Berdasarkan riwayat dari Ali ra di atas, juga berdasarkan hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda:
"Barangsiapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka dia tidak memiliki hewan kurban". HR. Al-Hakim (tanpa nomor) dan Al-Baihaqi dalam Ash-Shaghir no 1839
Para ulama berbeda pendapat tenang status hadits ini. Al-Hakim mengatakan shahih dan keduanya tidak meriwayatkannya (Al-Mustadrak juz 2 hal 422). Al-Albani mengatakan hasan (Shahihul Jami' Ash-Shaghir wa Ziyadatuh no 6118).
Al-Mubarokfuri mengatakan: dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Ayyasy, Abu Dawud dan An-Nasa'imendha'ifkannya, dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats-Tsiqat. (Al-Mubarokfuri, Mir'atul Mafatih Juz 5 hal121)
Pendapat Ulama Hanafiyyah
Ulama Hanafiyah menyatakan tidak boleh menjual. As-Sarakhsi dalam Al-Mabsuth juz 12 hal 14 mengatakan makruh -- menjual kulitnya, lemaknya, dagingnya, bagian ujung-ujungnya, kepalanya, bulu wolnya, rambutnya, rambut pada unta, susunya yang diperah setelah disembelih, baik dengan mendapatkan uang atau barter barang  dari hasil penjualan tersebut, yang tidak mungkin (dirinya. Pent) memanfaatkannya kecuali dengan menghabiskan barang hasil penjualan tersebut. (Al-Kasani, Badai', juz 5 hal 81)
Maksudnya adalah apabila dijual kemudian hasil penjualan kulit atau yang lainnya digunakan untuk membeli -- untuk dirinya -- barang-barang yang tidak habis dipakai maka yang seperti itu menurut Hanafiyyah diperbolehkan.
As-Sarakhsi menegaskan hal itu dengan mengatakan:  tidak mengapa menjual kulit kurban kemudian dibelikan peralatan rumah tangga. Kerena menyamak dan memanfaatkan kulit kurban di rumah itu boleh maka demikian pula  menjualnya kemudian dibelikan barang-barang yang dapat dimanfaatkan di rumah.
Karena hukum pengganti seperti hukum yang diganti. Ini merupakan istihsan. Dalam Nawadir Hisyam disebutkan, dia mengatakan: dapat untuk membeli ayakan dan kantong atau semisalnya, dan tidak untuk membeli cuka, acar dan garam atau semisalnya. (As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, juz 12 hal 14)
Pendapat Hanafiyah ini juga merupakan pendapat Al-Hasan, An-Nakha'i dan Al-Auza'i yang memberikan rukhshah untuk menjual kulit kurban kemudian dibelikan ayakan dan peralatan rumah. Karena bisa dimanfaatkan baik kulit maupun yang lainnya, karena hal ini seperti pembagian daging. (Al-Mughni no 7881)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H