Nabi saw bersabda, "Shalat wanita di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di kamarnya, dan shalatnya di makhda-nya lebih utama daripada shalatnya di rumahnya," HR. Abu Dawud no 570, Ibnu Khuzaimah no 1690 dan Al-Hakim no 757.
Al-Hakim mengatakan: Shahih sesuai syarat Asy-Syaikhaini. Adz-Dzahabi: Sesuai Syarat keduanya (Al-Bukhari dan Muslim). (Ta'liq Mustadrak no 757). Syu'aib Al-Arnauth mengatakan: sanadnya hasan (Tahqiq Sunan Abu Dawud no 570). Al-Adzami mengatakan: sanadnya shahih (Tahqiq Shahih Ibu Huzaimah no 1688).
Makhda' adalah rumah kecil dalam rumah besar (Al-Qamus Al-Fiqhi juz 1 hal 113) atau kamar dalam rumah (al-Mu'jam Al Wasith juz 1 hal 221).
Dari Ummu Humaid ra, istri Humaid al-Sa'idi ra, bahwasanya ia mendatangi Nabi saw lalu berkata, "Wahai Rasulullah, saya senang shalat bersamamu".
Beliau berkata: "Saya tahu engkau menyukai shalat bersamaku, Dan shalatmu di masjid rumahmu (ruangan yang khusus untuk shalat) lebih baik daripada shalatmu di kamar, dan shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di dalam rumahmu, dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku (Masjid Nabawi)".
Kemudian Ummu Humaid meminta dibuatkan masjid (tempat shalat) di tempat paling ujung dalam rumahnya dan yang paling gelap. Ia mengerjakan shalat di situ sampai wafat. HR. Ahmad no 27090, dihasankan oleh Syu'ai Al-Arnauth
Yahya Al-Imrani dari mazhab Syafi'iyyah mengatakan: "Tidak sah iktikaf wanita kecuali di masjid, maka apabila dia iktikaf di masjid rumahnya -- yaitu yang ia jadikan untuk shalat di rumahnya -- maka terdapat dua pendapat. Diriwayatkan oleh Ibnush Shabbagh dan penulis "At-Tatimmah", pendapat pertama --ini adalah pendapatnya yang baru-- bahwasanya tidak sah.
Kedua -- pendapatnya fil qadim -- sah. Ini adalah pendapat Abu Hanifah. Karena ini adalah tempat utama shalat wanita maka itu pula tempat iktikafnya, seperti halnya masjid bagi laki-laki.
Pendapat yang pertama (tidak sah) yang lebih benar karena itu (masjid rumah) adalah tempat dimana orang junub boleh tinggal di situ, maka tidak sah iktikaf di dalamnya seperti tanah lapang. (Al-Bayan juz 3 hal 574-575)
Tempat Iktikaf di Saat Wabah
Apa yang dikatakan para ulama di atas tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan iktikaf termasuk di dalamnya keharusan laki-laki iktikafnya di masjid -- kecuali pendapat Ali Al-Marginani dari Malikiyyah -- berlaku pada kondisi normal.
Namun apabila kondisi tidak seperti biasanya, dimana ada syarat yang terpaksa tidak dapat dipenuhi, tentunya Islam memberikan keringanan-keringanan yang oleh para ulama disebut "takhfifatusy syar'i". Dalil atas itu adalah firman Allah swt,