Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Iktikaf di Mana Saat Wabah Corona?

10 Mei 2020   06:25 Diperbarui: 11 Mei 2020   09:49 7091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ma'ruf Amari, Lc. M.Si.

Salah satu aktivitas 'favorit' masyarakat muslim di akhir Ramadan adalah melaksanakan iktikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Banyak masjid yang menyelenggarakan iktikaf selama sepuluh hari penuh, dan semakin banyak masyarakat yang mengikutinya.

Untuk masjid tertentu, bahkan harus mendaftar jauh-jauh hari sebelumnya, karena kapasitas yang terbatas. Masjid Jogokariyan Yogyakarta, adalah salah satu contohnya.

Masalah muncul di masa pandemi Covid-19 saat ini. dimana ruang aktivitas sangat dibatasi ---terkhusus di zona merah. Hingga hari ini belum ada tanda-tanda yang nyata, bahwa pandemi akan segera berakhir di bulan ini. 

Maka ada kemungkinan, masyarakat muslim yang tinggal di zona merah tetap belum bisa beraktivitas dalam bentuk perkumpulan atau kerumunan hingga akhir Ramadan nanti. Tentu saja kita berdoa semoga pandemi corona segera berakhir dan kita semua bisa beraktivitas secara normal.

Bagaimana melakukan iktikaf jika belum memungkinkan ke masjid pada sepuluh hari terakhir Ramadan nanti? Bolehkah iktikaf di mushalla (tempat shalat) yang ada di dalam rumah kita sendiri? Bolehkah iktikaf di rumah yang di dalamnya tidak memiliki tempat khusus untuk shalat?

Pengertian Iktikaf
Secara bahasa, iktikaf adalah tinggal dan menetap pada sesuatu, untuk urusan yang baik atau urusan yang jelek. Sedangkan secara istilah, Al-Qaduri dari mazhab Hanafi mengatakan: "iktikaf adalah mustahab (sunnah) yaitu tinggal di masjid dengan puasa dan niat iktikaf". (Mukhtashar Al-Qaduri juz 1 hal 65).

Menurut Ad-Dasuqi dari mazhab Malikiyyah,iktikaf adalah menetapnya seorang muslim yang mumayyiz (jelang baligh) di masjid yang mubah dengan puasa dengan meninggalkan hubungan badan dan prolognya selama sehari semalam atau lebih untuk ibadah disertai niat. Dan dia (iktikaf) adalah mandub (sunnah) muakkad. (Asy-Syarhul Kabir, juz 1 hal 541)

Al-Kasani menukil perkataan Al-Karkhi: "(Laki-laki) tidak sah iktikaf kecuali di masjid jami'. Ath-Thahawi mengatakan sah di semua masjid". (Badai' juz 2 hal 113). Asy-Syairazi dari mazhab Syafi'iyyah mengatakan: "Dan tidak sah iktikaf seorang laki-laki kecuali di masjid". (Al-Muhadzdzab juz 1 hal 350)

Menurut Nawawi Al-Bantani dari Mazhab Syafi'iyyah: "Tinggal di masjid oleh seseorang tertentu disertai niat. Dan dia (iktikaf) sunnah di semua waktu". ( Nihayatuz-Zain juz 1 hal 197). 

Abun Naja dari mazhab Hanbali mengatakan: "Menetap di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dengan kriteria tertentu oleh seorang muslim berakal sekalipun jelang baligh yang suci dari perkara yang wajib mandi". (Al-Iqna' juz 1 hal 321)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun