Para  ulama sepakat segala ibadah harus disertai niat berdasarkan hadits Nabi saw, "Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat, dan seseorang hanya mendapatkan apa yang ia niatkan." HR. Bukhari no 1,  dan Muslim no 1907.
Termasuk dalam berpuasa harus dengan niat berdasarkan hadits Nabi saw, "Barang siapa yang tidak niat puasa sejak malam hari maka tidak ada puasa baginya"
Hadits di atas terdapat beberapa redaksi
1. "Barangsiapa yang tidak niat puasa sejak malam hari maka tidak ada puasa baginya. HR. An-Nasai no 2334 dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra no 7909 dari Hafshah ra
2. "Barangsiapa yang tidak mengukuhkan niat puasa bersamaan dengan terbit fajar maka tidak ada puasa baginya". HR. Ahmad no 26457 dari Hafshaf ra
3. "Barangsiapa yang tidak meneguhkan niat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya". HR. At-Tirmidzi no 730 dari Hafshah ra
4. "Tidak ada puasa bagi sipa yang tidak meniatkannya sejak malam". HR. Ibnu Majah no 1700 dari Hafshah ra
5. "Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya". HR. Ad-Daruquthni no 2213 dari Aisyah ra
Status Hadits
Muhammad Abadi dalam kitab Aunul Ma'bud bab Niat dalam Puasa, mengatakan, "Sebagian menganggap bahwa hadits ini tidak bersambung sanadnya, karena Sufyan dan Mu'ammar menyatakan mauquf pada Hafshah. Muhammad Abadi menjawab: hal itu tidak berpengaruh, karena Abdullah bin Abu Bakar bin Amr bin Hazam telah menyambungnya dan ziyadatuts stiqah maqbulah (tambahan dari perawi tsiqah diterima).
Kemudian Abadi menukil ucapan Al-Baihaqi: dan Abdullah bin Abu Bakar telah menyambungnya dan merafa'kannya dan dia termasuk tsiqat dan tsabit.
Adapun riwayat Aisyah, Abadi mengatakan terjadi perbedaan dalam mauquf (hanya sampai shahabat) dan marfu'nya (sampai pada Nabi saw)(lihat Aunul Ma'bud juz 7 hal 88 dan 89
Cara Niat Puasa
Bagaimana cara niat untuk puasa Ramadhan? Para ulama berbeda pendapat tentang persoalan ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan harus tiap malam, kalau tidak maka batal puasanya seperti pendapat Ibnu Hazm. Madzhab Hanabilah berpendapat, niat yang dianggap untuk setiap hari Ramadhan (Al-Mughni juz 3 hal 111).
Madzhab Malikiyyah yang diikuti oleh Zuffar dari kalangan Hanafiyyah berpendapat kebolehan niat di awal Ramadhan untuk satu bulan. Titik pangkal perbedaannya pada persoalan memaknai puasa sebulan yang dikerjakan setiap hari dengan ada berbukanya di malam hari apakah merupakan puasa yang bersambung yang cukup dengan niat sekali atau puasa yang sendiri-sendiri sehingga diharuskan niat di setiap malamnya. Berikut pendapat masing-masing madhab:
Madzhab Hanafiyyah berpendapat, niat puasa Ramadhan dilakukan tiap malam. Al-Baldahi mengatakan: bahwa niat merupakan syarat untuk tiap hari, karena puasa tiap hari merupakan ibadah yang beridiri sendiri. Bukankah sekiranya puasa sehari tidak sah tidak menghalangi sahnya (hari-hari) yang lain. (Al-Ikhtiyar juz 1 hal 126)
Al-Kasani memperkuat pendapatnya dengan mengatakan: "Maka -- hadits tentang niat puasa sejak malam hari -- menunjukkan bahwa at-tatabu' (kesinambungan) bukan kewajiban yang dikarenakan puasa, tetapi dikarenakan waktu. Oleh karenanya -- tatabu' -- menjadi gugur dengan berlalunya waktu. (Badai' juz 2 hal 77)
Madzhab Malikiyyah menganjurkan untuk meneguhkan niat pada tiap malam Ramadhan dan dia (Imam Malik) berkata: boleh niat di awal bulan Ramadhan. Karena niat menjadikan shah puasanya sejak hari pertama kecuali musafir ....dan setiap puasa muttashil ( yang berkesinambungan).... maka boleh niat di awal puasa itu semua (puasa-puasa yang muttashil) tanpa pembaruan niat untuk setiap malamnya menurut Malik (Al-Kafi juz 1 hal 335)
Di antara alasannya adalah bahwa puasa Ramadhan seperti satu ibadah dari susi keterikatan antara satu dengan yang lain dan larangan memisahkan (selang-seling) (Irsyadus Salik hal 38)
Imam Asy-Syairazi dalam Madzhab Syafi'iyyah mengatakan: Dan wajib niat untuk setiap hari, karena puasa setiap hari adalah puasa yang berdiri sendiri.....dan tidak batal dengan batalnya puasa sebelumnya atau dengan puasa sesudahnya. Maka tidak cukup sekali niat seperti shalat. (Al-Muhadzdzab juz 1 hal 331)
Nawawi Al-Bantani menganjurkan niat di awal Ramadhan untuk satu bulan, sebagai antisipasi tatkala lupa. Beliau mengatakan: dan disunnahkan -- pada awal bulan -- untuk niat puasa keseluruhannya, dan itu tidak membutuhkan pembaharuan pada seiap malam menut menurut Malik, maka hal itu disunnahkan menurut kami, karena sekiranya lupa pada beberapa malam maka mengikti imam Malik. (Nihayatuz-Zain hal 185)
Ibnu Hazm dari Madzhab Zhahiriyyah mengatakan: barangsiapa dengan sengaja tidak niat maka puasanya batal (Al-Muhalla no 728 juz 4 hal 285)
Pendapat Syaikh Al-Utsaimin
Syaikh Al-Utsaimin nampaknya melepaskan dari paradigma-paradigma di atas, dan menghindari perdebatan yang berbelit-belit tanpa dilandasi dalil yang jelas. Beliau menggunakan pendekatan realita yang mudah.
Beberapa hal yang beliau katakan seputar tema di atas:
- Al-iradah hiyan niyyah (kemauan itu adalah niat), maka seseorang tidak makan dia akhir malam kecuali untuk puasa, sekiranya tujuannya semata-mata untuk makan bukan kebiasaannya makan di waktu itu. (juz 19 hal 176)
- Niat bukanlah sesuatu yang dikerjakan dan diupayakan. Semata-mata seseorang melaksanakan aktifitas maka sesungguhnya telah niat.
- Niat bukanlah sesuatu yang berat, semata-mata seseorang berdiri, makan dan minum maka dia sesungguhnya telah niat. (Majmu' Fatawa wa Rasailul Utsaimin juz 19 hal 178)
- Pendapat yang kuat, bahwa niat puasa Ramadhan  di permulaan bulan sudah cukup, tidak membutuhkan pembaharuan niat untuk setiap hari, Allahumma.. kecuali tatkala terdapat sebab yang membolehkan tidak puasa di tengah bulan maka pada saat itu harus dengan baru untuk puasa. (Juz 19 hal 177)
Wallahu a'lam bish shawab.
Yogyakarta, 1 Ramadhan 1441 H/23 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H