Adapun riwayat Aisyah, Abadi mengatakan terjadi perbedaan dalam mauquf (hanya sampai shahabat) dan marfu'nya (sampai pada Nabi saw)(lihat Aunul Ma'bud juz 7 hal 88 dan 89
Cara Niat Puasa
Bagaimana cara niat untuk puasa Ramadhan? Para ulama berbeda pendapat tentang persoalan ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan harus tiap malam, kalau tidak maka batal puasanya seperti pendapat Ibnu Hazm. Madzhab Hanabilah berpendapat, niat yang dianggap untuk setiap hari Ramadhan (Al-Mughni juz 3 hal 111).
Madzhab Malikiyyah yang diikuti oleh Zuffar dari kalangan Hanafiyyah berpendapat kebolehan niat di awal Ramadhan untuk satu bulan. Titik pangkal perbedaannya pada persoalan memaknai puasa sebulan yang dikerjakan setiap hari dengan ada berbukanya di malam hari apakah merupakan puasa yang bersambung yang cukup dengan niat sekali atau puasa yang sendiri-sendiri sehingga diharuskan niat di setiap malamnya. Berikut pendapat masing-masing madhab:
Madzhab Hanafiyyah berpendapat, niat puasa Ramadhan dilakukan tiap malam. Al-Baldahi mengatakan: bahwa niat merupakan syarat untuk tiap hari, karena puasa tiap hari merupakan ibadah yang beridiri sendiri. Bukankah sekiranya puasa sehari tidak sah tidak menghalangi sahnya (hari-hari) yang lain. (Al-Ikhtiyar juz 1 hal 126)
Al-Kasani memperkuat pendapatnya dengan mengatakan: "Maka -- hadits tentang niat puasa sejak malam hari -- menunjukkan bahwa at-tatabu' (kesinambungan) bukan kewajiban yang dikarenakan puasa, tetapi dikarenakan waktu. Oleh karenanya -- tatabu' -- menjadi gugur dengan berlalunya waktu. (Badai' juz 2 hal 77)
Madzhab Malikiyyah menganjurkan untuk meneguhkan niat pada tiap malam Ramadhan dan dia (Imam Malik) berkata: boleh niat di awal bulan Ramadhan. Karena niat menjadikan shah puasanya sejak hari pertama kecuali musafir ....dan setiap puasa muttashil ( yang berkesinambungan).... maka boleh niat di awal puasa itu semua (puasa-puasa yang muttashil) tanpa pembaruan niat untuk setiap malamnya menurut Malik (Al-Kafi juz 1 hal 335)
Di antara alasannya adalah bahwa puasa Ramadhan seperti satu ibadah dari susi keterikatan antara satu dengan yang lain dan larangan memisahkan (selang-seling) (Irsyadus Salik hal 38)
Imam Asy-Syairazi dalam Madzhab Syafi'iyyah mengatakan: Dan wajib niat untuk setiap hari, karena puasa setiap hari adalah puasa yang berdiri sendiri.....dan tidak batal dengan batalnya puasa sebelumnya atau dengan puasa sesudahnya. Maka tidak cukup sekali niat seperti shalat. (Al-Muhadzdzab juz 1 hal 331)
Nawawi Al-Bantani menganjurkan niat di awal Ramadhan untuk satu bulan, sebagai antisipasi tatkala lupa. Beliau mengatakan: dan disunnahkan -- pada awal bulan -- untuk niat puasa keseluruhannya, dan itu tidak membutuhkan pembaharuan pada seiap malam menut menurut Malik, maka hal itu disunnahkan menurut kami, karena sekiranya lupa pada beberapa malam maka mengikti imam Malik. (Nihayatuz-Zain hal 185)
Ibnu Hazm dari Madzhab Zhahiriyyah mengatakan: barangsiapa dengan sengaja tidak niat maka puasanya batal (Al-Muhalla no 728 juz 4 hal 285)