Mohon tunggu...
Marshel Leonard Nanlohy
Marshel Leonard Nanlohy Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Finding God In All Things

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Es Krim (Cerita Pendek)

13 Juli 2024   12:29 Diperbarui: 13 Juli 2024   12:31 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami berdua sering bertengkar tentang masalah kebersihan. Beberapa waktu, Nisa bahkan tidak segan-segan untuk membentakku. Saat emosinya meluap, dia selalu berteriak persis di depan daun telingaku. Suaranya bisa aku dengar hingga menembus semua sudut di kepalaku, teriakannya yang melengking mampu menghancurkan tumpukan gelas kaca yang menggunung di tempat cuci piring.

Nisa merasa aku malas melakukan pekerjaan rumah yang sederhana. Padahal menurutku, dialah yang seharusnya bertanggung jawab atas ini semua. Aku tidak peduli, bahkan tidak sedikit pun aku menghiraukan Nisa ketika dia sedang meledak, bahkan ibu pun enggan untuk ikut campur urusan rumah tanggaku dan Nisa.

Walaupun sering dibuat tidak nyaman, Nisa tetaplah istriku, dan yang lebih penting, dia adalah ibu dari Nala, anak perempuan kesayanganku satu-satunya. Sebesar apa pun murkanya, Nisa punya cara tersendiri untuk mereda. Teriakannya yang melengking selalu berhasil menghilang perlahan dari dalam kepalaku.

Kebiasaan Nisa untuk berteriak ketika emosinya meluap sudah ada sejak kami masih berpacaran. Awalnya aku pikir itu adalah hal yang wajar, lagi pula, selama ini aku juga selalu memendam semua masalahku sendirian. Namun, yang berbeda dari aku dan Nisa adalah cara kami melampiaskannya.

Aku selalu melampiaskan emosi dengan menulis, sedangkan Nisa melampiaskannya dengan berteriak. Hal itu tidak menjadi masalah besar untuk hubungan kami, tidak pada awalnya. Aku pun sudah mulai terbiasa dengan teriakan-teriakan itu.

Harus diakui, Nisa memiliki banyak kemiripan dengan ayah, terutama soal pelampiasan emosinya. Banyak kejadian di sekitar yang mengingatkanku kepada ayah. Nisa bilang, ada istilah tersendiri untuk hal ini, "Invisible string theory," katanya.

Hal-hal ini muncul dari momen yang tidak terduga, mulai dari makanan favorit Nala yang sama seperti ayah, cara Nisa melampiaskan emosinya, juga kemeja warna kuning yang selalu diceritakan oleh ibu kepadaku.

Ayah selalu muncul lewat orang-orang lain, seolah ingin memberikan pesan yang tersirat bagiku. Meskipun aku berusaha keras untuk melupakannya, ayah selalu berkunjung melalui peristiwa sederhana. Aku berniat membalas kunjungannya, yaitu dengan rutin menggunakan kemeja kuning favoritnya, setiap Hari Jumat.

*

Kami bertiga selalu menyempatkan waktu untuk menyambut akhir pekan dengan menikmati senja. Aku dan Nisa selalu ada untuk menemani Nala jalan-jalan menjelang akhir pekan, berkeliling naik mobil, sambil bercerita tentang apa pun.

Suatu saat, Nala pernah bercerita kepadaku, tentang keinginannya untuk bisa terbang dan menjadi seekor burung. Sebuah mimpi yang cukup umum untuk seorang anak kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun