"Kamu sudah siap?" tanya ibu, semringah.
"Maksudnya, siap gimana, bu?" balasku, mengembalikan pertanyaannya.
"Ketemu Nisa dan Nala. Kamu jadi ketemu mereka hari ini, kan?"
"Hah....ibu tahu dari mana...?"
"Hari ini," balas ibu, menjawab pertanyaanku. "Hari Jumat, nak..." lanjutnya.
Aku tidak menghiraukan ibu untuk pertama kalinya, sambil melangkahkan kaki, aku berjalan menuju lemari pakaian, lalu mengambil baju putih peninggalan ayah. Warnanya yang semula putih, perlahan berubah menjadi kuning. Kemeja itu terlihat pudar, terlalu pucat untuk dikatakan sebagai warna kuning, namun terlalu kusam untuk disebut sebagai warna putih.
Bukan, penyebabnya bukanlah waktu, bukan juga jamur. Warna kuning ini disebabkan oleh tumpahan es krim yang dimakan Nala setiap Hari Jumat. Setiap tetesnya mengalir, perlahan-lahan, melumuri kemeja ini sehingga hampir seluruh bagiannya menguning.
Hari Jumat kali ini, aku telah membulatkan tekadku. Aku mengendarai mobilku, sekali lagi pergi untuk membeli es krim kesukaan Nala di sebuah toko, yang lokasinya tidak jauh dari tempat kerjaku dulu.
Kantong mataku semakin tebal dan menghitam, kelopak mataku semakin meredup, menjadi sayu karena kurang tidur. Hari itu, aku menggunakan kemeja putih favorit ayah, meskipun sekarang menjadi sedikit kuning dan lusuh. Selain menjadi baju favorit ayah, kemeja itu juga menjadi tempat favorit Nala menumpahkan es krimnya.
Setelah membeli es krim favorit Nala, aku segera menuju ke mobil, menaruhnya di kursi tengah dengan hati-hati, supaya tidak tumpah dan berceceran mengotori kursi mobilku lagi.
Mobilku melaju kencang, sangat kencang, lebih kencang dari sebelumnya. Aku menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Hari Jumat itu, langitnya sangat indah. Matahari menyambutku, memancarkan sinarnya dengan begitu cantik.