Terkadang sebagai manusia kita terlalu memegang kendali pada hidup. Berpikir bahwa hidup kita, kita yang merancang dan merencanakannya. Berharap semua yang telah dibuat bisa berjalan dengan baik. Kita lupa ada yang lebih kuasa dari kita.
Di sini Nadin berbicara bahwa sangat sulit bisa melepas kendali atas hidup ini, tetapi setidaknya ia sudah mulai bisa menerima takdirnya.
"Kuingat lagi di kamar ini kita bermimpi akan menjadi angan tak pasti kicau berani, seperti takdir kita yang tulis."
4. Menangis di Jalan Pulang
Lagu ini merupakan titik pucak dari mini album yang sangat suram, berbicara tentang runtuhnya suatu hubungan. Di sini sangat jelas diceritakan bahwa Senayan menjadi tempat cerita ini terjadi. Lagu ini sangat menguras emosi: tentang berapa banyak kenangan yang mereka miliki di mobilnya, tentang betapa buruknya hubungan mereka.
"Lagu dan serapah terdengar di mobilmu. Saling mencekik, mencerna kata makian. Saling cela, saling luka
Lupa apa arti kata cinta"
5. Dan, Selesai.
Epilog kisah cinta yang belum tentu menjanjikan kebahagiaan selamanya. Perihal berpindah tempat, ketika hubungan usai maka cepat atau lambat kita harus berpindah. Nadin mengutarakan bahwa ia hanya ingin mereka berdua pindah. Ia sudah, tapi nampaknya Sang Mantan belum.
“Ku pergi duluan, kau kan menyusul 'kan? Percaya padaku, Tuhan pun tertawa. Melihat kita yang menerka”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI