Kini saatnya bagi kita untuk sangat peduli buat menumbuhkan kepedulian pada literasi. Ada banyak sumber bagi kita buat menimba ilmu dan pengalaman. Pratiwi Retnaningdyah, Kandidat PhD di Bidang Cultural Studies, University of Melbourne dan tergabung dalam komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan- GSM (Radio Australia) memaparkan pengalamannya literasi, yaitu tentang: Meningkatkan Minat Baca Ala Sekolah Australia.
“Bagaimana program literasi berjalan di tingkat pendidikan dasar, Siswa di bangku SD selalu membawa pulang satu buah buku di dalam tas sekolahnya untuk bacaan di rumah. Itu merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi setiap anak. Sementara PR bagi orang tua ialah membimbing anak membaca buku yang dibawa dari sekolah itu. Di luar buku yang dipilihkan gurunya untuk PR membaca, sekolah juga ingin mengajak orang tua dan anak mencatat kebiasaan membaca buku yang tersedia di rumah, entah itu buku cerita, pengetahuan, dan lain-lain. Untuk itu, sekolah menyediakan buku catatan Home Reading. Tidak diberi nilai meski guru akan memberikan komentar secara berkala setiap bulan. Jadinya di rumah selalu ada reading time, orang memberi catatan atau laporan dan guru di sekolah memberi komentar. Maka beginilah kiat menumbuhkan literasi buat anak melalui kerjasama antara orang tua dan guru”.
Firman Parlindungan, Dosen Universitas Teuku Umar, saat melanjutkan pendidikan S-3 di Columbus University, Ohio-Amarika Serikat, melaporkan tentang Pendidikan Literasi: Membaca dan Menulis di Ohio - Amerika Serikat (UTU). Ia menjelaskan bahwa:
“Belajar tentang pendidikan literasi di Columbus, Amerika Serikat membuka cakrawala tentang nikmatnya dunia membaca dan menulis masyarakat di sini. Semua orang membaca buku, majalah, atau surat kabar harian di halte, di bus kota, atau di kafe-kafe. Orang tua atau generasi muda duduk di taman kota sambil menikmati buku atau novel ratusan halaman. Siswa merasa malu jika tidak membaca. Mahasiswa menjadikan membaca dan menulis sebagai tradisi ilmiah, sedangkan diskusi menjadi rutinitasnya. Perpustakaan bukan satu-satunya tempat untuk membaca. Bagi mereka membaca dan menulis sudah menjadi budaya yang bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Di Columbus, Ohio, Amerika Serikat, upaya menjadikan membaca dan menulis sebagai budaya sudah dimulai sejak puluhan tahun silam. Dinas Pendidikan mendorong sekolah untuk merancang kurikulum dan program pembelajaran yang mengarah pada stimulus anak mencintai membaca dan menulis sejak usia dini. Bahkan banyak program yang melatih orang tua untuk membaca cerita-cerita dongeng kepada anaknya di rumah. Orang tua yang memiliki anak usia balita selain menyekolahkan anaknya di Taman Kanak-Kanak atau menitipkannya di Taman Penitipan Anak (Children’s Day Care), mereka juga belajar bagaimana mendukung perkembangan membaca dan menulis anak di rumah secara efektif. Dan program-program tersebut dilaksanakan gratis oleh pemerintah lokal secara berkala”.
- Di sekolah TK, guru-guru dengan kreatifnya membacakan cerita kepada anak-anak di setiap awal pembelajaran. Kegiatan ini juga diikuti dengan latihan pelafalan kalimat dengan penekanan dan intonasi yang tepat. Sudah terbuktik efektifitas kegiatan semacam ini dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak yang mengarah pada kemampuan membaca dan menulis mereka.
- Di tingkat SD kelas satu sampai dengan tiga, setiap siswa diwajibkan membaca dan menulis di rumah melalui penerapan tugas membaca mandiri. Setiap siswa punya reading-log, semacam buku harian membaca, yang berisi berapa lama waktu yang siswa habiskan untuk membaca di rumah dan paraf orang tuanya. Tidak ada patokan menit atau jam. Buku harian itu juga berisi tugas-tugas sekolah lainnya yang harus dikerjakan di rumah seperti menulis. Pada usia ini siswa diharuskan menulis paragraf pendek tentang apa yang sudah dibaca. Saat di sekolah mereka akan diminta untuk menceritakan bacaannya di depan kelas atau di kelompok kecil.
- Sedangkan pada kelas empat sampai dengan enam, ada waktu minimal yang ditetapkan sekolah. Untuk kelas lima misalnya, siswa harus membaca di rumah minimal selama 25 menit sehari dengan pantauan orang tua. Dan kewajiban menulis pada level ini mengharuskan siswa menulis esai yang biasanya terintegrasi dengan pelajaran IPA atau IPS. Kewajiban membaca ini terus berlanjut sampai level SMP dan SMA. Yang membedakannya adalah bahan bacaan dan batasan minimal waktunya.
- Di SMP misalnya, siswa diharuskan membaca buku atau novel kemudian diwajibkan menulis laporan bacaannya di buku harian mereka. Setiap sekolah menerapkan aktivitas yang berbeda dalam rangka membiasakan anak untuk membaca dan menulis.
Deskripsi di atas adalah tentang bagaimana menumbuh-kembangkan literasi buat anak didik dan buat generasi muda Indonesia. Himbauan buat semua sekolah adalah agar “Program Literasi Menjadi Prioritas Utama di Sekolah”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H