Penguasaan komunikasi efektif
Penguasaan metodologi pembelajaran; dan
Pemahaman psikologi yang shahih
Saya jadi malu diri saat membandingkan pelaksanaan kegiatan ini dengan kegiatan MGMP yang saya ikuti bersama kawan- kawan guru dari berbagai sekolah. Dimana pesertanya terkesan kurang antusias dan kurang bersemangat dalam berpartisipasi. Persentase kehadiran saja jauh dari harapan.
Sejak negara kita merdeka, 70 tahun yang lalu, baru sekarang ada ajakan dan kepedulian dalam menggunakan kata “literasi”. Maka baru sekarang kegiatan literasi jadi program di sekolah. Gerakan Literasi Sekolah dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Tujuan gerakan ini untuk membiasakan dan memotivasi siswa agar mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti.
"Kegiatan literasi ini tidak hanya membaca, tetapi juga dilengkapi dengan kegiatan menulis yang harus dilandasi dengan keterampilan atau kiat untuk mengubah, meringkas, memodifikasi, menceritakan kembali, dan seterusnya,"
Akhirnya Kurikulum 13, yang sempat menjadi pro-kontra dalam tahun sebelumnya, direvisi dan urgensi untuk diterapkan untuk semua lini pendidikan di Tanah Air. Jumlah peserta sekolah yang menerapkan kurikulum 13 selalu meningkat, hingga akhirnya semua harus menerapkan kurikulum ini.
Di awal semester 2016/ 2017 ini banyak pemanggilan guru- guru (sebagai guru sasaran) untuk mengikuti sosialisasi kurikulum 13 yang sudah direvisi. Dalam sosialisasi tercakup bahwa betapa setiap sekolah dan apalagi setiap guru perlu mensukseskan program pembelajaran melalui “ Pembelajaran aktif, Penguatan Literasi dan Penumbuhan Budi Pekerti”. Sebuah keputusan dan kebijakan yang sangat tepat, karena andai kata ini terwujud maka anak-anak Indonesia akan menjadi manusia punya budi pekerti luhur, aktif dalam belajar dan dan sangat peduli dengan budaya literasi.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh UNESCO bahwa persentase minat baca bangsa Indonesia hanya 0,001 persen, maksudnya bahwa dari 1000 orang hanya satu yang terbiasa membaca. Ini sangat minim sekali dan sangat memprihatinkan.
Minat baca bangsa kita masih rendah. Mengapa minat baca orang Indonesia rendah ? Menurut Lucya Andam Dewi, ketua IKAPI- Ikatan Penerbit Indonesia (http://www.cnnindonesia.com) bahwa:
“Kondisi perbukuan Indonesia masih menghadapi masalah klasik: minat baca dan distribusi. Jumlah penulis masih sangat sedikit. Pada 2014, buku yang terbit hanya lebih dari 30 ribu judul. Jumlah penerbit pun kurang. Anggota IKAPI yang tercatat, ada 1.300-an. Namun yang aktif hanya 700 sampai 800 penerbit. Penerbit terpusat di Jawa. Di Sumatra ada sedikit. Di Kalimantan dan Sulawesi ada, tapi belum banyak. Seharusnya penerbit itu ada di setiap provinsi, jadi ada kearifan lokal. Tapi kita masalahnya minat baca."