Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Lainnya - (Pe)nulis

Siti Mariyam adalah gadis yang lahir di planet bumi pada tahun 1999 silam. Gadis yang lahir dan tinggal di Tangerang Selatan ini mulai tertarik dunia kepenulisan sejak akhir masa SMP. Dari mulai hobi menulis diary hingga membaca cerpen-cerpen di internet juga novel. Ia selalu mencatat setiap kata baru yang ditemuinya saat menonton film dan membaca untuk menambah kosa kata dalam menulis ceritanya nanti. Dari semua itu, telah lahir beberapa cerita yang bisa kamu nikmati di halaman Kompasiana pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kakakku Idola Teman-temanku (Part 4)

19 Desember 2023   00:00 Diperbarui: 28 Februari 2024   11:00 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Jam istirahat kali ini tidak kugunakan untuk membeli makanan di kantin seperti yang lain. Kak Reno memintaku dan Inka ke ruang guru untuk membahas permasalahan kami kemarin. Lelaki itu tak suka jika adik sekaligus muridnya di sekolah memiliki musuh.

Seperti sedang interview kerja, Kak Reno melontarkan beberapa pertanyaan kepadaku dan Inka, salah satunya seperti ini..

            "Kalian sebenarnya ada apa? Sesama teman, kok, saling bermusuhan gini?"

            Aku dan Inka hanya diam sambil menunduk mendengar pertanyaan tersebut, kepala kami pun tak bergerak untuk memandang diri masing-masing.

            "Inka, Rena, jawab pertanyaan bapak,"

            Kami masih dalam diam, tak sedikitpun membuka suara.

            Aku tak tahu bagaimana awal cerita hubunganku dan Inka menjadi tidak baik seperti ini. Semuanya berjalan begitu saja, tanpa aku ketahui mulai dari arah mana. Yang jelas aku tidak suka Inka bersikap melebihi dari seorang murid kepada gurunya. Jika itu guru yang lain, tak apa. Asalkan jangan Kak Reno. Sangat tidak rela aku menjadi adik iparnya nanti.

            Sementara Inka, aku tak tahu mengapa ia juga terlihat tidak suka padaku. Padahal aku tak pernah melakukan kesalahan, sekalipun iya, aku langsung meminta maaf padanya. Bagiku itu sudah menyelesaikan masalah, karena aku sudah mengakui kesalahan dan meminta maaf.

            "Kalau kalian gak mau saling memaafkan dan terus bermusuhan seperti ini, bapak yang akan mengundurkan diri dari sekolah!"

            Seketika aku dan Inka mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk untuk melihat Kak Reno. Ucapannya membuat kami sedikit terkesiap.

            "Jangan, Pak!" Kami bersamaan mengatakan itu.

            Kami saling berpandangan selama beberapa saat, yang kemudian kembali menundukkan kepala.

            "Kalau jangan, ya, berarti ayo kalian saling minta maaf!"

            Setelah mendengar ucapan Kak Reno tersebut, kami menggumam karena di antaraku dan Inka tidak mau meminta maaf terlebih dahulu.

            "Aku gak mau minta maaf duluan, bukan aku yang salah!"

            "Bukan aku juga yang memulai masalah ini, jadi kenapa harus minta maaf duluan?"

            Melihat kami terus menerus menggerutu, Kak Reno kembali mengatakan bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai guru dari sekolah ini, agar aku dan Inka tak lagi bermusuhan seperti sekarang.

            Aku pun memutuskan untuk meminta maaf lebih dulu pada Inka. Demi Kak Reno, aku rela menjatuhkan harga diri di depan gadis itu. Aku tak ingin kakakku ikut dalam permasalahan yang tidak penting ini. Kenapa aku bilang begitu? Karena, ya, jelas saja tidak penting. Aku tidak suka dan cemburu melihat Inka dekat dengan Kak Reno, sementara Inka begitu menggilai dirinya. Akibat hal tersebut, Kak Reno yang memilih untuk pergi dari sekolah.

            Inka yang seharusnya bangun dari mimpi, karena sampai kapanpun Kak Reno tak dapat ia miliki. Mana ada, sih, seorang murid menyukai gurunya sendiri? Mungkin ada, tetapi, kan, hanya di dalam sinetron. Masih banyak lelaki di dunia ini, yang lebih tampan dan lebih dari Kak Reno. Sekalipun rupa saudaraku kurang tampan, aku tetap tak rela ia dimiliki oleh Inka.

            Satu minggu setelah aku dan Inka baikkan, akhirnya aku dapat bernapas lega, tidak seperti kemarin-kemarin yang selalu sesak karena melihat Inka bersikap berlebihan pada Kak Reno. Ia pun sudah bersikap biasa saja pada guru yang ia idolakan itu. Tetapi sikapnya kepadaku masih sama, dingin. Namun tak apa, asalkan jangan Kak Reno yang bersikap seperti itu padaku.

---

            "Rena, Pak Reno, kan, lagi di UKS. Kamu udah tahu belum?"

Saat sedang asyik meminum jus di kantin kala jam istirahat, tiba-tiba teman perempuanku dari kelas lain memberitahu berita itu.

            "Kak Reno di UKS?" Karena khawatir, aku sampai salah menggunakan kata panggilannya di sekolah. "Eh, maksudnya Pak Reno di UKS?"

            "Iya, tadi pas dua puluh menit sebelum jam pelajarannya berakhir, Pak Reno kelihatan pucat gitu. Kita menyuruh dia ke UKS aja, gak usah melanjutkan mengajarnya."

Kakakku sedang sakit, aku malah enak-enakkan di sini. Adik macam apa aku ini?

            "Terimakasih, ya, informasinya."

            "Iya, Rena, sama-sama."

            Tanpa menghabiskan jus yang tinggal setengah gelas lagi, aku langsung menuju ke UKS melihat Kak Reno, sebelumnya aku membeli roti dan minum untuknya. Kenapa aku tidak tahu keadaan kakak sendiri, padahal kami di satu ruang lingkup yang sama?

            Setelah tiba, aku kembali melihat adegan yang menyakitkan hati. Inka tengah berada di samping Kak Reno, memijat-mijat tangannya seperti yang Kak Reno dulu lakukan ketika kakinya terluka.

            "Bapak kalau butuh sesuatu bilang ke aku aja, ya? Aku siap bantu bapak,"

            "Iya, Inka. Terimakasih banyak, ya, udah mau bantu bapak."

            "Sama-sama, Pak. Bapak juga waktu itu udah bantu aku,"

            Mengetahui Inka yang begitu perhatian pada Kak Reno, aku tak jadi melihatnya di dalam sana dan memutuskan untuk kembali ke kelas, kebetulan lima menit lagi waktu istirahat habis. Bukannya tak peduli, aku tak mau Kak Reno tambah sakit jika aku dan Inka ada masalah lagi.

            Aku sungguh ingin menariknya ke luar dari dalam ruangan itu, geram sekali melihatnya bersikap manis pada saudaraku. Kak Reno pasti akan tetap menyayangiku meski dengan keadaannya sekarang aku tidak ada di sampingnya.

            "Rena, kakak kamu, tuh, lagi sakit di UKS. Kamu malah asyik-asyikkan main hp,"

            Tiba-tiba Inka berkata begitu sambil berdiri di depanku yang sedang mengetik pesan Whatsapp untuk Kak Reno. Rupanya ia masih ingat waktu masuk ke kelas. Aku pikir ia tak akan ingat waktu bila tengah berada di dekat Kak Reno.

            "Jadi adik gak peduli banget sama kakaknya!" Inka melanjutkan ucapannya tersebut yang kembali membuatku geram.

            Gadis itu tak tahu, aku memainkan handphone untuk menanyakan pada Kak Reno bagaimana keadaannya, bukan seperti yang ia katakan. Ternyata ia belum berubah!

            "Jaga mulut kamu! Kamu pikir aku gak peduli sama kakakku? Aku tadi udah datang ke UKS untuk melihatnya. Tapi setelah tahu kamu ada di sana, aku mengurungkan niat itu. Aku pikir kamu udah berubah, ternyata belum. Dan asal kamu tahu, sampai kapanpun aku tetap gak suka kamu dekat dengan Kak Reno!"

            Inka hanya diam mendengarkan aku berbicara dengan wajah yang terlihat begitu marah kepadaku. Tak akan kubiarkan gadis itu terus menyukai Kak Reno. Tanpa menjawab, Inka meninggalkanku menuju meja belajarnya. Guru yang akan mengajar kami setelah istirahat pun sudah datang.

            Selama kelas belajar berlangsung, aku tak tenang, terus memikirkan bagaimana keadaan Kak Reno sekarang, sebab pesanku belum dibalas olehnya. Aku pun memutuskan ke luar kelas untuk melihat dirinya dengan alasan izin ke toilet pada guru yang mengajar kami saat ini.

            Pertama aku menuju UKS, namun ia sudah tak ada di sana. Kemudian aku ke ruang guru, tetap tak ada. Aku akhirnya bertanya pada salah seorang guru yang kutemui, di mana keberadaan guru bahasa Indonesia itu. Ternyata Kak Reno sedang mengajar di kelas sebelas yang ada di lantai dua bangunan ini. Tanpa membuang waktu, aku langsung menuju ke sana agar pikiranku tenang, tak lagi mengkhawatirkan dirinya.

            "Kak, aku ada di luar. Kakak tolong ke luar sebentar, ya?"

            Begitulah pesan whatsappku pada Kak Reno. Benar saja, ia sedang mengajar di kelas itu. Aku bisa melihat dirinya dari luar jendela.

            Tak lama kemudian, Kak Reno ke luar dari kelas yang tengah ia ajar. Aku tersenyum lebar melihat dirinya sudah baik-baik saja.

            "Kata teman-teman kakak sakit, tapi sekarang kakak udah baik-baik aja, kan?" Aku bertanya seakan tak tahu tentang keadaannya yang sempat masuk ke UKS. Ia juga pasti tak tahu jika aku mendatanginya tadi di sana.

            "Kakak baik-baik aja, Rena. Kamu gak usah khawatir. Tadi kakak cuma pusing aja, tapi pas minum teh hangat dan istirahat sebentar juga udah enakkan, kok." Kak Reno tersenyum memandangku yang tingginya hanya sedadanya seusai menjawab pertanyaan dariku.

            Syukurlah, aku senang dengarnya, saudara lelakiku itu sudah baikkan. Aku sangat menyayangi dirinya, meski kini hubungan kami sedang diuji oleh Tuhan dengan kedatangan orang ketiga. Eh, apaan, sih? Sudah seperti hubungan percintaan aja.

            Tanpa berlama-lama berbicara pada Kak Reno, aku pun kembali ke kelas yang tengah kutinggali. Masih banyak waktu untuk mengobrol bersamanya di rumah, sekolah tempatku belajar dan mengajar bagi Kak Reno.

                                           

                                                                                                                 ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun