Kami saling berpandangan selama beberapa saat, yang kemudian kembali menundukkan kepala.
      "Kalau jangan, ya, berarti ayo kalian saling minta maaf!"
      Setelah mendengar ucapan Kak Reno tersebut, kami menggumam karena di antaraku dan Inka tidak mau meminta maaf terlebih dahulu.
      "Aku gak mau minta maaf duluan, bukan aku yang salah!"
      "Bukan aku juga yang memulai masalah ini, jadi kenapa harus minta maaf duluan?"
      Melihat kami terus menerus menggerutu, Kak Reno kembali mengatakan bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai guru dari sekolah ini, agar aku dan Inka tak lagi bermusuhan seperti sekarang.
      Aku pun memutuskan untuk meminta maaf lebih dulu pada Inka. Demi Kak Reno, aku rela menjatuhkan harga diri di depan gadis itu. Aku tak ingin kakakku ikut dalam permasalahan yang tidak penting ini. Kenapa aku bilang begitu? Karena, ya, jelas saja tidak penting. Aku tidak suka dan cemburu melihat Inka dekat dengan Kak Reno, sementara Inka begitu menggilai dirinya. Akibat hal tersebut, Kak Reno yang memilih untuk pergi dari sekolah.
      Inka yang seharusnya bangun dari mimpi, karena sampai kapanpun Kak Reno tak dapat ia miliki. Mana ada, sih, seorang murid menyukai gurunya sendiri? Mungkin ada, tetapi, kan, hanya di dalam sinetron. Masih banyak lelaki di dunia ini, yang lebih tampan dan lebih dari Kak Reno. Sekalipun rupa saudaraku kurang tampan, aku tetap tak rela ia dimiliki oleh Inka.
      Satu minggu setelah aku dan Inka baikkan, akhirnya aku dapat bernapas lega, tidak seperti kemarin-kemarin yang selalu sesak karena melihat Inka bersikap berlebihan pada Kak Reno. Ia pun sudah bersikap biasa saja pada guru yang ia idolakan itu. Tetapi sikapnya kepadaku masih sama, dingin. Namun tak apa, asalkan jangan Kak Reno yang bersikap seperti itu padaku.
---
      "Rena, Pak Reno, kan, lagi di UKS. Kamu udah tahu belum?"