Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengarnya. Gadis itu benar sudah dibuat gila oleh Kak Reno.
     "Sudah, sudah. Kalian ini selalu ribut. Pokoknya malam Minggu besok jangan lupa datang, dan sekarang kalian boleh istirahat," Sembari berlalu mengeluari kelas, Kak Reno berkata.
    Tidak lama kemudian, para gadis itu membicarakan tentang persiapan untuk datang ke ulang tahun Kak Reno nanti, dari mulai pakaian yang akan ia kenakan sampai kado yang akan mereka bawa. Telingaku yang panas mendengar suara mereka seperti tikus terjepit pintu itupun ke luar dari kelas. Lama-lama telingaku bisa menjadi tuli jika terus menerus mendengarnya. Dasar, gadis-gadis alay.
     Sampai akhirnya, hari spesial Kak Reno pun tiba. Tamu undangan yang merupakan teman-temanku sekaligus murid-muridnya di sekolah sudah banyak berdatangan setengah jam sebelum acaranya dimulai. Mereka datang dengan mengenakan pakaian yang rapi sambil membawa kado untuk Kak Reno.
      Aku melongo seperti kambing congek ketika melihat beberapa tamu undangan yang tidak lain adalah gadis-gadis centil itu datang dengan penampilan cantik dan begitu anggun. Kamu tahu Natasha Wilona, kan? Aktris cantik muda bertalenta yang digemari banyak masyarakat Indonesia. Kurang lebih mereka seperti dirinya, sempurna.
Tapi? Apa? Kenapa mereka bisa seperti itu? Jangan-jangan mereka operasi plastik dulu sebelum ke sini, biar Kak Reno terpesona melihatnya? Aarrgghh.. aku ini kenapa, sih? Sama teman sendiri kok, sampai punya pikiran seperti itu?
      Â
      Tepat pukul delapan, acara istimewa Kak Reno dimulai. Teman-teman mengelilingi gurunya itu yang malam ini berusia dua puluh lima tahun. Senyum dan tawa menghiasi keberlangsungan acara tersebut. Kak Reno tak banyak bicara, hanya memberikan senyum saat melihatku.
      Ketika Kak Reno memotong kue ulang tahun itu, aku yakin ia akan memberikan potongan pertama tersebut untuk adiknya ini. Tapi, aku salah. Inkalah yang mendapatkan kue itu, karena ia yang merampas sendiri dari tangan Kak Reno. 'Dasar, gadis centil.' Aku berteriak dalam hati. Aku pun secara diam-diam masuk ke rumah, karena muak melihat adegan yang menyakitkan hati.
      "Kamu kok, masuk? Acara kakaknya, kan, belum selesai," ibu bertanya padaku saat kami berpapasan di ruang tengah. Ibu tidak ikut meramaikan acara anak lelakinya itu, dan hanya menonton dari dalam.
      "Iya, aku capek banget, Bu. Tadi siang, kan, habis bantu kakak beres-beres. Lagi juga kakak ada teman-temanku, kok." Jawabku bohong. By the way, di sekolah kami liburnya Sabtu dan Minggu. Jadi aku bisa ikut membantu Kak Reno.