Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gerai dan Warung Tidak Terima Uang Tunai, Ada Hukuman Pidananya

12 November 2024   18:09 Diperbarui: 12 November 2024   18:10 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: detik.com

Tren ekonomi digital kian menguat di Indonesia, terutama dengan meningkatnya jumlah transaksi non-tunai atau cashless. Penggunaan dompet digital, QRIS, dan kartu debit menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Namun, dalam maraknya transaksi elektronik, muncul fenomena baru yang justru meresahkan: semakin banyak merchant, toko, hingga warung yang hanya menerima pembayaran nontunai dan menolak transaksi menggunakan uang tunai.

Fenomena ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mendukung, dengan alasan praktis dan aman, sementara yang lain mempertanyakan legalitasnya. Apakah gerai atau warung benar-benar boleh menolak uang tunai? Dan bagaimana aturan hukumnya di Indonesia?

Regulasi Pembayaran Tunai di Indonesia

Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas keuangan yang mengatur penggunaan mata uang rupiah, kembali menegaskan bahwa menolak pembayaran dengan uang tunai melanggar hukum. 

Undang-Undang Mata Uang Pasal 23 jelas menyebutkan bahwa rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran sah di Indonesia. Penolakan untuk menerima uang tunai sebagai alat pembayaran dianggap sebagai pelanggaran pidana dan dapat dikenakan sanksi.

"Kita kembali ulang bahwa Pasal 23 Undang-Undang Mata Uang, itu jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah NKRI," ujar Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, saat konferensi pers di Kantor Pusat BI pada 17 Oktober 2024.

Sikap tegas BI ini tidak muncul tanpa sebab. BI melihat tren merchant atau warung kecil yang hanya menyediakan opsi pembayaran digital meningkat dalam beberapa tahun terakhir. BI mencatat kasus seperti ini sebagai pelanggaran serius terhadap hak konsumen dan nilai rupiah sebagai mata uang negara.

Ancaman Pidana bagi Pelaku

Bagi pedagang yang tetap bersikeras menolak transaksi tunai, aturan hukum yang berlaku mengatur ancaman pidana. 

Pasal 33 Undang-Undang Mata Uang menegaskan bahwa setiap orang yang menolak rupiah sebagai alat pembayaran di Indonesia dapat dikenakan sanksi pidana kurungan hingga 1 tahun atau denda hingga Rp200 juta. 

Artinya, hukum Indonesia memandang penolakan transaksi tunai sebagai tindak pidana yang cukup serius.

Langkah tegas ini diambil untuk memastikan bahwa mata uang rupiah tetap dihargai sebagai alat pembayaran sah, serta untuk melindungi masyarakat yang mungkin belum terbiasa atau tidak memiliki akses pada metode pembayaran digital.

Mengapa Banyak Warung Menolak Uang Tunai?

Meskipun melanggar aturan, sejumlah pedagang mengemukakan alasan-alasan praktis di balik penolakan uang tunai. Berikut adalah beberapa alasan yang sering dikemukakan:

Keamanan: Menyimpan uang tunai di gerai dianggap berisiko, terutama bagi warung kecil. Mereka beranggapan transaksi digital lebih aman karena mengurangi risiko perampokan atau pencurian.

Efisiensi Operasional: Banyak gerai merasa bahwa transaksi digital lebih cepat dan memudahkan pencatatan. Dengan transaksi nontunai, kasir tidak perlu repot menghitung uang atau menyediakan kembalian.

Kemudahan Rekonsiliasi: Pembayaran digital langsung tercatat otomatis, sehingga memudahkan proses rekonsiliasi bagi pemilik usaha.

Dorongan Promosi Cashless dari Penyedia Layanan: Beberapa penyedia dompet digital atau QRIS menawarkan insentif bagi pedagang untuk menggunakan metode pembayaran nontunai, seperti potongan biaya transaksi atau program loyalitas.

Hak Konsumen dan Bagaimana Menyikapi Penolakan

Sebagai konsumen, setiap orang memiliki hak untuk menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran. Jika terjadi penolakan oleh pedagang, konsumen sebenarnya memiliki hak untuk melaporkan kasus tersebut ke Bank Indonesia atau ke pihak berwenang lain yang berhubungan dengan perlindungan konsumen.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan konsumen jika mengalami penolakan uang tunai:

Mengingatkan Pedagang tentang Aturan Hukum: Konsumen dapat memberi tahu pedagang bahwa ada ketentuan undang-undang yang melindungi hak pembayaran tunai.

Melaporkan ke Bank Indonesia: Jika tetap ditolak, konsumen dapat melaporkan kejadian tersebut ke kantor cabang Bank Indonesia setempat. BI memiliki wewenang untuk menindaklanjuti laporan ini.

Menggunakan Saluran Pengaduan Perlindungan Konsumen: Konsumen juga dapat mengadukan ke Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional atau dinas yang mengatur perlindungan konsumen di daerah masing-masing.

Bagaimana Mencegah Meluasnya Penolakan Uang Tunai?

Untuk mencegah fenomena ini semakin meluas, perlu dilakukan sosialisasi oleh pemerintah dan BI mengenai pentingnya menghormati mata uang rupiah sebagai alat pembayaran sah. Edukasi ini bisa mencakup:

Sosialisasi dan Edukasi ke Merchant: BI dapat bekerja sama dengan asosiasi pedagang untuk memberikan pemahaman tentang aturan hukum dan pentingnya melayani konsumen yang menggunakan uang tunai.

Penyuluhan ke Konsumen: Penting juga untuk memberi informasi pada konsumen tentang hak mereka agar mereka dapat memahami aturan yang berlaku.

Pengawasan yang Lebih Ketat: BI dan otoritas terkait perlu memperketat pengawasan di lapangan untuk memastikan bahwa aturan ini benar-benar diterapkan.

Di Mana Peran Cashless di Tengah Penerimaan Uang Tunai?

Transaksi nontunai jelas memiliki banyak keunggulan dalam hal efisiensi dan keamanan, tetapi harus tetap diimbangi dengan hak konsumen yang ingin melakukan pembayaran tunai. 

Peningkatan adopsi cashless perlu dilakukan tanpa memarginalkan penggunaan uang tunai, terutama bagi kalangan masyarakat yang mungkin belum memiliki akses ke teknologi digital. 

Dengan demikian, digitalisasi ekonomi dapat berjalan dengan inklusif dan tetap menghargai nilai rupiah sebagai mata uang negara.

Digitalisasi dalam ekonomi bukan berarti meninggalkan nilai-nilai fundamental. Bank Indonesia telah menegaskan pentingnya mata uang rupiah sebagai alat pembayaran sah yang harus diterima di seluruh wilayah Indonesia. 

Meskipun transaksi cashless semakin populer, penerimaan uang tunai wajib dihormati sesuai ketentuan undang-undang.

Sebagai masyarakat yang bijak, kita harus tetap menjaga keseimbangan antara kemudahan digital dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. 

Hal ini penting untuk membangun ekonomi yang maju dan tetap menghormati hak konsumen, sehingga semua lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari kemajuan ekonomi digital tanpa mengorbankan prinsip dasar keuangan negara.***MG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun