Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Alternatif Income yang Ditawarkan NGO, Ada yang Keliru?

9 September 2024   13:58 Diperbarui: 9 September 2024   14:53 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Pantau Gambut 

Di berbagai sudut dunia, terutama di daerah-daerah yang rentan secara ekonomi dan lingkungan, Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) berperan penting dalam menawarkan program-program yang bertujuan untuk membantu masyarakat meningkatkan taraf hidup mereka.

Salah satu pendekatan yang sering kali diambil adalah dengan memberikan alternatif income atau pendapatan tambahan bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan yang dianggap tidak berkelanjutan, seperti penebangan liar, perambahan hutan, atau pembakaran lahan.

Namun, meskipun program-program tersebut dirancang dengan niat baik dan misi untuk membantu, seringkali pertanyaan besar muncul: Mengapa banyak program alternatif income yang ditawarkan oleh NGO tidak berhasil bertahan dalam jangka panjang? Mengapa program yang dimulai dengan semangat tinggi seringkali hanya bertahan selama proyek berlangsung, namun setelah itu gagal memberikan dampak yang berkelanjutan?

Artikel ini akan mengeksplorasi mengapa hal ini terjadi, apa yang perlu diperbaiki, dan bagaimana inovasi teknologi seperti e-commerce, pembuatan video, dan aplikasi digital bisa digunakan untuk memberikan solusi yang lebih efektif.

Harapan vs. Realita: Kesenjangan yang Menyulitkan

Salah satu tantangan utama yang sering kali dihadapi oleh NGO ketika mencoba menawarkan alternatif income adalah kesenjangan yang sangat besar antara pendapatan dari aktivitas lama yang ingin dihentikan dengan pendapatan dari aktivitas alternatif yang ditawarkan. 

Contohnya, seseorang yang terlibat dalam penebangan liar mungkin telah mengandalkan aktivitas tersebut selama bertahun-tahun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Penghasilan yang mereka dapatkan dari kegiatan ini bisa jadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang ditawarkan oleh kegiatan alternatif seperti berkebun atau membuat kerajinan tangan.

Kesenjangan ini menjadi masalah yang krusial. Ketika seseorang telah terbiasa dengan pendapatan yang besar dan berkelanjutan dari aktivitas yang mereka lakukan, sangat sulit untuk menggantinya dengan sesuatu yang menawarkan pendapatan lebih kecil. Harapan bahwa masyarakat akan beralih sepenuhnya ke alternatif income tanpa mempertimbangkan perbedaan ini sering kali terlalu ambisius. Meskipun secara teori program ini terdengar baik, realitanya, masyarakat akan memilih jalur yang lebih menguntungkan bagi mereka secara finansial.

Sebagai contoh, di banyak wilayah pedalaman, masyarakat yang terlibat dalam perambahan hutan atau pembakaran lahan sering kali melakukannya karena kebutuhan ekonomi mendesak. Mereka membutuhkan uang cepat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan alternatif yang ditawarkan oleh NGO sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut dalam waktu singkat. Akibatnya, setelah proyek selesai, banyak masyarakat yang kembali ke aktivitas lama mereka karena lebih menguntungkan.

Kelemahan Perancangan: Teori vs Praktik

Masalah lain yang sering muncul adalah perancangan program yang hanya didasarkan pada teori tanpa memahami realitas bisnis yang ada di lapangan. Banyak NGO yang mendesain program alternatif income dengan menggunakan kerangka teoritis yang tampak ideal, namun tanpa mempertimbangkan dinamika pasar dan kebutuhan spesifik masyarakat.

Misalnya, ketika sebuah NGO merancang program alternatif income berupa pembuatan kerajinan tangan untuk menggantikan aktivitas yang merusak lingkungan, seringkali mereka gagal memahami bahwa kerajinan tersebut mungkin tidak memiliki pasar yang cukup besar atau daya saing yang kuat. Meskipun produk yang dihasilkan bagus, jika tidak ada pasar yang siap membeli, maka kegiatan tersebut tidak akan berkelanjutan.

Salah satu kesalahan besar dalam perancangan program semacam ini adalah mengabaikan kebutuhan akan pelatihan bisnis dan pemasaran yang mendalam. Masyarakat yang berpartisipasi dalam program-program alternatif income sering kali tidak hanya membutuhkan keterampilan produksi, tetapi juga keterampilan untuk memahami bagaimana memasarkan produk mereka, mengelola rantai pasok, dan menyesuaikan produk mereka dengan permintaan pasar.

Mengapa Program Ini Sering Gagal?

Banyak program alternatif income yang gagal karena kurangnya pemahaman tentang konteks lokal dan realitas ekonomi masyarakat. Program-program ini sering kali dirancang dengan pendekatan top-down, di mana NGO datang dari luar dan memberikan solusi tanpa sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam perencanaan atau memahami tantangan unik yang mereka hadapi.

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa masyarakat akan benar-benar menerima dan menggunakan solusi yang ditawarkan. Kebutuhan ekonomi yang mendesak, tekanan sosial, dan kebiasaan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun sulit diubah dalam waktu singkat. Jika alternatif income yang ditawarkan tidak segera memberikan hasil yang nyata, banyak masyarakat yang akhirnya kembali ke aktivitas lama mereka.

Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh NGO: bagaimana mereka dapat menciptakan program yang tidak hanya baik secara teori, tetapi juga dapat memberikan hasil nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Middle man dan Cukong: Lawan atau Potensi Mitra?

Dalam proses rantai bisnis di lapangan, sering kali ada aktor-aktor lain yang terlibat, seperti cukong atau middle man (perantara). NGO sering kali melihat mereka sebagai lawan yang harus dihindari karena dianggap sebagai perpanjangan tangan dari sistem yang eksploitatif. Middle man sering dianggap menambah biaya dengan memperpanjang rantai distribusi, sedangkan cukong sering kali dianggap mengikat masyarakat dalam perangkap hutang melalui sistem ijon---membeli hasil produksi sebelum panen dengan harga murah.

Namun, menempatkan middle man dan cukong hanya sebagai penghalang dalam rantai distribusi merupakan kesalahan strategi yang signifikan. Mengapa? Karena mereka memegang peran kunci dalam rantai bisnis lokal. Mereka memiliki jaringan, akses pasar, dan kemampuan distribusi yang sering kali tidak dimiliki masyarakat lokal maupun NGO. Menyingkirkan mereka begitu saja dari proses bisnis alternatif income hanya akan menciptakan resistensi baru, yang pada akhirnya menghambat keberhasilan program.

Pendekatan Kolaboratif dengan Middleman

Salah satu pendekatan yang lebih bijak adalah melibatkan middleman dan cukong dalam proses penciptaan alternatif income. Bukannya memandang mereka sebagai lawan, NGO bisa melihat mereka sebagai mitra potensial. Berikut beberapa pendekatan yang dapat dilakukan:

Mengedukasi dan Melibatkan Middleman dalam Program, Middleman atau cukong bisa diedukasi tentang manfaat dari praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Mereka dapat diajak untuk menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. Misalnya, daripada membiarkan mereka terus menggunakan sistem ijon, NGO bisa mengajak mereka untuk bekerja sama dalam sistem pemasaran yang lebih adil dan transparan. Dengan demikian, mereka juga mendapatkan keuntungan dari program alternatif income yang lebih berkelanjutan.

Transformasi Peran Cukong dalam Rantai Nilai,  
Jika middleman dan cukong dilibatkan dalam rantai bisnis yang baru, mereka bisa menjadi agen perubahan. NGO dapat memberikan insentif kepada mereka untuk mendukung sistem baru yang lebih efisien dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat pada praktik ijon yang merugikan.

Membangun Kesadaran Bersama tentang Nilai Tambah,  Pendekatan lain adalah mengajak middleman untuk memahami bahwa mereka juga akan mendapatkan keuntungan dari rantai pasokan yang lebih efisien. Misalnya, jika sistem distribusi lebih singkat, biaya operasional mereka bisa ditekan. Selain itu, NGO bisa membantu middleman dalam memanfaatkan teknologi digital seperti e-commerce, sehingga mereka dapat menjual produk secara langsung ke pasar yang lebih luas tanpa harus bergantung pada rantai pasokan konvensional.

Memanfaatkan Teknologi untuk Alternatif Income

Kemajuan teknologi dapat memainkan peran penting dalam mendukung keberhasilan program alternatif income. Saat ini, platform digital seperti e-commerce, media sosial, dan aplikasi lainnya dapat dimanfaatkan untuk membuka akses pasar yang lebih luas bagi masyarakat.

E-Commerce dan Akses Pasar yang Lebih Luas, 
melalui platform e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee, produk lokal dapat dijual langsung kepada konsumen tanpa melalui perantara yang memperpanjang rantai distribusi. Ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal secara signifikan karena mereka bisa mendapatkan harga yang lebih baik dibandingkan jika menjual melalui middle man konvensional.

Pembuatan Video dan Pemasaran Digital, salah satu aspek penting dalam menjual produk adalah pemasaran. Dengan kemajuan teknologi, masyarakat lokal bisa diajari cara membuat konten video yang menarik untuk mempromosikan produk mereka di platform seperti YouTube atau Instagram. Video tentang proses produksi, keunikan produk, dan kisah di balik usaha mereka dapat menarik perhatian konsumen yang peduli pada produk lokal dan berkelanjutan. Jadi hasil yang mereka dapat bukan saja dari produk yang mereka jual tapi juga dari konten yang mereka buat.

Aplikasi Pertanian dan Bisnis, Teknologi aplikasi juga bisa membantu petani dan pengusaha lokal dalam mengelola bisnis mereka. Misalnya, ada aplikasi yang bisa digunakan untuk memantau harga pasar, mengatur stok, atau bahkan menjalin kerja sama langsung dengan pembeli.

Namun, memanfaatkan teknologi ini juga membutuhkan pelatihan yang tepat. Tidak semua masyarakat, terutama di daerah pedesaan, terbiasa menggunakan teknologi digital. Oleh karena itu, pelatihan dan dukungan yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat dapat memanfaatkan teknologi ini secara maksimal.

Pendekatan Baru: Berbasis Komunitas dan Kolaboratif

Untuk menciptakan program alternatif income yang berhasil dan berkelanjutan, NGO perlu mengadopsi pendekatan baru yang lebih berbasis komunitas dan kolaboratif. Alih-alih datang dari luar dengan solusi yang sudah jadi, NGO perlu lebih banyak melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan. Masyarakat harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari solusi, bukan hanya penerima manfaat pasif.

Pendekatan ini juga harus lebih fleksibel. Tidak semua solusi cocok untuk semua komunitas. Setiap komunitas memiliki karakteristik unik, dan program alternatif income yang berhasil harus disesuaikan dengan kebutuhan, potensi, dan konteks lokal. Dengan melibatkan masyarakat dalam setiap langkah perencanaan dan pelaksanaan, program akan memiliki peluang lebih besar untuk sukses dan diterima oleh komunitas.

Melibatkan Semua Pemangku Kepentingan, middleman, cukong, dan aktor lain yang terlibat dalam rantai pasokan harus dilibatkan sebagai bagian dari solusi, bukan dianggap sebagai lawan. Dengan pendekatan yang inklusif, resistensi bisa dikurangi, dan program akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Menggabungkan Kearifan Lokal dengan Teknologi Modern, program yang baik harus mampu menggabungkan kearifan lokal dengan teknologi modern. Teknologi tidak hanya digunakan sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai penghubung yang memungkinkan masyarakat lokal untuk terlibat dalam ekonomi digital secara lebih luas.

Perubahan Paradigma: Dari Cepat ke Bertahap

Seringkali, keberhasilan sebuah program alternatif income diukur dari seberapa cepat hasilnya terlihat. Namun, untuk mencapai hasil yang benar-benar berkelanjutan, perlu ada perubahan paradigma dari pendekatan cepat ke pendekatan bertahap. Mengubah kebiasaan ekonomi masyarakat yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun memerlukan waktu. Oleh karena itu, program alternatif income harus dirancang untuk memberikan dukungan jangka panjang, termasuk pelatihan, pendampingan, dan akses ke pasar yang berkelanjutan.

Program alternatif income yang ditawarkan oleh NGO sering kali gagal karena pendekatan yang terlalu ambisius, tidak realistis, dan kurang melibatkan masyarakat dalam perencanaan. Untuk mencapai kesuksesan jangka panjang, program-program ini perlu lebih memperhatikan konteks lokal, melibatkan masyarakat secara aktif, dan memanfaatkan teknologi digital untuk membuka peluang ekonomi baru.

Dengan pendekatan yang lebih inklusif, fleksibel, dan berbasis komunitas, serta pemanfaatan teknologi yang tepat, program alternatif income dapat menjadi solusi yang benar-benar memberikan dampak positif dan berkelanjutan bagi masyarakat. Transformasi ini mungkin tidak terjadi dalam semalam, tetapi dengan komitmen dan strategi yang tepat, masa depan yang lebih baik untuk masyarakat adalah sesuatu yang dapat dicapai.***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun