Misalnya, ketika sebuah NGO merancang program alternatif income berupa pembuatan kerajinan tangan untuk menggantikan aktivitas yang merusak lingkungan, seringkali mereka gagal memahami bahwa kerajinan tersebut mungkin tidak memiliki pasar yang cukup besar atau daya saing yang kuat. Meskipun produk yang dihasilkan bagus, jika tidak ada pasar yang siap membeli, maka kegiatan tersebut tidak akan berkelanjutan.
Salah satu kesalahan besar dalam perancangan program semacam ini adalah mengabaikan kebutuhan akan pelatihan bisnis dan pemasaran yang mendalam. Masyarakat yang berpartisipasi dalam program-program alternatif income sering kali tidak hanya membutuhkan keterampilan produksi, tetapi juga keterampilan untuk memahami bagaimana memasarkan produk mereka, mengelola rantai pasok, dan menyesuaikan produk mereka dengan permintaan pasar.
Mengapa Program Ini Sering Gagal?
Banyak program alternatif income yang gagal karena kurangnya pemahaman tentang konteks lokal dan realitas ekonomi masyarakat. Program-program ini sering kali dirancang dengan pendekatan top-down, di mana NGO datang dari luar dan memberikan solusi tanpa sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam perencanaan atau memahami tantangan unik yang mereka hadapi.
Selain itu, tidak ada jaminan bahwa masyarakat akan benar-benar menerima dan menggunakan solusi yang ditawarkan. Kebutuhan ekonomi yang mendesak, tekanan sosial, dan kebiasaan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun sulit diubah dalam waktu singkat. Jika alternatif income yang ditawarkan tidak segera memberikan hasil yang nyata, banyak masyarakat yang akhirnya kembali ke aktivitas lama mereka.
Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh NGO: bagaimana mereka dapat menciptakan program yang tidak hanya baik secara teori, tetapi juga dapat memberikan hasil nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Middle man dan Cukong: Lawan atau Potensi Mitra?
Dalam proses rantai bisnis di lapangan, sering kali ada aktor-aktor lain yang terlibat, seperti cukong atau middle man (perantara). NGO sering kali melihat mereka sebagai lawan yang harus dihindari karena dianggap sebagai perpanjangan tangan dari sistem yang eksploitatif. Middle man sering dianggap menambah biaya dengan memperpanjang rantai distribusi, sedangkan cukong sering kali dianggap mengikat masyarakat dalam perangkap hutang melalui sistem ijon---membeli hasil produksi sebelum panen dengan harga murah.
Namun, menempatkan middle man dan cukong hanya sebagai penghalang dalam rantai distribusi merupakan kesalahan strategi yang signifikan. Mengapa? Karena mereka memegang peran kunci dalam rantai bisnis lokal. Mereka memiliki jaringan, akses pasar, dan kemampuan distribusi yang sering kali tidak dimiliki masyarakat lokal maupun NGO. Menyingkirkan mereka begitu saja dari proses bisnis alternatif income hanya akan menciptakan resistensi baru, yang pada akhirnya menghambat keberhasilan program.
Pendekatan Kolaboratif dengan Middleman
Salah satu pendekatan yang lebih bijak adalah melibatkan middleman dan cukong dalam proses penciptaan alternatif income. Bukannya memandang mereka sebagai lawan, NGO bisa melihat mereka sebagai mitra potensial. Berikut beberapa pendekatan yang dapat dilakukan: