Mengapa untuk menaggulangi krisis adalah tugas PR, karena menurut H.Fayol (dalam Nova,2009), sasaran tugas PR adalah sebagai berikut :
1. Membangun identitas dan citra perusahaan (menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif), mendukung kegiatan timbale balik dua arah dengan berbagai pihak.
2. Menghadapi krisis (menangani keluhan dan menghadapi krisis dan public recovery of image yang bertugas memperbaiki lost of image and damage.
3. Mempromosikan aspek kemasyarakatan .
Dengan melihat tugas PR ini dapat disimpulkan bahwa hal yang terpenting adalah menangani krisis persepsi public di Indonesia mengenai pemerintahan dengan memberikan image positif kembali dan memunculkan kembali kepercayaan public terhadap Indonesia itu sendiri.
Perlu kita ketahui bahwa tidak semua krisis itu merupakan krisis Publik Relation, yang dikatakan krisis public relation itu apabila krisis tersebut diketahui public dan mengakibatkan munculnya persepsi negative terhadap sebuah perusahaan atau institusi (Nova, 2009).
Dari pernyataan di atas krisis yang terjadi di Indonesia saat ini adalah termasuk krisis Publik Relation, oleh karena itu perlu penanganan oleh PR professional untuk mengembalikan lagi persepsi public terhadap Indonesia itu sendiri.
Jika kita melihat lagi Indonesia belakangan ini, public sangat di pengaruhi oleh media, media apapun berlomba-lomba menyajikan berita-berita kontroversial, bahkan menurut media "a bad news is a good news". Seperti saja kasus korupsi, dimana masing-masing media saling berkompetisi menjual berita korupsi yang dikemas semenarik mungkin sehingga hal ini dapat saja membuat public berpersepsi buruk bahwa betapa kotornya pemerintahan kita. Padahal tidak seperti itu kenyataannya, banyak hal lain yang sebenarnya baik hanya saja tidak di blow up ke media.
Misalnya saja memang korupsi di Indonesia sangat merajalela tetapi ada beberapa keberhasilan di Indonesia yaitu dengan adanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sangat gencar memberantas korupsi. Sehingga angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis oleh Transparency International dari tahun ke tahun semakin naik. Menurut Teten Masduki (http://www.ti.or.id) IPK adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dimana ada 180 negara yang masuk dalam pengukuran CPI 2009. Indeks pengukuran memiliki skala dari 0 (sangat korup) - 10 (sangat bersih). Dari tahun ke tahun Indonesia mengalami kenaikan angka IPK tahun 2008 angak IPK Indonesia berada pada 2,0, sedangkan di tahun 2009 naik 0,8 menjadi 2,8 dan pada tahun 2011 naik lagi menjadi 3,0. Hal ini dapat dikatakan sebagai prestasi Indonesia dalam memberantas korupsi. Bahkan penulis yakin 10-15 tahun kedepan korupsi akan semakin kecil nilainya.
Hal-hal positif seperti ini seharusnya yang ditonjolkan dalam pemberitaan, sebuah bad news harus dikatakan sebagai bad news dan good news is a good news.
Peran PR harus juga mengetahui isu-isu yang sedang berkembang di dalam masayarakat, sehingga dapat mengambil langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya. Media saat ini penentu bagaimana persepsi public. Tetapi karena media sekarang merupakan alat politik bagi pengusaha maka dengan seenaknya mereka dapat menentukan agenda apa yang ingin diberikan ke public, bukan karena mana yang publik inginkan tetapi media saat ini menyajikan apa yang pemilik inginkan. Oleh karena itu perlu adanya peran pemerintah yang bersih untuk benar-benar mengurus mengenai media. Karena media dapat menjadi alat sebagai pemersatu bangsa dan alat memperbaiki citra Indonesia dimata rakyat Indonesia. Karena media saat ini merupakan barang yang penting dimana lapisan masyarakat sudah mempunyai alat tersebut.