Lila tersenyum tipis, senyum yang begitu ia rindukan selama ini. "Janji kita untuk bertemu di senja terakhir."
Hati Rendra serasa mencelos. "Senja terakhir? Apa maksudmu, Lila? Kau... kau sudah tiada. Bagaimana mungkin kau bisa ada di sini?"
Lila menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Rendra, aku tak pernah benar-benar pergi. Aku selalu di sini, menunggumu. Ada sesuatu yang harus kusampaikan, sesuatu yang belum sempat kukatakan padamu dulu."
Rendra merasa dadanya semakin berat. "Apa itu?"
"Maafkan aku," ucap Lila pelan, menunduk. "Aku pergi tanpa memberimu penjelasan. Aku tahu itu menyakitkan bagimu, tapi aku tak punya pilihan. Aku membawa beban yang terlalu besar untuk kau tanggung."
Rendra merasakan air mata menggenang di matanya. "Apa yang terjadi, Lila? Aku butuh tahu. Selama bertahun-tahun aku menyalahkan diriku sendiri karena tak bisa menjagamu."
Lila menggeleng. "Bukan salahmu. Hidupku sudah dipenuhi oleh rahasia yang tak mungkin kubagi, bahkan denganmu. Keluargaku... mereka memaksaku pergi. Aku tak pernah ingin meninggalkanmu, tapi aku tak punya kekuatan untuk melawan."
Rendra menggenggam tangan Lila, merasakan kehangatan yang aneh. "Tapi kau bisa kembali. Kita bisa memulai lagi."
Lila tersenyum sedih. "Waktuku sudah habis, Rendra. Aku sudah tak lagi menjadi bagian dari dunia ini. Aku hanya datang untuk mengucapkan selamat tinggal."
Rendra terdiam. Kata-kata Lila menghantamnya seperti ombak besar. Ia tahu ini bukan mimpi, tapi kenyataan yang tak bisa diubah. Lila benar-benar telah pergi, dan ini adalah pertemuan terakhir mereka.
"Jadi... ini benar-benar akhir?" tanya Rendra, suaranya hampir tak terdengar.