Mereka selalu bertemu di taman itu saat senja tiba. Di bawah pohon besar yang menaungi bangku kayu tua, mereka berbicara tentang segala hal. Tentang mimpi, harapan, dan masa depan. Namun, hidup tak pernah seindah yang mereka bayangkan. Rendra tahu Lila memiliki rahasia, sesuatu yang selalu ia sembunyikan di balik senyum manisnya. Tapi, ia tak pernah memaksa Lila untuk berbicara, sampai hari itu.
Satu senja di musim panas, segalanya berubah. Lila tiba-tiba pergi tanpa sepatah kata pun. Tak ada surat, tak ada pesan. Ia lenyap begitu saja, meninggalkan lubang besar di hati Rendra. Seminggu setelah kepergiannya, kabar datang. Lila meninggal dalam kecelakaan tragis di kota sebelah. Tubuhnya ditemukan di tepi jalan raya, jauh dari rumah. Sejak saat itu, Rendra tak pernah sama lagi. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena tak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi pada Lila.
Kembali ke taman itu, Rendra merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Pohon besar masih ada di sana, berdiri tegak seolah menjadi saksi bisu segala yang pernah terjadi di bawahnya. Bangku kayu itu juga masih di tempatnya, meski kini terlihat lebih usang dan lapuk.
Ia duduk di sana, meresapi setiap kenangan yang kembali berputar di pikirannya. Angin senja yang lembut menyentuh wajahnya, membawa aroma tanah basah yang menenangkan. Tapi, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat Rendra merasa tak nyaman.
Dari kejauhan, suara langkah kaki terdengar mendekat. Rendra menoleh, dan matanya melebar. Di antara bayang-bayang pepohonan, seseorang muncul. Seorang perempuan, dengan gaun putih panjang, berjalan perlahan ke arahnya.
"Lila?" gumam Rendra, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Perempuan itu semakin mendekat, dan meski wajahnya samar tertutup bayangan, Rendra tahu, itu Lila. Tak mungkin salah. Ia mengenali setiap gerakan, setiap lekuk tubuh yang pernah ia kenal dengan baik.
"Lila... bagaimana mungkin?" tanyanya, suaranya bergetar.
Lila berdiri di hadapannya, diam tanpa kata. Wajahnya terlihat tenang, namun ada kesedihan yang mendalam di matanya. Ia lalu duduk di samping Rendra, persis seperti yang biasa mereka lakukan dulu.
"Rendra..." suara Lila terdengar lembut, namun ada sesuatu yang aneh dalam nada bicaranya. "Aku datang untuk memenuhi janjiku."
Rendra masih terdiam, otaknya mencoba memahami apa yang terjadi. "Janji? Janji apa?"