menjelma sajak kehilangan yang tak kabur.
Dingin membalut tubuhku yang retak,
seperti angin yang menoreh luka tanpa jejak.
Hujan berbicara dalam bahasa abadi,
mengisahkan perpisahan yang tak terperi.
Aku, penziarah pada makam kenangan,
menabur doa di altar kehampaan.
Kala petir berseru memecah kelam,
kupandang langit, mencari jawab yang diam.
Namun hujan tetap menjadi kitab yang tertutup,
menyimpan rahasia yang tak pernah ditelusup.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!