Gorontalo seperti daerah lainnya di Indonesia pernah lama dijajah oleh Belanda akan tetapi lebih dahulu merdeka ketimbang Indonesia. Gorontalo merdeka pada tahun 1942 ketika penjajah Belanda digantikan oleh Jepang.
 (Pra-Kolonial)
Menurut sejarah, Gorontalo merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama, Gorontalo juga menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis. Dengan letaknya yang stategis Gorontalo menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo.
 (Zaman-Kolonial)
Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling
  (Pasca-Kolonial)
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri.
b.Seni & Budaya
Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat. Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga. Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung). Alat musik tradisional yang dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab).
(Rumah Adat)
Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Pomboide dan Dulohupa. Baik Bantayo Pobo'ide dan Dulohupa merupakan bangunan berbentuk panggung. Ruang di bawah panggung atau dapat disebut kolong rumah ini dalam bahasa Gorontalo disebut tahuwa, yang pada zaman dulu digunakan sebagai tempat menenun sarung, menyimpan alat pertanian masyarakat, dan lain-lain. Bangunan berpanggung memiliki ruang hunian yang letaknya berada beberapa meter di atas tanah, pada ketinggian ini gerak angin lebih cepat dibanding gerak angin di dekat tanah. Gerak angin di atas tanah lebih lambat disebabkan adanya gesekan antara angin dengan permukaan tanah dan tumbuhan pendek di atas tanah.Â