Moto "All for one and one for all" dalam kisah The Three Musketeers karya pengarang Perancis abad ke-19 Alexandre Dumas, tidak berlaku untuk semua hal. Terutama dalam semangat semarak Merdeka Belajar.
Dito yang Sindrom Down
Siang itu seorang ibu datang sambil menggendong buah hatinya yang Sindrom Down. Ia sudah membawanya ke mana-mana, tetapi tak ada sekolah yang mau menerimanya. Sekolah kami membuka tangan menyambut kehadirannya.
Meskipun sangat lekat dengan ibunya, Dito yang berusia tiga tahun tetap dibawa ibunya ke sekolah. Ketika tiba saatnya, Dito dilepaskan dari gendongan ibunya. Anak itu menangis keras seraya tangannya menggapai-gapai ke arah ibunya.
Betapa hancur hati sang ibu tatkala melihat kondisi Dito tersebut. Namun, sang ibu teguh berketetapan hati untuk "tega" melihat anaknya menangis demi mendapatkan pendidikan di sekolah.
Guru-guru memperlakukan Dito sama seperti anak lainnya. Hari pertama, Dito hanya bertahan selama 15 menit. Setelah itu, dia minta pulang.
Hari-hari lewat, guru kelas tak berputus asa. Setiap kali Dito datang, dia  diajak bermain dan bercakap-cakap dengan bahasa semi "bahasa tarzan".
Progres berlangsung, waktu Dito di dalam kelas semakin lama makin panjang, hingga ia bisa mengikuti kelas hingga selesai.
Hal yang paling menantang adalah saat Dito sedang bad mood. Semua bisa terkena sambaran tangannya. Kala hal itu terjadi, guru memberikan "pendisiplinan" kepada Dito sesuai dengan kondisinya.
Lama-kelamaan Dito pun belajar konsekuensi atas tindakannya. Dia mengenal ada hal yang baik, ada hal yang masih bisa ditolerir, dan ada hal yang tak dapat diterima sama sekali.
Pendidikan karakter di sekolah berimbas di rumah dan lingkungan di sekitarnya. Perlahan Dito mulai bisa memakai sendiri sepatunya, bisa makan sendiri, bisa memahami instruksi dari orang lain, dan bisa mematuhi peraturan yang berlaku.
Orangtua Dito sangat berterima kasih karena dengan pendidikan dan perlakuan yang diterima, Dito bertumbuh menjadi anak yang percaya diri, berani berjumpa orang banyak, dan semakin baik dalam berkomunikasi.
Darma yang Tuna Grahita
Darma tak mampu mengerjakan soal-soal ulangan yang ada di hadapannya. Ia berusaha mengingat setiap soal yang sebenarnya sudah dihapalnya, tetapi sia-sia karena tak satu pun hapalan yang mampu diingat Darma.