Duh suka banget deh mendapat materi dari perempuan cantik ini, putri dari Gerson Poyk, sastrawan Indonesia. Tidak saja karena expert dibidangnya, Fanny pun memberi penjelasan yang lugas dan jernih sehingga mudah dicerna.
Menurut Fanny, sebelum menulis fiksi sebaiknya mengadakan riset, baik langsung ke lapangan maupun dari membaca buku. Data yang terekam akan membantu penulis mengembangkan kisah.
Walau yang terpenting sih, nulis aja dulu. Nah ini dia, saya lemah disini. Menulis fiksi harus menunggu ilham, jika si ilham nggak datang, ya ngga menulis. Diketok ibu Fanny ^_^
Mendadak teringat pada kiat yang dibagikan A. Fuadi, penulis "Negeri Seribu Menara" pada salah satu event work shop menulis yang diadakan Kompasiana. A.Fuadi bilang, harus disiplin menulis, sekian halaman per hari, agar bisa menerbitkan novel.
Ashiaaap Ibu Fanny, Pak A. Fuadi, sesampainya di Bandung saya akan berlatih disiplin menulis.
Iskandar Zulkarnaen
Entah sudah berapa kali saya mendapat ilmu dari Bang Isjet, panggilan Iskandar Zulkarnaen. Mungkin perlu 2 tangan untuk menghitungnya, karena selain Kang Pepih, sering banget Bang Isjet membawakan materi blogshop Kompasiana.
Anehnya materi yang dibawakan selalu baru. Seperti kali ini, semula Mbak Muthiah Alhasany (Founder Click Kompasiana) menjadwalkan tema "Literasi Digital", namun akhirnya bicara konten marketing, bidang yang sedang digeluti Bang Isjet.
Bicara konten marketing memang ngeri-ngeri sedap. Maklum kebanyakan kontributor Kompasiana juga memiliki blog pribadi, tempat untuk menulis sponsor post. Bagaimana menulis tanpa terlalu kentara sedang jualan, merupakan keahlian yang ingin saya pelajari.
Ternyata Bang isjet bilang, client sebetulnya nggak rewel kok. Apakah tulisannya hard selling atau soft selling, yang penting harganya cocok dan tulisan bisa menginfluence pembaca.
Hihihi iya sih ya? Walau sering merasa risih jika terang-terangan sedang promosi barang/jasa. Eh tapi Kompasiana kan terang-terangan juga ya? Jika dulu iklan hanya ada di kanan kiri tulisan, bahkan hanya di halaman depan. Sekarang, ya ampun, setiap paragraf ada iklan, sehingga gambar yang diunggah Kompasianer balapan dengan iklan.