Tidak tertutup kemungkinan sosok itu adalah seseorang dari dunia literasi yang diidolakan Afi. Atau seorang psikolog? Tidak ada yang tahu.
Komunitas
Jika ingin hidup bahagia dan berpikir waras, Afi harus membumi. Untuk  itu dia harus masuk komunitas yang mengajarkannya bahwa di atas langit masih ada langit. Dia harus belajar bahwa literasi bukan sekedar 5 W + 1 H, bahkan tidak hanya larangan plagiat. Komunitas memicunya untuk terus belajar dan belajar, kemudian mempraktikkan. Karena ada banyak pelajaran yang hanya bisa dipahami setelah melakukannya.
Kompasiana adalah salah satu komunitas yang saya maksud. Di blog keroyokan ini ada kontributor yang kerap wara-wiri di layar kaca seperti Prayitno Ramelan, Chappy Hakim, Faisal Basri.  Ada tokoh literasi  Arswendo Atmowiloto yang sesuai kebiasaannya menggunakan nama samaran, juga idola Afi,  Gobind Vashdev. Semua perwakilan ada di Kompasiana, tersebar di seantero penjuru bumi, tua muda, kaya miskin, tukang becak hingga pejabat.
Semua orang dengan senang hati akan membuka diri jika Afi mau melangkah turun dari panggungnya. Panggung yang bergelimang pujian melenakan sekaligus hujatan memilukan.
Setting kiriman media sosial
Dalam situasi sekarang, harusnya Afi menjauh dari dunia media sosial. Semakin ngeyel Afi, makin tinggi intensitas bullying.Bad news is good news.
Seperti itulah kondisi masyarakat, mereka menyintai dengan emosi. Proses mendewa-dewakan seseorang, semudah menendangnya bak kaleng kosong penghalang jalan.
Beruntung, mereka juga mudah memaafkan dan melupakan. Tak aneh, Aa Gym kini kembali menjadi sosok yang dielu-elukan, bahkan konon banyak yang  mendukung menjadi gubernur Jawa Barat. Sungguh hebat bukan?
Jadi Afi, jika membuat tulisan atau vlog di media sosial telah menjadi candu yang sulit dihentikan secara ekstrim, setting saja menjadi kiriman privasi. Karena  komentar-komentar miring pada status akan membuatmu terpuruk, merasa tak berarti dan berujung perasaan ingin bunuh diri.