Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jalan Sunyi Afi

9 Juli 2017   19:24 Diperbarui: 14 Juli 2017   15:47 14281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Afi Nihaya Faradisa| Kompas.com/Andi Hartik

Nama Afi (18 tahun) kembali memenuhi timeline media sosial di penghujung Sabtu, 8 Juli 2017. Gadis bernama asli Asa Firda Inayah itu dibully karena vlog buatannya dianggap plagiasi dari video pengecam bullying terhadap Amanda Michelle Todd (15 tahun), warga Negara Canada yang depresi dan akhirnya bunuh diri akibat terus menerus dibully.

Mungkin Afi tidak mengira, vlognya akan mengundang kontroversi. Afi lupa. Dia sekarang bukan lagi no one tapi sudah menjelma menjadi  sosok yang disorot publik karena dianggap piawai dalam literasi. Berbondong-bondong media meliput Afi sebagai tokoh muda penuh inspiratif. Tak cukup itu, para pejabatpun mengundangnya, mulai dari Bupati Banyuwangi hingga presiden RI, Joko Widodo.

Sayang Afi ketahuan memplagiat tulisan Mita Handayani. Andai dunia literasi dianggap sakral, maka melakukan plagiarism termasuk dosa besar.  Tidak mudah merangkai kata. Bahkan Pramudya Ananta Tour menggambarkan praktek plagiat sebagai berikut:

"Siapa yang mencuri kata-kata berarti mencuri pikiran. Siapa yang mencuri pikiran berarti mencuri hal yang paling hakiki dari manusia".

Pujaan dan pujian berubah menjadi caci maki. Meme, gambar dan video-video penuh hinaan berdatangan. Apapun yang dilakukan Afi dicurigai, apakah hasil plagiat atau bukan. Semua hasil karyanya dipandang dengan penuh curiga. Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga.

Mirip kasus Mario Teguh yang dicerca karena keluarga supernya tidak mengakui anak dari istri pertama. Atau seperti Aa Gym yang dihujat gara-gara menikah lagi. Penggemar kecewa, hilang sudah panutan keluarga idaman yang sebelumnya dicitrakan oleh Aa Gym dan teh Ninih.

sumber: instagram.com @afi.nihayafaradisa
sumber: instagram.com @afi.nihayafaradisa
Bedanya, Afi berjalan sendirian dalam lorong sepi. Dia tak punya keluarga yang mendukung sepenuh hati seperti Mario Teguh. Bukan tak mau, mungkin skala aktivitas Afi bak bumi dan langit dengan dunia mereka. Bahkan mungkin kesederhanaan menghalangi mereka untuk memahami  pidato kebangsaan Afi.  Kata-kata dalam vlognya tidak dimengerti,  juga kalimat-kalimat berbahasa  Inggris yang kerap disisipkan Afi ketika wawancara.

Afi hidup dalam keriuhan yang semu karena sejatinya dia tak punya komunitas yang menguatkan seperti Aa Gym. Ketika terpuruk, tidak hanya keluarga yang memberi support, deretan ulama dan ratusan santri mendukung Aa Gym dalam doa dan sikap mereka.

Sedangkan Afi? Afi harus menolong dirinya sendiri, situasinya sudah tidak benar. Tidak ada seorangpun yang sanggup memikul beban pelecehan yang terjadi sepanjang waktu. Jika dia sudah tidak memiliki teman dan guru seperti yang diakuinya dalam "this is my apology", maka beberapa kiat ini harus dilakukannya:

Sosok panutan

Kini, hanya seorang sosok panutan yang sanggup mengajak Afi keluar dari keriuhan yang memabukkan. Yang membuatnya terbuai sekaligus mencekik lehernya.

Sayangnya, hanya Afi sendiri yang tahu sosok panutan seperti apa yang tepat.  Mungkin bukan orang tua, mungkin juga bukan ulama yang bisa membuat Afi mau mendengarkan nasehat kemudian manut dengan ikhlas.

Tidak tertutup kemungkinan sosok itu adalah seseorang dari dunia literasi yang diidolakan Afi. Atau seorang psikolog? Tidak ada yang tahu.

Komunitas

Jika ingin hidup bahagia dan berpikir waras, Afi harus membumi. Untuk  itu dia harus masuk komunitas yang mengajarkannya bahwa di atas langit masih ada langit. Dia harus belajar bahwa literasi bukan sekedar 5 W + 1 H, bahkan tidak hanya larangan plagiat. Komunitas memicunya untuk terus belajar dan belajar, kemudian mempraktikkan. Karena ada banyak pelajaran yang hanya bisa dipahami setelah melakukannya.

Kompasiana adalah salah satu komunitas yang saya maksud. Di blog keroyokan ini ada kontributor yang kerap wara-wiri di layar kaca seperti Prayitno Ramelan, Chappy Hakim, Faisal Basri.  Ada tokoh literasi  Arswendo Atmowiloto yang sesuai kebiasaannya menggunakan nama samaran, juga idola Afi,  Gobind Vashdev. Semua perwakilan ada di Kompasiana, tersebar di seantero penjuru bumi, tua muda, kaya miskin, tukang becak hingga pejabat.

Semua orang dengan senang hati akan membuka diri jika Afi mau melangkah turun dari panggungnya. Panggung yang bergelimang pujian melenakan sekaligus hujatan memilukan.

Setting kiriman media sosial

Dalam situasi sekarang, harusnya Afi menjauh dari dunia media sosial. Semakin ngeyel Afi, makin tinggi intensitas bullying.Bad news is good news.

Seperti itulah kondisi masyarakat, mereka menyintai dengan emosi. Proses mendewa-dewakan seseorang, semudah menendangnya bak kaleng kosong penghalang jalan.

Beruntung, mereka juga mudah memaafkan dan melupakan. Tak aneh, Aa Gym kini kembali menjadi sosok yang dielu-elukan, bahkan konon banyak yang  mendukung menjadi gubernur Jawa Barat. Sungguh hebat bukan?

Jadi Afi, jika membuat tulisan atau vlog di media sosial telah menjadi candu yang sulit dihentikan secara ekstrim, setting saja menjadi kiriman privasi. Karena  komentar-komentar miring pada status akan membuatmu terpuruk, merasa tak berarti dan berujung perasaan ingin bunuh diri.

Afi mengumpulkan aksi panggungnya (sumber : instagram.com @afi.finayafaradisa
Afi mengumpulkan aksi panggungnya (sumber : instagram.com @afi.finayafaradisa
Banyak orang yang menghujat Afi, sebanyak itu pula yang masih mendukung dan mengharap perubahan. Nenny Silvana misalnya, seorang ibu rumah tangga yang sangat dekat dengan anak-anaknya. Kompasianer yang lama tak mengisi akunnya ini menulis dalam salah satu status Afi:

Dear Afi,
 Kalau saya jadi ibumu saya akan bilang,"Jedalah sejenak dari dunia maya, Beraktivitaslah di dunia nyata. Apa sih yg kamu cari dan kamu dapatkan selain hanya terkenal? Pujianpun hanya terlihat semu krn sesungguhnya kamupun blm menjadi apa-apa bagi keluargamu. Fokus belajar dan kuliah. Raih cita2mu dan buat bahagia jg bangga orangtua dan keluargamu.

Jangan terlena dengan popularitas dan menempatkan dirimu pada posisi sulit
 Berlaku sesuai usiamu dan menikmatinya karena hidup ini indah meski jadi org biasa saja.

Tak perlu menjadi istimewa hanya utk dihargai dan terlihat. Kadang duduk di pojokan dan jadi penonton lebih mengasyikkan,"

Makjleb bukan? Pertanyaan, apa yang telah kau lakukan untuk keluarga dan masyarakatmu harusnya menjadi pekerjaan rumah setiap anak bangsa. Hidup bermanfaat tak membutuhkan puja-puji dari sesama manusia. Seperti kata Aa Gym diawal kebangkitannya: "Raihlah ridho Allah. Pujian dari Allah. Karena pujian dariNya pasti tulus, tanpa pamrih".

Sangat jelas, hidup diatas panggung manusia hanya tipu muslihat karena sejatinya semua orang mencari pamrih. Hanya Afi yang bisa menentukan, mau turun dari atas panggung atau keukeuh menapakinya. Jangan sampai keputusan untuk jeda terjadi sesudah kejadian semakin parah. Gara-gara tipalitek mungkin? Hanya Tuhan yang tahu.

Bandung, 9 Juli 2017

Terjemahan:

Keukeuh = bersikeras

Tipalitek (bahasa Sunda) = keseleo, terkilir

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun