Mohon tunggu...
Maria Elly Rusfendy Saragih
Maria Elly Rusfendy Saragih Mohon Tunggu... Penulis - Pemimpin Redaksi

Menulis buku, memasak, membaca, menonton, menggabut (Hehehe ...)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Tanpa Pamit

19 Juni 2023   13:54 Diperbarui: 20 Juni 2023   02:11 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelan-pelan, ia melepaskan Dinda dari pelukan Dinda. Kemudian duduk dan mencari-cari obatnya di laci nakas. Tangan Danang gemetar berusaha membuka obat, lalu hendak memasukkan obat ke mulutnya dengan tangan kanan, sementara segelas air minum di tangan kiri. Baru saja obat itu hendak dimasukkan ke mulutnya, tapi sebutir pil itu terjatuh ke lantai. Sedetik kemudian gelas itu pun lepas dari tangan Danang, diikuti tubuhnya yang luruh ke lantai. 

Suara dentingan gelas kaca yang pecah berkeping-keping di lantai mengusik tidur Dinda. Ia mengucek matanya, kemudian menyipit untuk memperjelas penglihatannya. "Mas," panggil Dinda. Menyadari tak ada jawaban dari Danang, Dinda terbeliak. "Mas...," teriak Dinda melihat Danang sudah terduduk di lantai sambil tersandar di tempat tidur. 

Dinda melompat turun dan mengguncang-guncang tubuh suaminya. "Mas, Mas, sadar, Mas," panik Dinda. Ia berusaha sekuat tenaga menelentangkan suaminya. Kemudian mengambil alat bantu pernapasan buatan di laci lemari kecil di samping nakas. Dinda berusaha menguasai dirinya yang panik setengah mati. Meskipun gemetar, Dinda melakukan pertolongan pertama pada suaminya. Namun, tak juga ada respons. Tangan Dinda cekatan mengambil ponselnya di atas nakas. Ia memanggil adiknya, tak lupa menyalakan pengeras suara. Sambil memanggil, Dinda tak mau putus asa melakukan pertolongan pertama. 

"Halo, Mbak," jawab Arman dengan suara seraknya, khas orang yang baru bangun tidur. 

"Man, ke sini. Tolong Mbak, Man. Masmu pingsan," teriak Dinda histeris. 

Arman lompat dari tempat tidurnya di seberang sana. "Iya, Mbak. Aku telfon ambulans ya," jawab Arman yang langsung sigap berangkat. 

Tak sampai lima belas menit, Arman tiba bersamaan dengan ambulans di sana. Dinda berlari membukakan pintu. Kemudian tenaga kesehatan yang datang pun masuk dan berlari menuju kamar Dinda. Danang diangkut ke dalam ambulans. Dinda ikut bersamanya. Arman tinggal untuk mempersiapkan barang-barang yang mungkin nanti diperlukan di rumah sakit. 

Suara ambulans memecah keheningan malam itu. Barang kali membangunkan warga yang ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi. Sementara di dalam ambulans, Dinda masih terus histeris membangunkan Danang ketika tenaga kesehatan berusaha melakukan pertolongan pertama dengan alat yang lebih canggih. 

"Mas, bangun. Mas...," histeris Dinda. 

"Ibu tenang, ya. Ibu harus kuat." Salah satu tenaga kesehatan menguatkan Dinda. 

"Tolong suami Saya. Tolong...," histeris Dinda lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun