Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tao Te Ching (Bab 1-20)

16 Februari 2022   21:15 Diperbarui: 26 April 2022   18:30 12075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://theculturetrip.com/asia/china/articles/action-in-inaction-the-taoist-philosophy-of-wu-wei/

Tao Te Ching
Terjemahan Bahasa Indonesia dari penerjemah Jason Peng
Bahasa Indonesia translation from the courtesy of Jason Peng

Saya sedang mempelajari teks Tao Te Ching bersama kelompok diskusi 52 Living Ideas, dan mendapatkan banyak manfaat. Maka dalam tulisan ini, saya ingin berbagi catatan terjemahan yang saya lakukan atas teks Tao Te Ching.

Dalam kelompok diskusi ini, Tao Te Ching diterjemahkan oleh Jason Peng dan Amon Greene. Mereka menerjemahkan kata dan kalimat ke makna literal terdekat dan berusaha disiplin mengurangi penambahan pemaknaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir pengaruh subyektivitas, penambahan estetik, ataupun pemasukan nilai-nilai ajaran lain atas teks asli Tao Te Ching. Harapannya, pemahaman atas teks Tao Te Ching menjadi lebih murni. Namun perlu dipahami bahwa ada banyak pilihan terjemahan Tao Te Ching yang bisa dibaca (Tao Te Ching adalah salah satu buku yang telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia).

Tao Te Ching ditulis sekitar 400 BCE oleh Lao Tzu atau Laozi, seorang filsuf dan penulis Cina. Disampaikan, bahwa buku ini awalnya ditulis sebagai bahan belajar bagi para calon pemimpin di Cina pada masa itu. Artinya, buku ini sebenarnya ditujukan bagi pembaca khusus, untuk mendampingi cendekia agar menjadi pemimpin yang bijak. Namun, bukan berarti kita (orang awam) tidak bisa memetik manfaat dengan membaca dan melakukan refleksi atas teks sarat filosofi ini.

Buku Tao Te Ching tersusun atas 81 bab, dan dibagi menjadi 2 bagian: 1) Tao Ching (Bab 1-37), dan 2) Te Ching (Bab 38-81). Pokok-pokok dalam buku ini menguraikan tentang Tao sebagai Jalan yang sejati (the way) yang perlu diupayakan dengan melakukan kebajikan De (virtues) dan keutamaan kebajikan tanpa berbuat (Wu-Wei). Saya akan menerjemahkannya dalam beberapa tahap.


Bab 1. Sifat misteri Tao

Tao yang dapat dibicarakan bukanlah Tao yang abadi.
Nama yang dapat diberikan bukanlah nama yang sejati.
Kekosongan (wujud tiada nama) itulah awal mulanya.
Setelah ada nama, menjadi induk (Ibu) dari segala sesuatu.

Maka,
melalui kekosongan abadi, dapat menyelidik sifat yang tidak dapat diketahui (dari Tao).
Melalui wujud abadi, dapat menyelidik sifat samar (dari Tao).

Kedua ini (kekosongan dan wujud) berasal dari Tao, namun penampakannya berbeda.
Keduanya adalah misteri.

Bab 2. Sifat samar Tao

Di dunia, orang menyebut sifat keindahan sebagai indah, maka muncul sifat keburukan.
Ketika orang menyebut sifat kebaikan sebagai baik, maka muncul sifat kejahatan.

Maka,
Ada dan tidak ada hadir bertumbuh bersama.
Sukar dan mudah hadir saling melengkapi satu sama lain.
Panjang dan pendek hadir saling membentuk satu sama lain.
Tinggi dan rendah hadir saling membandingkan satu sama lain.
Suara tinggi dan suara rendah hadir saling selaras antara satu sama lain.
Yang di depan dan yang di belakang hadir saling mengikuti satu sama lain.

Maka dari itu,
orang Bijak melakukan kebajikan tanpa berbuat,
mengajar tanpa berkata-kata.

Segala hal,
tumbuh sewajarnya tanpa (orang bijak) memulainya,
menghasilkan tanpa (orang bijak) menguasai buahnya,
melakukan tanpa bergantung padanya (orang bijak).
Berjasa tetapi tidak menuntut apa-apa/pengakuan.
Karena tidak menuntut apa-apa, maka tidak kehilangan apa-apa.

Bab 3. Memerintah rakyat dengan Tao

Jangan membanggakan kepintaran, agar tidak menyebabkan rakyat berebut dan bersaing.
Jangan memuliakan benda-benda, agar tidak menimbulkan nafsu rakyat mencuri.
Jangan mempertontonkan keserakahan, agar pikiran rakyat tidak kalut.

Maka, seorang raja Bijak memimpin dengan:
melemahkan nafsu, namun mengisi perut rakyat hingga kenyang;
melemahkan keserakahan, sebaliknya memperkuat tulang (tubuh) rakyat.

Senantiasa berusaha menjaga agar rakyat tidak berpengetahuan, tidak bernafsu-keserakahan.
Menjaga yang berpengetahuan agar tidak mengganggu.
Melakukan kebajikan tanpa berbuat (Wu-Wei), maka semua akan teratur dengan baik.

Bab 4. Manfaat Tao

Jalan Tao adalah,
bagai cawan kosong yang semakin diisi air namun tidak bisa terisi penuh,
bagai air yang dalam dapat menjadi sumber segala hal.

Jalan Tao seperti,
menumpulkan ketajaman,
menguraikan kekalutan,
menyurutkan kegemilangan,
menjadi serupa debu.

Bagai air, yang tampak jernih di permukaan,
namun samar tersembunyi di kedalaman.
Aku tidak tahu asal-mula Tao, tapi ia telah ada sejak semula.

Bab 5. Cawan

Langit dan Bumi itu adil tanpa kasih,
memandang segala hal bagaikan anjing dari jerami.
Orang Bijak itu adil tanpa kasih,
memperlakukan semua manusia bagaikan anjing dari jerami.

Bukankah alam sama seperti hembusan angin?
Kekosongan yang semakin diisi namun tidak bisa terisi penuh (tak akan habis digunakan).
Semakin banyak digunakan, semakin banyak menghasilkan.

Terlalu banyak aturan menghasilkan kepayahan.
Lebih baik tetap menjadi cawan kosong.

Bab 6. Roh lembah

Roh kekal lembah seperti sifat perempuan yang misteri.
Gerbang sifat perempuan yang misteri bagaikan sumber dari Langit dan Bumi.
Senantiasa mengalir tak ada putusnya, (roh yang mengatur alam ini), tak akan habis digunakan.

Bab 7. Tao bersifat tidak mementingkan diri

Langit dan Bumi langgeng abadi.
Apakah sebabnya?
Karena tidak hidup untuk diri sendiri,
tetapi (Langit dan Bumi) menghidupi segala makhluk dan semua benda di alam semesta.

Maka,
orang Bijak merendahkan dirinya dalam memimpin,
menyingkirkan ego diri agar bisa menemukan diri sejati.
Mengapa perlu melepaskan ego diri?
Karena hanya dengan sifat tidak mementingkan dirilah, aktualisasi diri dapat dicapai.
(segala persoalan bisa terselesaikan)

Bab 8. Sifat Tao seperti air

Kebajikan yang luhur bagai air.
Air menghidupi segala mahluk tanpa mencari keuntungan.
Air selalu mencari tempat yang paling rendah, di tempat yang kotor sekalipun, maka air sifatnya seperti Tao.

Maka orang perlu mampu:
1. Menempatkan diri secara rendah hati,
2. Menggunakan akal pikirnya secara mendalam,
3. Menyelesaikan persoalan dengan baik,
4. Bertutur-kata tulus dan bisa dipercaya,
5. Memimpin dengan adil,
6. Mengerjakan tugas dengan bersemangat,
7. Bergerak pada waktu yang tepat.

Jika tidak ada pertikaian, maka tidak ada kesalahan.

Bab 9. Memahami batas adalah sifat Tao

Menuang air ke mangkuk terus-menerus, sebaiknya berhenti sebelum air tumpah.
Mengasah pisau terus menerus, sebaiknya berhenti sebelum aus.
Menimbun harta terus-menerus, malah memancing dirampok.
Memajang kekayaan dan kemuliaan, malah mendatangkan kemusnahan.

Maka orang Bijak perlu memahami batas, kapan berhenti sebelum terlalu jauh.
Inilah hukum Langit dari Tao.

Bab 10. Tak ada yang tak terselesaikan dalam Tao

Dapatkah kau menyatukan jiwa (yang terikat dengan tubuh) dengan roh yang Satu, agar keduanya tak terpisahkan?
Dapatkah kau memusatkan energi Qi, agar menjadi lembut seperti bayi yang baru lahir?
Dapatkah kau membersihkan diri dan senantiasa mengintrospeksi diri, agar menjadi tanpa cela?
Dapatkah kau merawat orang dan memerintah negeri dengan melakukan kebajikan tanpa berbuat (Wu-Wei)?
Dapatkah kau membuka dan menutup pikiran seraya bertindak dengan sifat perempuan (pasif, menerima)?
Dapatkah kau memahami segala tanpa menggunakan pengetahuan?

Dia (perempuan),
melahirkan dan memelihara rakyat,
menghidupi rakyat tanpa ingin memiliki (menguasai),
memimpin rakyat tanpa kendali;
Inilah kebajikan luhur yang samar.

Bab 11. Kekosongan sesuai Tao

Tiga puluh jari-jari masuk dalam satu poros as kosong di tengah,
karena ada kekosongan di tengah, barulah berguna roda berputar, sehingga kereta dapat bergerak.

Keramik dibentuk menjadi wadah,
karena ada kekosongan di tengah, barulah berguna sebagai wadah, sehingga bisa diisi.

Melubangi dinding untuk pintu dan jendela,
karena ada kekosongan, barulah berguna untuk kamar, sehingga bisa dipakai.

Maka, kita sering berpikir bahwa barang berwujudlah yang berguna/bernilai,
akan tetapi, itu semua barulah berguna/bernilai karena adanya kekosongan.

Bab 12. Mengutamakan kebutuhan mendasar

Panca warna dapat membuat mata menjadi buta;
Panca suara dapat membuat telingga menjadi tuli;
Panca rasa dapat membuat lidah kehilangan rasa sejati.
Berkuda dan berburu membuat pikiran menjadi kalut.
Harta kekayaan membuat orang harus selalu waspada dan berjaga-jaga.

Oleh karena itu,
Orang-orang Bijak mengutamakan perut (kebutuhan internal) bukan mementingkan mata (tampilan eksternal).

Maka, mereka senantiasa menghindari mengejar keinginan dan lebih mengutamakan kebutuhan mendasar.

Bab 13. Kemuliaan dan kehinaan

Kemuliaan maupun kehinaan mendatangkan rasa cemas.
Merawat kemalangan bagaikan merawat tubuh sendiri.

Apa yang dimaksud dengan kemuliaan dan kehinaan mendatangkan rasa cemas?
Kemuliaan sebenarnya tidak berharga.
Orang yang mendapatkan kemuliaan akan merasa cemas di dalam hatinya, bilamana kemuliaannya itu lenyap atau berbalik mendapat malu/kehinaan.
Inilah sebabnya dikatakan kemuliaan dan kehinaan mendatangkan rasa cemas.

Apakah yang dimaksud dengan merawat kemalangan bagaikan merawat tubuh sendiri?
Kemalangan terjadi karena adanya tubuh, kalau tidak ada tubuh, bagaimana bisa kita mendapatkan kemalangan?

Maka,
Jika orang merawat tubuhnya sebagaimana negaranya, maka ia dapat bertanggungjawab atas negaranya.
Jika orang mengasihi tubuhnya sebagaimana negaranya, maka ia dapat dipercaya mengelola negaranya.

Bab 14. Disiplin Tao yang samar

Dilihat tapi tak kelihatan, maka disebut tak berwarna.
Didengar tapi tak kendengaran, maka disebut tak bersuara.
Diraba tapi tak tersentuh, maka dikatakan tak berbentuk.

Inilah tiga sifat yang samar, maka dianggap satu (karena memiliki kesamaan).
Di bagian permukaan tidak gemilang, di bagian bawah tidak suram.
Bergerak tak henti-hentinya dan tak dapat diberi nama.
Lalu kembali ke kekosongan.
Dalam rupa yang tidak berupa, wujud yang tidak berwujud, inilah yang disebut sebagai samar.

Berhadapan, tapi tidak melihat wajahnya.
Mengekor, tapi tidak bisa melihat punggungnya.

Berpegang pada ajaran Tao masa kuno untuk mengendalikan keadaan sekarang.
Siapa yang mengerti awal-mula masa kuno, ialah orang yang memahami pokok ajaran Tao.

Bab 15. Dalam Tao, nafsu keinginan tidak meluap

Pada jaman dahulu, para orang Bijak yang menerapkan ajaran Tao, tidak dapat dipahami, tidak dapat diprediksi, mistis dan memahami banyak hal.

Tapi kita dapat mengetahui yang tidak dapat dibedakan dengan (tujuh) pengamatan berikut (dari yang mudah ke yang sulit).
1. Bijaksana seolah-olah mengarungi sungai di musim dingin,
2. Waspada seperti takut pada tetangga sekitar,
3. Bermartabat seolah-olah melakukan kunjungan resmi,
4. Lepas, seperti es yang mencair,
5. Alami, seperti kayu yang tidak diukir,
6. Luas seperti lembah,
7. Samar (tidak bisa dibedakan), seperti air keruh.

(maka berikut adalah saran politis)
Siapakah yang dapat menghentikan air keruh, dan perlahan kembali jernih?
Siapa yang mencapai ketentraman abadi dalam dunia, dan tetap bertumbuh?
Mereka yang memilih Jalan Tao, maka nafsu keinginannya tidak meluap.
Karena nafsu keinginannya tidak meluap, maka dapat mencapai kekekalan, serta tidak perlu dirubah.

Bab 16. Kembali ke akar dalam Tao

Mencapai keadaan diam seutuhnya.
Hingga menjadi benar-benar sunyi.

Segala mahluk memiliki kehidupan, mereka akan kembali pada asal-mulanya.
Segala sesuatu berkembang, lalu kembali ke akarnya.

Barang siapa yang memahami Hukum Kekal ini akan tercerahkan;
Barang siapa yang tidak memahami Hukum Kekal ini berperilaku sembarangan dan mengundang bencana.

(6 saran politis bagi pribadi maupun publik, dari hal kecil hingga besar, dari sederhana hingga kompleks, dari ruang hingga waktu)
1. Memahami Hukum Kekal, seseorang dapat menangani penampilan (urusan pribadi)
2. Mengetahui penampilan (urusan pribadi), seseorang dapat menangani urusan publik,
3. Mengetahui urusan publik, seseorang dapat menangani urusan politik,
4. Mengetahui urusan politik, seseorang dapat menangani urusan Langit,
5. Mengetahui urusan Langit, seseorang dapat mengetahui untuk berurusan dengan Tao,
6. Mengetahui bagaimana berurusan dengan Tao, seseorang dapat memerintah untuk selamanya.

Dengan demikian, kepemimpinan tidak akan pernah gagal, bahkan tanpa perlu melibatkan diri.

Bab 17. Menyadari kehadiran

Dahulu kala masa pertama (Raja Bijak Tao),
Pemimpin yang utama adalah ketika rakyat tidak mengetahui kehadiran rajanya.
Lalu kala masa kedua (Raja Bijak Confucian),
Pemimpin kedua terbaik ketika rakyat menghormati dan memuji rajanya
Berikutnya kala masa ketiga (raja tirani),
sampai pada jaman ketika rakyat takut pada rajanya.
Akhirnya maka masa keempat (raja buruk),
rakyat memandang rendah dan menghina rajanya.

Jika pemimpin tidak memiliki keyakinan diri, maka rakyat tidak akan percaya padanya.
Pemimpin melakukan pekerjaan dengan benar, tanpa banyak cakap atau membual.

Jika pekerjaan selesai dan tercapai,
rakyat menganggap segalanya telah terjadi dengan sewajarnya.


Bab 18. Empat keadaan

Bila Jalan Tao diabaikan,
muncullah ajaran Kebaikan (Ren) dan Kebenaran (Yi).
Bila pengetahuan dan kepandaian dielu-elukan,
muncullah segala kepalsuan.
Bila di dalam keluarga tidak ada keharmonisan,
muncullah bakti dan welas-kasih.
Bila negeri dalam kekacauan dan kekalutan,
muncullah menteri yang setia.

Bab 19. Kayu dalam wujud murni

Tanpa Kesucian dan Kebijaksanaan,
rakyat memperoleh keuntungan berlipat ganda.
Tanpa Kebaikan dan Kebenaran,
rakyat dengan sewajarnya berperilaku bakti dan welas kasih.
Tanpa harta dan barang mewah,
pencuri dan perampok kehilangan nafsu keserakahan.

Tiga ungkapan ini adalah dangkal dan tidaklah cukup,
orang harus belajar budi perkerti dan pengelolaan temperamen:
kembali pada sifat sewajarnya, berlaku sederhana (seadanya seperti kayu belum diukir atau dalam wujud murni/asal),
menekan egoisme, mengurangi luapan nafsu keinginan, berhenti belajar (mengelola), serta berhenti khawatir.

Bab 20. Diasuh oleh Ibu yang utama

Berhenti belajarpun (mengelola) dan berhenti khawatir.
Apakah perbedaannya antara "Ya" dan "Tidak"?
Apakah perbedaannya antara "Baik" dan "Buruk"?
Apakah aku perlu takut seperti yang ditakuti orang lain?
Tidak masuk akal!
Aku akan menolaknya (tidak akan pernah bisa menerima hal ini).

Orang-orang sedang bersenang-senang,
seolah-olah sedang menikmati pesta (di dalam),
atau seolah-olah sedang bermain di taman pada musim semi (di luar).

Aku sendirian diam dan tidak punya rencana masa depan.
Aku bingung seperti bayi tanpa suara;
aku berkeliaran seperti tak punya tujuan.

Orang-orang tampak memiliki cukup uang;
Aku tampak linglung,
hatiku seperti orang bodoh.

Kebanyakan orang tampak berseri-seri,
sedangkan aku tampak suram dan kusut.

Kebanyakan orang mengamati lahiriah (penampilan luar),
sedangkan aku mengamati yang di dalam (perasaan internal).

(Aku merasa) terhanyut ombak dan tenang bagai lautan terbuka.
(Aku merasa) tak terbatas dan tak berujung bagai angin kencang.

Semua sibuk mengejar asa yang ingin dicapainya,
aku memilih tetap sewajarnya, bagaikan seorang asing.
Aku berbeda dari orang kebanyakan,
karena aku diasuh dan diberi makan oleh Ibu yang utama (bagai bayi).

Sumber:

Pertemuan Tao Te Ching - 52 Living Ideas di meetup.com bersama Jason Peng, Amon Greene dan Shrikant.

*kata dalam tanda kurung adalah catatan penjelasan, atau alternatif terjemahan.

Penulis & penerjemah

Margaretha

Pelajar sedang menempuh pendidikan lanjut di the University of Melbourne.

Terjemahan Bahasa Indonesia dari hasil karya terjemahan oleh Jason Peng dan Amon Greene dalam program Tao Te Ching yang diselenggarakan oleh 52 Living Ideas. Dibaca dan dipahami untuk penerjemahan Bahasa Indonesia dengan juga menggunakan referensi terjemahan Tao Te Ching oleh Ursula Le Guin dan Stefan Stenudd.

Bahasa Indonesia translation from the courtesy work of Jason Peng and Amon Greene in a Tao Te Ching program facilitated by 52 Living Ideas. This translation work also refer to works from Ursula Le Guin and Stefan Stenudd.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun